TOPIK 1
Konsep dasar evidence
based midwifery berspektif
gender dan HAM dalam asuhan kebidanan
SUB TOPIK :
1.1. Konsep dasar evidence based
midwifery:
1.1.1 Pengertian evidence based midwifery
1.1.2 Manfaat evidence based midwifery
dalam praktik kebidanan
1.1.3 Praktik evidence based midwifery
dalam asuhan
1.1.4 Kategori evidence based menurut WHO
1.2. Konsep dasar asuhan berspektif gender dan HAM
1.3. Praktik asuhan berspektif gender dan HAM
KOMPETENSI:
- Menjelaskan pengertian evidence based midwifery
- Menjelaskan manfaat, praktik dan kategori evidence based dengan benar sesuai
- Menjelaskan pengertian Gender dan HAM dalam Kesehatan
- Menjelaskan Praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM dalam Kebidanan dan Lingkungan Kesehatan
![]() |
Kehamilan dan melahirkan dapat menimbulkan
resiko kesehatan yang besar, termasuk perempuan yang tidak mempunyai masalah
kesehatan sebelumnya. Kira-kira 40% ibu hamil (bumil) mengalami masalah
kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan; dan 15% dari semua bumil menderita
komplikasi jangka panjang atau yang dapat mengancam jiwa. Oleh karena itu,
pengenalan mengenai pencegahan dan penanganan yang terbukti dapat dijalankan
(evidence based) bisa melindungi keselamatan ibu dan bayinya. Penggunaan kebijakan dari bukti terbaik (
evidence based ) yang tersedia sehingga tenaga kesehatan bidan dan pasien
mencapai keputusan yang terbaik, mengambil data yang diperlukan dan pada
akhirnya dapat menilai pasien secara menyeluruh dalam memberikan pelayanan.
Setiap manusia
baik laki-laki maupun wanita dalam kehidupannya terjadi perubahan atau
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik secara fisik, psikis maupun
sosial kemasyarakatan. Perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan yang dibentuk dan dibuat oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan zaman akibat konstruksi sosial merupakan arti gender.
Kesehatan dan HAM
seharusnya diprioritaskan diatas kepentingan ekonomi dan politik.Namun laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam The
World Health Report 2001 kembali menyatakan kondisi kesehatan di Indonesia belum
menunjukkan kemajuan.
Keberadaan
manusia tidak dapat dipisahkan dengan hak asasi manusia (HAM). HAM
ada melekat pada manusia, apabila HAM dihilangkan berarti hilanglah
kemanusiaannya seorang manusia. Oleh karenanya, HAM bersifat fundamental
maka adanya merupakan keharusan, siapapun tidak dapat mengganggu dan
setiap orang harus memperoleh perlindungan HAM-nya. Manusia memiliki hak-hak
dasar untuk hidup, martabat dan pengembangan kepribadiannya, yang
menjadikan tonggak HAM yang berasal dari akal, kehendak dan bakat
manusia. Berdasarkan kultur, sejarah dan sumberdaya orang berbicara
tentang masyarakat.
![]() |
1. Pengertian Evidence Based Midwifery
Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa
bulan terakhir kita sering mendengar tentang Evidence based. Evidence based
artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau
kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti. Bukti inipun tidak sekedar
bukti tapi bukti ilmiah terkini yang bias dipertanggung jawabkan.
Suatu istilah yang luas yang digunakan dalam
proses pemberian informasi berdasarkan bukti dari penelitian (Gray, 1997).
Jadi, evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan
bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Praktek kebidanan sekarang lebih
didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktek terbaik
dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti
manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.
Hal ini terjadi karena llmu Kedokteran berkembang
sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang lalu secara
cepat digantikan dengan temuan baru yang segera menggugurkan teori yang ada
sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya bisa saja segera
ditinggalkan karena muncul pengujian-pengujian hipotesis baru yang lebih
sempurna. Sebagai contoh, jika sebelumnya diyakini bahwa episiotomi merupakan
salah satu prosedur rutin persalinan khususnya pada primigravida, saat ini
keyakinan itu digugurkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa episiotomi secara
rutin justru sering menimbulkan berbagai permasalahan yang kadang justru lebih
merugikan bagi quality of life pasien. Demikian pula halnya dengan temuan obat
baru yang dapat saja segera ditarik dan perederan hanya dalam waktu beberapa
bulan setelah obat tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan
efek samping yang berat pada sebagian penggunanya.
Bukti ini juga mempunyai tingkat kepercayaan untuk
dijadikan sebagai evidence based. Untuk tingkat paling tinggi (Ia) adalah hasil
penelitian dengan meta analisis dibawahnya atau level Ib adalah hasil
penelitian dengan randomized control trial, IIa. non randomized control trial,
IIb. adalah hasil penelitian quasi eksperime lalu hasil studi observasi (III)
dan terakhir expert opinion, clinical experience (IV). Untuk mendapatkan bukti
ini bisa diperoleh dari berbagai macam hasil penelitian yang telah dipublikasikan
oleh berbagai macam media, itulah
evidence base. Melalui paradigma baru ini maka setiap pendekatan medik barulah
dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan-temuan terkini yang secara
medik, ilmiah, dan metodologi dapat diterima.
Tidak semua EBM dapat
langsung diaplikasikan oleh semua professional kebidanan di dunia. Oleh karena
itu bukti ilmiah tersebut harus ditelaah terlebih dahulu, mempertimbangkan
manfaat dan kerugian serta kondisi setempat seperti budaya, kebijakan dan lain
sebagainya
2. Manfaat Evidence Based Midwifery dalam praktik
Kebidanan
Praktik berdasarkan penelitian merupakan penggunaaan
yang sistematik, ilmiah dan eksplisit dari penelitian terbaik saat ini dalam
pengambilan keputusan tentang asuhan pasien secara individu. Hal ini
menghasilkan asuhan yang efektif dan tidak selalu melakukan intervensi. Kajian
ulang intervensi secara historis memunculkan asumsi bahwa sebagian besar
komplikasi obstetri yang mengancam jiwa bisa diprediksi atau dicegah.
Intervensi harus dilaksanakan atas dasar indikasi yang spesifik, bukan sebagai
rutinitas sebab test-test rutin, obat, atau prosedur lain pada kehamilan dapat
membahayakan ibu maupun janin. Bidan yang terampil harus tahu kapan ia harus
melakukan sesuatu dan intervensi yang dilakukannya haruslah aman berdasarkan
bukti ilmiah.
Asuhan yang dilakukan dituntut tanggap terhadap fakta
yang terjadi, menyesuaikan dengan keadaan atau kondisi pasien dengan
mengutamakan keselamatan dan kesehatan pasien dengan mengikuti prosedur yang
sesuai dengan evidence based asuhan kebidanan, yang tentu saja berdasar kepada
hal-hal yang sudah dibahas sebelumnya, yaitu: standar asuhan kebidanan, standar
pelayanan kebidanan, kewenangan bidan komunitas, fungsi utama bidan bidan bagi
masyarakat. Fungsi utama profesi kebidanan, ruang lingkup asuhan yang
diberikan.
Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang
berdasarkan evidence based tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi
angka kematian ibu hamil dan resiko-resiko yang di alami selama persalinan bagi
ibu dan bayi serta bermanfaat juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan
masyarakat.
3. Praktik Evidence Based Midwifery dalam asuhan
Praktek kebidanan sekarang lebih
didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktek terbaik
dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti
manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.
Sesuai dengan evidence-based practice, pemerintah
telah menetapkan program kebijakan ANC sebagai berikut:
a. Kunjungan ANC
Dilakukan minimal 4 x selama kehamilan :
Dilakukan minimal 4 x selama kehamilan :
Trimester
I
Sebelum 14 minggu - Mendeteksi masalah yg dapat ditangani sebelum membahayakan jiwa.
Sebelum 14 minggu - Mendeteksi masalah yg dapat ditangani sebelum membahayakan jiwa.
Ø Mencegah masalah, misal : tetanus
neonatal, anemia, kebiasaan tradisional yang berbahaya
Ø Membangun
hubungan saling percaya
Ø Memulai persiapan kelahiran & kesiapan
menghadapi komplikasi.
Ø Mendorong
perilaku sehat (nutrisi, kebersihan , olahraga, istirahat, seks, dsb).
Trimester II
14 – 28
minggu - Sama dengan trimester I ditambah : kewaspadaan khusus terhadap
hipertensi kehamilan (deteksi gejala preeklamsia, pantau TD, evaluasi edema,
proteinuria)
Trimester III
28 –
36 minggu - Sama, ditambah : deteksi kehamilan ganda.
Setelah 36 minggu
Sama,
ditambah : deteksi kelainan letak atau kondisi yang memerlukan persalinan di
RS.
ANC: Praktek-Praktek
Terbaik:
Tidak direkomendasikan
Ø Kunjungan
rutin yang banyak
Ø Pendekatan
resiko yang tiggi
Ø Pengukuran yang rutin: Tinggi, posisi
janin sebelum 36 minggu, edema mata kaki
Direkomendasikan:
Ø
Kunjungan
antenatal terfokus dengan tenaga kesehatan
Ø
Rencana
persiapan persalinan dan kesiagaan menghadapi komplikasi
Ø Konseling
keluarga berencana, menyusui, tanda-tanda bahaya, HIV/IMS, dan nutrisi
Ø
Deteksi
dan manajemen kondisi dan komplikasi yang menyertai kehamilan
Ø Tetanus
toksoid
Ø Zat
besi dan folat
Ø Pada
populasi tertentu :pengobatan preventif malaria, pengobatan kecacingan, yodium,
vitamin A
b. Pemberian suplemen mikronutrien :
Tablet yang mengandung FeSO4 320 mg (= zat besi 60 mg) dan asam folat 500 sebanyak 1 tablet/hari segera setelah rasa mual hilang. Pemberian selama 90 hari (3 bulan). Ibu harus dinasehati agar tidak meminumnya bersama teh / kopi agar tidak mengganggu penyerapannya.
Tablet yang mengandung FeSO4 320 mg (= zat besi 60 mg) dan asam folat 500 sebanyak 1 tablet/hari segera setelah rasa mual hilang. Pemberian selama 90 hari (3 bulan). Ibu harus dinasehati agar tidak meminumnya bersama teh / kopi agar tidak mengganggu penyerapannya.
c. Imunisasi TT 0,5 cc
Interval Lama perlindungan % perlindungan
TT 1 Pada kunjungan ANC pertama - -
TT 2 4 mgg setelah TT 1 3 tahun 80%
TT 3 6 bln setelah TT 2 5 tahun 95%
TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99%
TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 th/ seumur hidup 99%
Interval Lama perlindungan % perlindungan
TT 1 Pada kunjungan ANC pertama - -
TT 2 4 mgg setelah TT 1 3 tahun 80%
TT 3 6 bln setelah TT 2 5 tahun 95%
TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99%
TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 th/ seumur hidup 99%
Dengan memberikan asuhan
antenal yang baik akan menjadi salah satu tiang penyangga dalam safe motherhood
dalam usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
1. Meningkatkan efektivitas asuhan
antenatal
·
Mempromosikan dan menjaga
kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan memberikan pendidikan mengenai
nutrisi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.
·
Mendeteksi dan menatalaksanaka
komplikasi medis, bedah ataupun obstetri selama kehamilan.
·
Mengembangkan persiapan persalinan
serta kesiapan menghadapi komplikasi.
·
Membantu menyiapkan ibu untuk
menyusui dengan sukses, menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik,
psikologis dan sosial.
2. Adapun antenatal care akan
efektif bila meliputi hal-hal sebagai berikut:
·
Asuhan diberikan oleh petugas yang
terampil dan berkesinambungan
·
Persiapan menghadapi persalinan
yang baik dengan memperkirakan komplikasi.
·
Mempromosikan kesehatan dan
pencegahan penyakit (tetanus toksoid, suplemen gizi, pencegahan konsumsi
alkohol dan rokok dan lain-lain).
·
Mendeteksi dini komplikasi serta
perawatan penyakit yang diderita ibu hamil (HIV, sifilis, tuberkulosis,
hepatitis, penyakit medis lain yang diderita (misal: hipertensi, diabetes, dan
lain-lain).
3. Asuhan antenatal secara tradisional
Seperti dalam asuhan antenatal, sebelum
dikenal adanya asuhan berdasarkan evidence based, asuhan yang diberikan
berdasarkan tradisional. Asuhan yang banyak berkembang saat ini sebenarnya berasal
dari model yang dikembangkan di Eropa pada awal dekade abad ini. Lebih mengarah
keritual dari pada rasional. Biasanya asuhan ini lebih mengarah ke frekuensi
dan jumlah daripada terhadap unsur yang mengarah kepada tujuan yang esensial
4. Pentingnya deteksi penyakit dan bukan penilaian/pendekatan risiko
Pendekatan risiko yang mempunyai
rasionalisasi bahwa asuhan antenatal adalah melakukan screening untuk
memprediksi faktor-faktor risiko untuk memprediksi suatu penyakit, tapi
berdasarkan hasil studi di Zaire membuktikan bahwa 71 % persalinan macet tidak
bisa diprediksi.
Memberikan asuhan antenatal yang baik dengan langkah-langkah berikut:
·
Sapa
ibu dan keluarga untuk membuat merasa nyaman.
·
Mendapatkan riwayat kehamilan ibu dan
mendengarkan dengan teliti apa yang diceritakan ibu.
·
Melakukan pemeriksaan fisik seperlunya saja.
·
Melakukan pemeriksaan laboratorium.
·
Melakukan anamnesa untuk menilai apakah
kehamilannya normal
·
Membantu ibu dan keluarganya untuk mempersiapkan
kelahiran dan kemungkinan keadaan darurat
·
Memberikan konseling tentang gizi, latihan,
perubahan fisiologis, menasihati ibu untuk mencari pertolongan segera jika ia
mendapati tanda-tanda bahaya, merencanakan dan mempersiapkan kelahiran yang
bersih dan aman di rumah, mengidentifikasi siapa yang dapat membantu bidan
semala persalinan, menjelaskan cara merawat payudara terutama pada ibu yang
mempunyai putting susu rata atau masuk ke dalam.
·
Pemberian
suplemen mikronutrien
·
Imunisasi
TT 0,5 cc
·
Menjadwalkan kunjungan berikutnya.
·
Mendokumentasikan kunjungan tersebut.
Survei mengenai
praktek-praktek yang biasa dilakukan
·
Meresapkan obat progestagen untuk ancaman
keguguran : 63%
·
Penggunaan diazepam untuk mengendalikan konvulsi
pada eklampsi : 47%
·
Tidak
pernah melakukan versi luar : 57%
·
Tidak
menggunakan partograf untuk memantau dan melakukan manajemen persalinan : 88%
·
Melakukan episiotomi pada semua primigravida :
32%
·
Meresapkan antibiotic selama 5-7 hari untuk
Seksio Cesaria : 59%
·
Melakukan
sebagian besar SEksio Cesaria dengan anestesi uumum : 65%
·
Tidak
mencuci tangan setiap kali sebelum melakukan periksa dalam selama persalinan :
72%
e.
Pemotongan Tali Pusat
Berdasarkan
evidence based, pemotongan tali pusat lebih baik ditunda karena sangat tidak
menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Mengingat fenomena yang
terjadi di Indonesia antara lain tingginya angka morbiditas ataupun mortalitas
pada bayi salah satunya yang disebabkan karena Asfiksia Hyperbillirubinemia/
icterik neonatorum, selain itu juga meningkatnya dengan tajam kejadian autis
pada anak-anak di Indonesia tahun ke tahun tanpa tahu pemicu penyebabnya. Ternyata
salah satu asumsi sementara atas kasus fenomena di atas adalah karena adanya
ICC (Imediettly Cord Clamping) di langkah APN yaitu pemotongan tali pusat
segera setelah bayi lahir. Benar atau tidaknya asumsi tersebut, beberapa hasil
penelitian dari jurnal-jurnal internasional di bawah ini mungkin bisa menjawab
pertanyaan di atas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al. (1993) menunjukkan bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau lebih, maka bayi akan:
1. Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk
tranfusi darah
2. Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan
3. Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen
4. Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan dengan bayi yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir
5. Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan
6. Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang lebih baik.
2. Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan
3. Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen
4. Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan dengan bayi yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir
5. Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan
6. Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang lebih baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Eillen K. Hutton (2007) bahwa dengan penundaan pemotongan tali pusat dapat:
• Peningkatan kadar hematokrit dalam darah
• Peningkatan kadar hemoglobin dalam darah
• Penurunan angka Anemia pada bayi
• Penurunan resiko jaudice/ bayi kuning
• Peningkatan kadar hematokrit dalam darah
• Peningkatan kadar hemoglobin dalam darah
• Penurunan angka Anemia pada bayi
• Penurunan resiko jaudice/ bayi kuning
Mencermati dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Namun dalam praktek APN dikatakan bahwa pemotongan tali pusat dilakukan segera setelah bayi lahir. Dari situ kita bisa lihat betapa besarnya resiko kerugian, kesakitan maupun kematian yang dapat terjadi.
f. .
Perawatan Tali Pusat
Saat
bayi dilahirkan, tali pusar (umbilikal) yang menghubungkannya dan plasenta
ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusar yang melekat di perut
bayi, akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan dibiarkan hingga
pelan-pelan menyusut dan mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi, sisa
potongan tadi harus dirawat dengan benar.
Cara merawatnya adalah sebagai berikut:
Ø Saat
memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat. Membersihkan tali pusat saat bayi tidak berada di dalam bak
air. Hindari waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan hipotermi.
Ø Setelah
mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih dahulu.Perawatan
sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa diolesi dengan
alkohol. Jangan pakai betadine karena yodium yang terkandung di dalamnya dapat
masuk ke dalam peredaran darah bayi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan
kelenjar gondok.
Ø Jangan
mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak karena dapat menjadi
media yang baik bagi tumbuhnya kuman.
Ø Tetaplah
rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril hingga tali pusat
lepas secara sempurna.
4. Kategori Evidence Based menurut WHO
Menurut
WHO, Evidence based terbagi sebagai berikut :
a. Evidenve-based Medicine adalah pemberian
informasi obat-obatan berdasarkan bukti
dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Temuan obat baru yang
dapat saja segera ditarik dan perederan hanya dalam waktu beberapa bulan
setelah obat tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan efek
samping yang berat pada sebagian penggunanya.
b. Evidence-based Policy
adalah satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan kedokteran (Clinical Governance): suatu tantangan profesi kesehatan dan kedokteran di masa mendatang
c. Evidence
based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti dari
penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.
d. . Evidence based report adalah merupakan brntuk penulisan laporan
kasus yang baru berkembang , memperlihatkan bagaimana hasil penelitian dapat
diterapkan pada semua tahapan penatalaksanaan pasien.
5. Sumber Evidence
Based
Sumber
EBM dapat diperoleh melalui bukti publikasi jurnal dari internet maupun
berlangganan baik hardcopy seperti majalah, bulletin, atau CD. Situs internet
yang ada dapat diakses, ada yang harus dibayar namun banyak pula yang public
domain. Contoh situs yang dapat diakses secarea gratis (open access)
seperti:
1) Evidence Based Midwifery di Royal
College Midwives Inggris : http://www.rcm.org.uk/ebm/volume-11-2013/volume-11-issue-1/the-physical-effect-of-exercise-in-pregnancy-on-pre-eclampsia-gestational-diabetes-birthweight-and-type-of-delivery-a-struct/
2) Midwifery Today
:
3) International Breastfeeding Journal :http://www.internationalbreastfeedingjournal.com/content
4) Comfort in Labor
: http://Childbirthconnection.org.
5) Journal of
Advance Research in Biological Sciences :
6) American Journal
of Obstetric and Gynecology : http://ajcn.nutrition.org/
7) American Journal
of Clinical Nutrition : http://ajcn.nutrition.org/
8) American Journal
of Public Health : http://ajcn.nutrition.org/
9) American Journal
of Nursing :
10) Journal of Adolescent Health : http://www.jahonline.org/article/S1054-139X(04)00190-9/abstract
6. Konsep dasar asuhan
berspektif gender dan HAM
1.
Pengertian Gender dan HAM dalam Kesehatan
Gender adalah
perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang
dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan zaman akibat konstruksi sosial.
Bias gender adalah
suatu pandangan yang menunjukkan adanya keberpihakan kepada kaum laki-aki
daripada perempuan.
Relasi gender
adalah menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam kerja sama saling
mendukung atau saling bersaing satu sama lain.
Perspektif gender
adalah menyamakan perlakuan dan hak antara pria dan wanita dalam arti yang
luas.
Menurut
UU RI. No : 39/1999 Tentang Kesehatan, HAM adalah seperangkat
hak yang melekat pada hak-hak keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormarti, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM
bagian dari manusia secara utuh dan sudah ada sejak manusia lahir. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama,
pendidikan, politik atau asal usul sosial budaya.
2.
Praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM
dalam Kebidanan dan Lingkungan Kesehatan
Berdasarkan
Permenkes No.900/menkes/SK/VII/2002, Praktik Kebidanan dalam asuhan berspektif
gender dan HAM meliputi pelayanan terhadap kebidanan, pelayanan terhadap
keluarga berencana dan pelayanan terhadap kesehatan masyarakat.
- Pelayanan terhadap kebidanan
Memberikan asuhan bagi perempuan mulai dari masa pra-nikah, pra kehamilan,
selama hamil hingga melahirkan, nifas, menyusui, interval antar kehamilan
hingga masa menopause. Pelayanan kepada bayi baru lahir, bayi dan balita (usia
1-5 tahun)
- Pelayanan terhadap keluarga berencana
Memberikan konseling KB dan penyediaan berbagai jenis kontrasepsi, lengkap
dengan nasihat/tindakan jika timbul efek samping.
- Pelayanan terhadap kesehatan masyarakat
Memberikan asuhan bagi keluarga yang mengasuh anak termasuk pembinaan
kesehatan keluarga, kebidanan komunitas termasuk persalinan di rumah, kunjungan
rumah, serta deteksi dini kelainan pada ibu dan anak.
Asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada wanita sepanjang siklus kehidupan, antara lain :
1. Bayi dan Anak
Asuhan yang diberikan :
a. ASI Eksklusif
b. Tumbuh
kembang anak dan pemberian makanan dengan gizi seimbang
c. Imunisasi
dan manajemen terpadu balita sakit
d. Pencegahan
dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan (KTP)
e. Pendidikan
dan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan
2. Remaja
Asuhan yang diberikan :
a. Gizi
seimbang
b. Informasi
tentang kesehatan reproduksi
c. Pencegahan
kekerasan seksual (perkosaan)
d. Pencegahan
terhadap ketergantungan napza
e. Perkawinan pada usia yang wajar
f. Peningkatan pendidikan, keterampilan,
penghargaan diri dan pertahanan terhadap godaan
dan ancaman
3. Usia Lanjut
Asuhan yang diberikan :
a. Perhatian pada problem meno/andro-pause
b. Perhatian pada penyakit utama degeneratif,
termasuk
rabun, gangguan mobilitas dan osteoporosis.
c. Deteksi dini kanker rahim dan kanker rahim
d. Masalah
yang mungkin terjadi pada tahap ini: penyakit sistem sirkulasi,kekerasan, prolaps/osteoporosis,
kanker saluran reproduksi, payudara/kanker prostat, ISR/IMS/HIV/AIDS
e. Pendekatan
yang dapat dilakukan: dipengaruhi oleh pengalaman reproduksisebelumnya, diagnosis,
informasi dan pengobatan dini
Ø
Perspektif
gender terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja perempuan, dapat dipengaruhi oleh dua hal sebagai
berikut :
1.
Faktor
biologis yang ditetapkan oleh kromosom
Faktor fisiologis dan bentuk biologis alat-alat reproduksi remaja perempuan
menyebabkan mereka lebih mudah ketularan PMS dibanding dengan anak laki-laki.
2.
Faktor
gender
Faktor sosial budaya dengan norma-norma dan ”aturan main” sangat
memengaruhi cara berpikir, sikap dan prilaku perempuan dan laki-laki. Gender
juga sangat menentukan bagaimana hubungan antar remaja dan bagaimana orang lain
memperlakukan remaja laki-laki dan perempuan.
Ø Perspektif gender terhadap masalah
kesehatan reproduksi remaja laki-laki
Remaja laki-laki mempunyai masalah kesehatan
reproduksi yang dapat berubah menurut siklus kehidupan, serta dipengaruhi oleh
budaya dan praktek-praktek medis yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
segera setelah mereka lahir. Ketika anak laki-laki mencapai masa pubertas,
mereka mulai merasakan perubahan fisik termasuk perubahan suara, munculnya alat
kelamin sekunder serta meningkatkan perkembangan jaringan otot.
Perubahan-perubahan fisik sering kali diikuti dengan perubahan emosional dan
perilaku, termasuk perkembangan perasaan seksual, belajar tentang hak-hak
seksual dan pertanyaan seputas isu seks. Pengalaman dan respons dari anak
laki-laki terhadap perubahan ini membentuk tingkat yang lebih tinggi terhadap
peran gender dan antipasi terhadap budayanya.
Peran Remaja Laki-Laki terhadap Kesehatan Reproduksi
Remaja Perempuan
Terdapat beberapa cara dimana remaja laki-laki
sebagai saudara, pacar, teman bagi remaja perempuan, dapat mengambil peranan
yang akan berpengaruh positif terhadap kesehatan reproduksi remaja perempuan,
diantaranya :
-
Mendorong
remaja perempuan untuk mendapatkan gizi yang seimbang
-
Mencegah
penyebaran penyakit menular seksual kepada remaja perempuan
-
Mencegah
segala bentuk kekerasan terhadap remaja perempuan
-
Mendukung
partisipasi dalam organisasi kemasyarakatan termasuk akses terhadap kehidupan
sosial, politik dan kesempatan mendapat pendidikan
-
Mendukung
hak remaja perempuan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan serta
menghormati persamaan hak dengan remaja laki-laki.
Kesehatan
Reproduksi Remaja sebagai Hak Asasi Manusia (HAM)
Kesehatan adalah hak setiap manusia yang merupakan
bagian dari harkat martabatnya sebagai manusia. Hak kesehatan reproduksi dan
seksual mencakup hak-hak yang telah diakui dalm perilaku peraturan
perundang-undangan nasional, dokumen-dokumen internasional hak-hak asasi
manusia. Hak-hak ini berdasarkan pengakuan terhadap hak-hak asasi dari setiap
orang atau pasangan untuk secara bebas dan bertanggung jawab mengambil
keputusan tentang jumlah, jarak dan waktu kelahiran anak-anak mereka dan
memiliki informasi dan kemampuan untuk melaksanakan keputusan, serta hak untuk
mencapai derajat kesehatan seksual dan reproduksi yang setinggi-tingginya.
3. Peran
Gender
Peran ekonomi
dan sosial yang dianggap sesuai untuk perempuan dan laki-laki. Laki-laki
biasanya diidentifikasi dengan peran produktif, sementara perempuan mempunyai
tiga peran yaitu tanggung jawab domestik, pekerjaan produktif dan kegiatan
masyarakat yang biasanya dilakukan secara simultan. Peran dan tanggung jawab
gender berbeda antara satu budaya dengan budaya lainnya dan dapat berubah
sepanjang waktu. Hampir di semua masyarakat peran perempuan cenderung tidak
dihargai.
Pembelajaran
yang paling berpengaruh melalui sistem nilai seksual dalam keluarga dan
masyarakat. Anak mendapatkan sikap tentang suatu nilai tersebut sejak dini.
Sumber pembelajaran yang juga berpengaruh adalah berbagai lambang dan diskusi
dengan taman sebaya. Meskipun demikian tidak sepenuhnya peran gender merupakan
ciri masyarakat. Walaupun demikian, ada perbedaan perilaku anak-anak
dibandingkan anak perempuan bahkan semenjak masih bayi. Diperkirakan hormon
seksual mempunyai pengaruh pada otak dan perilaku. Peran gender merupakan area
seksualitas yang tumpang tindih antara komponen psikologis, biologis dan
sosiokultural.

Evidence based midwifery adalah pemberian
informasi kebidanan berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang
berdasarkan evidence based tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi
angka kematian ibu hamil dan resiko-resiko yang di alami selama persalinan bagi
ibu dan bayi serta bermanfaat juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan
masyarakat. Sesuai dengan evidence-based practice, pemerintah telah menetapkan
program kebijakan ANC terdiri dari 4 x kunjungan pemeriksaan selama kehamilan.
Yang terdiri dari pemeriksaan Trimester I, Trimester II, Trimester III dan setelah 36 minggu. Evidence based midwifery
juga terbagi dari kehamilan, persalinan hingga masa nifas.
Menurut
WHO, Evidence based terbagi 4 yaitu : Evidenve-based Medicine,
Evidence-based Policy, Evidence based midwifery, Evidence
based report
trimakasih
BalasHapuskerennnnnn
BalasHapussaya suka...
tks banyak
Makasih atas ilmunya
BalasHapus