Sabtu, 11 Juni 2016

ASUHAN INTERNAL BERDASARKAN EVIDENCE BASED



TOPIK 3
ASUHAN INTERNAL BERDASARKAN EVIDENCE BASED

SUB TOPIK             :
3.1. Dukungan persalinan (fisik dan psikologis)
3.2. Pemeriksaan dalam secara aseptik, sesuai indikasi dengan memprhatikan hak dan privasi klien
3.3 Penggunaan partograf dan deteksi tanda-tanda bahaya (kala I, II, III dan IV)
3.4. Posisi dan gerakan yang aman dan nyaman selama persalinan
3.5 Pemenuhan nutrisi dan hidrasi dalam persalinan
3.6. Pengaturan nafas dalam kala II persalinan
3.7. Episiotomi sesuai indikasi
3.8. Penggunaan oksitosin pada kala III
3.9. Penjahitan peineum tingkat I dan II
3.10. Support sistem dalam asuhan intranatal
3. 11 Impementasi hak ibu dan bayi pada masa persalinan

KOMPETENSI:
1. Menjelaskan pentingnya dukungan persalinan (fisik dan psikologi)
2. melakukan pemeriksaan dalam secara aseptic,sesuai indikasi dengan memperhatikan hak dan privasi klien
3. menggunakan partograf dan mendeteksi tanda-tanda bahaya (kala I,II,III dan IV)
4. menjelaskan posisi dan gerakan yang aman dan nyaman selama persalinan
5. menjelaskan pemenuhan nutrisi dan hidrasi dalam persalinan
6. menjelaskan cara  pengaturan nafas dalam kala II persalinan
7. menjelaskan cara episiotomy sesuai indikasi
8. menjelaskan cara penggunaan oksitosin pada kala III
9. menjelaskan  cara penjahitan perineum tingkat I dan II
10. menjelaskan cara pemberian support sistem dalam asuhan intranatal
11.menjelaskan implementasi hak ibu dan bayi pada masa kehamilan 



Text Box: PENDAHULUAN 


Angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak ukur dalam menilai derajat kesehatan suatu bangsa. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut SDKI terdapat sebanyak 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013). Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi, dan eklampsia (Saifuddin, 2009). Selain itu faktor penting lainnya yang berpengaruh terhadap kematian ibu melahirkan antara lain pemberdayaan perempuan yang tidak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia salah satunya juga dikarenakan kurangnya perhatian dari laki – laki terhadap ibu hamil dan melahirkan (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.
Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses melahirkan layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang ibu, terutama pada ibu primipara, dimana mereka belum memiliki pengalaman melahirkan. Rasa cemas dapat timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan bayinya (Bobak, Jensen & Lowdermilk, 2004).
Dukungan sosial sangatlah penting diberikan kepada ibu dalam proses persalinan. Dukungan yang diberikan dapat dilakukan oleh suami, keluarga, teman dekat, atau tenaga profesional kesehatan. Salah satu prinsip asuhan sayang ibu yaitu mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi (Depkes RI, 2004). Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan mengkampanyekan program “Suami Siaga” pada tahun 1999 – 2000 dalam rangka meningkatkan peran suami dalam program “Making Pregnancy Safer”. Tujuan dari program ini untuk meningkatkan pengetahuan, keterlibatan, dan partisipasi suami terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001). Dukungan yang terus menerus dari seorang pendamping persalinan kepada ibu selama proses persalinan dan melahirkan dapat mempermudah proses persalinan dan melahirkan, memberikan rasa nyaman, semangat, membesarkan hati ibu dan meningkatkan rasa percaya diri ibu, serta mengurangi kebutuhan tindakan medis (Nakita, 2004). Di negara berkembang, beberapa RS besar terlalu dipadati oleh persalinan resiko rendah sehingga dukungan personal dan privasi tidak dapat diberikan. Di Indonesia, tidak semua RS mengizinkan suami atau anggota keluarga lainnya menemani ibu di ruang bersalin. Hampir seluruh persalinan berlangsung tanpa didamping oleh suami atau anggota keluarga lainnya. Pendamping persalinan hanya dapat dihadirkan jika ibu bersalin di beberapa RS swasta, rumah dokter praktik swasta atau bidan praktik swasta.
Banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang kedua saat persalinan berlangsung. Penelitian oleh Hodnett, 1994 ; Simpkin, 1992 ; Hofmeyr, Nikodem & Wolmann, 1991; Hemminki, Virta & Koponen, 1990 yang dikutip dari Depkes tahun 2001 menunjukkan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua sebagai pendamping dalam persalinan akan memberikan kenyamanan pada saat persalinan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kehadiran seorang pendamping pada saat persalinan dapat menimbulkan efek positif terhadap hasil persalinan, dapat menurunkan rasa sakit, persalinan berlangsung lebih singkat dan menurunkan persalinan dengan operasi termasuk bedah caesar (Astuti,  2006).
Penelitian lain tentang pendamping atau kehadiran orang kedua dalam proses persalinan, yaitu oleh Dr. Roberto Sosa (2001) yang dikutip dari Musbikin dalam bukunya yang berjudul Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan menemukan bahwa para ibu yang didampingi seorang sahabat atau keluarga dekat (khususnya suami) selama proses persalinan berlangsung, memiliki resiko lebih kecil mengalami komplikasi yang memerlukan tindakan medis daripada mereka yang tanpa pendampingan. Ibu – ibu  dengan pendamping dalam menjalani persalinan, berlangsung lebih cepat dan lebih mudah. Dalam penelitian tersebut, ditemukan pula bahwa kehadiran suami atau kerabat dekat akan membawa ketenangan dan menjauhkan sang ibu dari stress dan kecemasan yang dapat mempersulit proses kelahiran dan persalinan, kehadiran suami akan membawa pengaruh positif secara psikologis, dan berdampak positif pula pada kesiapan ibu secara fisik (Musbikin, 2005)

DUKUNGAN PERSALINAN OLEH SUAMI



DUKUNGAN PERSALINAN





Text Box: URAIAN MATERI
 


3.1.    Dukungan Persalinan berdasarkan Evidence Based Midwifery (EBM)
1.      Definisi
Dukungan persalinan adalah asuhan yang sifatnya mendukung yaitu asuhan yang bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan kebidanan, dimana ibu dibebaskan untuk memilih pendamping persalinan sesuai keinginannya, misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang dirinya.
2.      Macam – macam Dukungan Persalinan
a.       Dukungan fisik
Dukungan fisik adalah dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang diberikan oleh keluarga atau suami kepada ibu bersalin.
b.      Dukungan emosional
Dukungan emosional adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai dan diperhatikan oleh suami, yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan.
Persalinan adalah saat menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan keluarga. Persalinan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu, karena itu pastikan bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional dari suami dan anggota keluarga lain untuk berada di samping ibu selama proses persalinan dan kelahiran.
Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukung ibu dan mengidentifikasi langkah – langkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara untuk menemaninya (Depkes RI, 2002). Dukungan suami dalam proses persalinan akan memberi efek pada sistem limbic ibu yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang tenang akan menyebabkan sel – sel neuronnya mensekresi hormon oksitosin yang reaksinya akan menyebabkan kontraktilitas uterus pada akhir kehamilan untuk mengeluarkan bayi (Guyton, 1997).
3.      Faktor – faktor yang Mempengaruhi Peran Pendamping Persalinan
Menurut Hamilton (1995) faktor – faktor yang mempengaruhi peran pendamping persalinan antara lain :
a.       Sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi proses pendampingan suami ketika istri melahirkan, suami yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang mapan akan lebih cenderung memperhatikan dan mendampingi istrinya pada saat melahirkan, hal ini berbeda dengan suami yang mempunyai status sosial ekonomi yang kurang mampu, suami lebih cenderung untuk kurang memperhatikan istri pada saat bersalin, suami lebih sibuk untuk mencari biaya persiapan persalinan bagi istrinya.
b.      Budaya
Keadaan budaya mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri melahirkan, ada beberapa budaya dan sistem religi yang tidak memperbolehkan suami melihat istri melahirkan karena bertentangan dengan nilai budaya dan sistem religi yang dianut oleh individu.
c.       Lingkungan
Keadaan lingkungan mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri melahirkan, individu yang berada pada lingkungan pedesaan, kebiasaannya suami tidak mau untuk mendampingi istri pada saat persalinan, suami merasa takut dan tidak tega melihat istrinya melahirkan.
d.      Pengetahuan
Pengetahuan individu akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai pengetahuan yang baik akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan dukungan pendampingan akan memberikan motivasi yang besar kepada istri pada saat melahirkan, begitu pula sebaliknya suami yang mempunyai pengetahuan yang kurang, biasanya tidak mendampingi pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan ketidaktahuan akan manfaat pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan
e.       Umur
Suami yang mempunyai usia yang muda, biasanya tidak mendampingi pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan suami merasa takut dan tidak tega melihat istrinya melahirkan. Kategori umur suami dalam pendampingan persalinan < 20 tahun dikategorikan dalam usia muda, diatas 20 tahun atau kurang dari 35 tahun dapat dikategorikan dalam usia dewasa dan suami yang memiliki usia > 35 tahun dikategorikan dalam usia matang/ tua yang akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai usia matang (dewasa) akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan kematangan usia untuk berusaha mengerti tentang psikologis istri pada saat persalinan.
f.       Pendidikan
Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai proses pendewasaan pribadi. Pendidikan kesehatan merupakan proses yang mencakup dimensi dan kegiatan intelektual, psikologi dan social yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam pengambilan keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat. Individu yang berpendidikan akan mempunyai pengetahuan tentang pentinganya pendampingan pada saat persalinan dan mereka cenderung melakukan pendampingan pada saat persalinan, sebaliknya individu yang tidak berpendidikan pengetahuannya akan kurang dan mereka cenderung tidak melakukan pendampingan saat persalinan.
4.      Bentuk Dukungan Persalinan
a.       Dukungan Bidan
1)      Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya dengan baik.
2)      Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
3)      Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau khawatir.
4)      Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
5)      Mengatur posisi yang nyaman bagi ibu
6)      Memenuhi asupan cairan dan nutrisi ibu
7)      Keleluasaan untuk mobilisasi, termasuk ke kamar kecil
8)      Penerapan prinsip pencegahan infeksi yang sesuai
9)     Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya.
10)  Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.
11)  Penjelasan mengenai proses/ kemajuan/ prosedur yang akan dilakukan
12)  Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya seperti :
a)   Mengucapkan kata – kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.
b)   Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.
c)   Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.
d)  Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.
e)   Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
b.      Dukungan Keluarga
Salah satu yang dapat mempengaruhi psikis ibu adalah dukungan dari suami atau keluarga.  Dukungan minimal berupa sentuhan dan kata –kata pujian yang membuat nyaman serta memberi penguatan pada saat proses menuju persalinan berlangsung hasilnya akan mengurangi durasi kelahiran.
1)      Pendampingan
Pendamping merupakan keberadaan seseorang yang mendampingi atau terlibat langsung sebagai pemandu persalinan, dimana yang terpenting adalah dukungan yang diberikan pendamping persalinan selama kehamilan, persalinan, dan nifas, agar proses persalinan yang dilaluinya berjalan dengan lancar dan memberi kenyamanan bagi ibu bersalin (Sherly, 2009).
Menurut Lutfiatus Sholihah (2004) selama masa kehamilan, suami juga sudah harus diajak menyiapkan diri menyambut kedatangan sikecil, karena tidak semua suami siap mental untuk menunggui istrinya yang sedang kesakitan.
Pendampingan persalinan yang tepat harus memahami peran apa yang dilakukan dalam proses persalinan nanti. Peran suami yang ideal diharapkan dapat menjadi pendamping secara aktif dalam proses persalinan. Harapan terhadap peran suami ini tidak terjadi pada semua suami, tergantung dari tingkat kesiapan suami menghadapi proses kelahiran secara langsung. Ada tiga jenis peran yang dapat dilakukan oleh suami selama proses persalinan yaitu peran sebagai pelatih, teman satu tim, dan peran sebagai saksi (Bobak, Lowdermilk dan Perry, 2004).
Peran sebagai pelatih diperlihatkan suami secara aktif dalam membantu proses persalinan istri, pada saat kontraksi hingga selesai persalinan. Ibu menunjukkan keinginan yang kuat agar ayah terlibat secara fisik dalam proses persalinan (Smith, 1999; Kainz dan Eliasson, 2010). Peran sebagai pelatih ditunjukkan dengan keinginan yang kuat dari suami untuk mengendalikan diri dan ikut mengontrol proses persalinan. Beberapa dukungan yang diberikan suami dalam perannya sebagai pelatih antara lain memberikan bantuan teknik pernafasan yang efektif dan memberikan pijatan di daerah punggung. Suami juga memiliki inisiatif untuk lebih peka dalam merespon nyeri yang dialami oleh ibu, dalam hal ini ikut membantu memantau atau mengontrol  peningkatan nyeri. Selain itu suami juga dapat memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa.
Hasil penelitian Kainz & Eliasson 2010 terhadap 67 ibu primipara di Swedia menunjukkan bahwa peran aktif suami yaitu membantu bidan untuk memantau peningkatan rasa nyeri, mengontrol adanya pengurangan nyeri, dan mengontrol kontraksi. Selain peran tersebut, para suami juga memberikan bantuan untuk menjadi advokat ketika ibu ingin berkomunikasi dengan bidan selama proses persalinan. Pada persalinan tahap satu dan tahap dua, sering kali fokus bidan ditujukan kepada bayi, sehingga ibu merasa kesulitan untuk berbicara dengan bidan. Dalam kondisi ini, kehadiran suami akan sangat membantu jika suami peka dengan apa yang ingin dikatakan istrinya dan berusaha menyampaikannya kepada bidan.
Tingkatan peran yang kedua adalah peran sebagai teman satu tim, ditunjukkan dengan tindakan suami yang membantu memenuhi permintaan ibu selama proses persalinan dan melahirkan. Dalam peran ini suami akan berespon terhadap permintaan ibu untuk mendapat dukungan fisik, dukungan emosi, atau keduanya (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Peran suami sebagai teman satu tim biasanya sebagai pembantu dan pendamping ibu, dan biasanya suami dingatkan atau diberitahukan tentang perannya oleh bidan. Smith (1999) dan Kainz Eliasson (2010) menjelaskan bentuk dukungan fisik yang dapat diberikan yaitu dukungan secara umum seperti memberi posisi yang nyaman, memberikan minum, menemani ibu ketika pergi ke kamar kecil, memegang tangan dan kaki, atau menyeka keringat yang ada di dahi ibu, dan membantu ibu dalam pemilihan posisi yang nyaman saat persalinan. Bentuk dukungan fisik yang menggunakan sentuhan, menunjukkan ekspresi psikologis dan emosional suami yaitu rasa peduli, empati, dan simpati terhadap kondisi ibu yang sedang merasakan nyeri hebat dalam proses persalinan (Smith, 1999).
Sementara itu, dukungan emosional yang dapat diberikan oleh suami antara lain membantu menenangkan ibu dengan kata – kata yang memberikan penguatan (reinforcement) positif seperti memberi dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian  atas kemampuan ibu saat mengedan. Ibu dapat merasakan ketenangan dan mendapat kekuatan yang hebat ketika suaminya menggenggam tangannya (Kainz & Eliasson, 2010). Pengaruh psikologis inilah yang menjadi salah satu nilai lebih yang mampu diberikan oleh suami kepada istrinya. Oleh karena itu, kehadiran suami dalam proses persalinan perlu diberikan penghargaan yang tinggi dan perlu mendapat dukungan dari bidan yang menolong persalinan.
Suami yang hanya berperan sebagai saksi menunjukkan keterlibatan yang kurang dibandingkan peran sebagai pelatih atau teman satu tim. Dalam berperan sebagai saksi, suami hanya memberi dukungan emosi dan moral saja (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Biasanya suami tetap memperhatikan kondisi ibu bersalin, tetapi sering kali suami hanya menunggu istri di luar ruang persalinan, dan melakukan aktivitas lain seperti tertidur, menonton tv, atau meninggalkan ruangan dalam waktu yang agak lama. Perilaku ini ditunjukkan suami karena mereka yakin tidak banyak yang dapat mereka lakukan, sehinga menyerahkan sepenuhnya pada penolong persalinan. Alasan suami memilih peran hanya sebagai saksi karena kurangnya kepercayaan diri atau memang kehadirannya kurang diinginkan oleh istri.
Ketiga peran suami dalam proses persalinan dapat diidentifikasi dari keinginan dan pengetahuan suami tentang peran utamanya sebagai pendamping persalinan. Sikap suami untuk menjadi pendamping persalinan dapat ditunjukkan dengan tindakannya dalam antisipasi persalinan. Suami dapat mempersiapkan sendiri sebelum hari persalinan, seperti mempersiapkan segala kebutuhan selama mendampingi istri di rumah sakit atau tempat bersalin. Suami dapat meminta informasi atau mengajukan pertanyaan kepada dokter, bidan, atau perawat untuk mengatahui apa yang dapat diterima, dipertimbangkan atau ditolak.
2)      Manfaat Pendampingan
Bagi suami yang siap mental mendampingi istrinya selama proses persalinan dapat memberikan manfaat seperti :
a)      Ikut bertanggung jawab mempersiapkan kekuatan mental istri dalam menghadapi persalinan
b)      Memberi rasa tenang dan penguat psikis pada istri
      suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan tenang yang diharapkan istri selama proses persalinan. Ditengah kondisi yang tidak nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan dan semangat untuk mengurangi kecemasan dan ketakutannya.
c)      Selalu ada bila dibutuhkan
Dengan berada di samping istri, suami siap membantu apa saja yang dibutuhkan istri.
d)     Kedekatan emosi suami – istri bertambah
Suami akan melihat sendiri perjuangan hidup dan mati sang istri saat melahirkan anak sehingga membuatnya semakin sayang kepada istrinya.
e)      Menumbuhkan naluri kebapakan
f)       Suami akan lebih menghargai istri
Melihat pengorbanan istri saat persalinan suami akan dapat lebih menghargai istrinya dan menjaga perilakunya. Karena dia akan mengingat bagaimana besarnya pengorbanan istrinya.
g)      Membantu keberhasilan IMD
IMD merupakan Inisiasi Menyusui Dini yang akan digalakkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. IMD akan tercapai dengan adanya dukungan dari suami terhadap istrinya.
h)      Pemenuhan nutisi
Nutrisi ibu saat melahirkan akan terpenuhi karena tugas pendamping adalah memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan tubuh ibu yaitu dengan cara pemberian makan dan minum saat kontraksi rahim ibu mulai melemah.
i)        Membantu mengurangi rasa nyeri saat persalinan
Dengan adanya  pendamping maka akan memberikan rasa nyaman dan aman bagi ibu yang sedang mengalami persalinan karena adanya dukungan dari orang yang paling di sayang sehingga mampu mengurangi rasa sakit dan nyeri yang dialami.
j)        Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.
5.      Faktor Penghambat Peran Pendamping
Bila suami tidak bersedia mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan berkecil hati, mungkin suami tidak tega melihat istrinya kesakitan, jadi jangan paksa suami karena hal ini berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar, pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri terutama jika suami tahu banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluh betapa tertekannya mereka karena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong istrinya. (Lutfiatus Sholilah, 2004).Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama proses persalinan seperti:
a.       Suami tidak siap mental
Umumnya suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istrinya kesakitan atau tidak tahan bila harus melihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin. Faktor penyebab ketakutan dan kecemasan suami terhadap proses persalinan menurut Martin, 2008; Sapkota, Kobayashi & Takase, 2010) diantaranya : 
1)      Takut dengan ancaman kematian istri dan bayinya
2)      Cemas dengan proses persalinan yang penuh tekanan
3)      Kurang keyakinan dan percaya diri menjadi pendamping persalinan
4)      Kurangnya dukungan sosial
b.      Tidak diizinkan pihak RS
Beberapa RS tidak mengizinkan kehadiran pendamping selain petugas medis bagi ibu yang menjalani proses persalinan, baik normal maupun caesar. Beberapa alasan yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu konsentrasi etugas medis yang telah membantu proses persalinan, tempat yang tidak luas dan kesterilan ruang operasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang luar.
c.       Suami sedang dinas
Apabila suami sedang dinas ketempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan untuk pulang untuk menemani istri bersalin tentu istri harus memahami kondisi ini. Walaupun tidak ada suami masih ada anggota keluarga lain seperti ibu yang dapat menemani. Momen persalinan pun dapat di filmkan dalam kamera video, sehingga saat kembali dari dinas suami dapat melihat kelahiran buah hatinya.

3.2. Pemeriksaan dalam secara aseptik, sesuai indikasi dengan memperhatikan hak dan privasi klien
Pemeriksaan dalam adalah tindakan memasukkan tangan ke dalam jalan lahir ibu bersalin untuk memantau perkembangan proses persalinan atau lazim disebut VT (vaginal toucher atau vaginal tousse atau periksa dalam dan sejenisnya) bukanlah sesuatu yang mudah. Selain perlu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, tetapi juga butuh perasaan. Karena jari pemeriksa masuk, maka jari itu tidak boleh dikeluarkan sebelum pemeriksaan dalam selesai.
Tujuan :
  1. Untuk menentukan apakah pasien sudah sungguh-sungguh in partu atau belum.
  2. Untuk menentukan keadaan yang menjadi tolak ukur dari rencana pimpinan persalinan.

    Misalnya:
Seorang primigravida masuk dengan pembukaan 4cm, maka pembukaan lengkap diharapkan sesudah 6 jam.
  1. Untuk menentukan ramalan persalinan dengan lebih tepat.
  2. Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses persalinan sesuai dengan yang diharapkan.
5. Sebagai bagian dalam menegakkan diagnosa kehamilan muda.

Indikasi
  1. Indikasi vaginal toucher pada kasus kehamilan atau persalinan:
1.      Ketuban pecah sedangkan bagian depan masih tinggi.
Kejadian ini mungkin menyebabkan tali pusat menumbung yang harus secepat-cepatnya didiagnosa, maka karena itu diperiksa dengan vaginal toucher (pemeriksaan dalam).
2.      Kita mengharapkan pembukaan lengkap.
Pada keadaan ini kita melakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui apakah persalinan maju menurut rencana waktu dan kalau memang sudah terdapat pembukaan yang lengkap, pimpinan persalinan berubah misalnya pasien diizinkan dan dipimpin untuk mengejan.
3.      Bila ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan misalnya: Karena ibu kurang baik atau keadaan anak yang kurang baik. Untuk menentukan caranya menyelesaikan persalinan perlu melakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu.
4.      Pada saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk menentukan fase persalinan dan diagnosa letak janin.
5.      Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada tidaknya prolapsus bagian kecil janin atau talipusat.
6.      Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu digunakan untuk melakukan evaluasi kapasitas panggul (pelvimetri klinik) dan menentukan apakah ada kelainan pada jalan lahir yang diperkirakan akan dapat mengganggu jalannya proses persalinan pervaginam.

Kontraindikasi
Perdarahan, Hymen intake,  Infeksi vagina, Perdarahan, Plasenta previa, Ketuban pecah dini, Persalinan preterm.
Teknik Melakukan Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks, status ketuban, dan bagian presentasi janin serta station. Sebelum melakukan pemeriksaan dalam sebaiknya seorang bidan mempersiapkan ibu. Informasi yang akan anda kaji sebelum melakukan pemeriksaan dalam:
a. Status gravida
b. Status paritas
c. Usia kehamilan
d. Riwayat perdarahan/perdarahan bercak
e. Riwayat kemungkinan pecah ketuban
Peringatan: jika ketuban pecah dan ibu tidak berada dalam persalinan aktif, jangan lakukan pemeriksaan dalam. Lakukan pemeriksaan spekulum untuk memperoleh cairan ferning dan untuk mengkaji status serviks secara visual.
Persiapan ibu sebelum dilakukan pemeriksaan dalam:
  1. Minta ibu mengosongkan kandung kemih sebelum pemeriksaan
  2. Beritahukan kepada ibu, dengan kata-kata atau istilah yang dapat ia pahami, tentang semua prosedur yang akan anda lakukan dan beritahu semua temuan pemeriksaan kepada ibu. Panggil ibu menggunakan namanya.
  3. Ingatkan ibu terlebih dahulu jika anad aingin memberikan penekanan tambahan atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
  4. Bantu ibu berbaring diranjang pemeriksaan dengan tungkai ditekuk sedemikian rupa sehingga kaki menapak di ranjang atau naik di pijakan kaki. Letakkan tangan diatas abdomen atau disisi tubuhnya sehingga memberikan rasa nyaman dan relaksasi ibu.
  5. Selimui tungkai ibu

  1. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan periksa dalam :
1.      Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian keringkan dengan handuk kering dan bersih.
2.      Minta ibu untuk berkemih dan mencuci area genitalia (jika ibu belum melakukannya) dengan bersih.
3.      Jelaskan pada ibu setiap langkah yang akan dilakukan selama pemeriksaan.
4.      Anjurkan ibu untuk rileks.
5.      Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.

  1. Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam :
1.      Tutupi badan ibu dengan selimut.
2.      Minta ibu berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan (mungkin akan membantu jika ibu menempelkan kedua telapak kakinya satu sama lain).
3.      Gunakan sarung tangan DTT atau steril saat melakukan pemeriksaan.
4.      Gunakan kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT/larutan antiseptic. Basuh labia secara hati-hati, seka dari bagian depan ke belakang untuk menghindarkan kontaminasi feses (tinja).
5.      Periksa genitalia eksterna, perhatikan apakah ada luka atau massa (benjolan) termasuk kondilomata, varikositas vulva atau rectum, atau luka parut diperineum.
  1. Melakukan penilaian terhadap :
1.      Cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah, perdarahan pervaginam atau mekonium.
2.      Jika ada perdarahan pervaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam.
3.      Bila ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika terlihat pewarnaan mekonium, nilai apakah kental atau encer dan periksa DJJ
4.      Jika mekonium encer dan DJJ normal, teruskan memantau DJJ dengan seksama menurut petunjuk pada partograf.
5.      Jika ada tanda-tanda akan terjadi gawat janin, lakukan rujukan segera.
6.      Jika mekonium kental, nilak DJJ dan rujuk segera.
7.      Jika tercium bau busuk, mungkin telah terjadi infeksi.
8.      Dengan hati-hati pilahkan labium majus dengan jari manis dan ibu jari(gunakan tangan periksa).
9.      Masukkan (hati-hati jari telunjuk yang diikuti oleh jari tengah.
10.  Jangan mengeluarkan kedua jari tersebut sampai pemeriksaan selesai dilakukan.
11.  Jika selaput ketuban belum pecah, jangan melakukan tindakan amniotomi(merobeknya). Alasannya amniotomi sebelum waktunya dapat meningkatkanresiko infeksi terhadap ibu dan bayi serta gawat janin.
12.  Nila vagina. Luka parut di vagina mengindikasikan adanya riwayat robekan perineum atau tindakan episiotomy sebelumnya.
13.  Nilai portio uteri : konsistensi (lunak, kaku) dan posisi.
14.  Nilai pembukaan dan penipisan serviks.
15.  Pastikan tali pusat dan atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba pada saat melakukan periksa dalam. Jika teraba maka ikuti langkah-langkah gawat darurat dan segera rujuk.
16.  Nilai penurunan bagian terbawah janin dan tentukan apakah bagian tersebut telah masuk ke dalam rongga panggul.
17.  Jika bagian terbawah adalah kepala, pastikan penunjuknya (Ubun-ubun kecil,ubun-ubun besar atau frontanela magna) dan celah (sutura) digitalis untuk menilai derajat penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah ukuran kepala janin sesuai dengan ukuran jalan lahir.
18.  Lakukan penilaian penurunan kepala terhadap bidang Hodge. Jika bagian terbawah janin adalah bokong, maka lakukan penilaian penurunan bokong sampai dengan SIAS.
19.  Jika pemeriksaan terbawah sudah lengkap, keluarkan kedua jari pemeriksaan (hati-hati), celupkan sarung tangan kedalam larutan untuk dekontaminasi,lapaskan kedua sarung tangan tadi secara terbalik dan rendam dalam larutan dekontaminan selama 10 menit.
20.  Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk yang bersih dan kering.
21.  Bantu ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman.
22.  Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarganya.


            Komplikasi:
Bahaya pemeriksaan dalam (Vaginal Toucher) :
  1. Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat.
  2. Peningkatan resiko terjadinya infeksi.
  3. Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.

3. 3. Menilai Kemajuan Persalinan Dan Penggunaan Partograf.
Partograf merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan dan sangat penting khususnya untuk membuat keputusan klinis selama kala I persalinan.
Kegunaan utama dari partograf adalah :
- Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan memeriksa dilatasi serviks saat pemeriksaan dalam.
- Menentukan apakah persalinan berjalan normal dan mendeteksi dini persalinan lama sehingga bidan dapat membuat deteksi dini mengenai kemungkinan persalinan lama.
Jika digunakan  secara tepat dan konsisten, maka partograf akan membantu penolong persalinan untuk :
1. Mencatat kemajuan persalinan.
2. Mencatat kondisi ibu dan janinnya.
3. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
4. Menggunakan informasi yang tercatat untuk ecara dini mengidentifikasi adanya penyulit.
5. Menggunakan informasi yang ada untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu.
Partograf harus digunakan :
·         Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa ataupun adanya penyulit. Partograf akan membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang disertai dengan penyulit.
·         Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
·         Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, Bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran).
Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Halaman depan partograf mencantumkan :
a.       Informasi tentang ibu
b.      Kondisi janin
c.       Kemajuan persalinan
d.      Jam dan waktu
e.       Kontraksi uterus
f.       Obat-obat dan cairan yang diberikan
g.      Kondisi ibu
h.      Asuhan pengamatan dan keputusan klinik lainnya

Pencatatan selama fase laten persalinan
Kala satu dalam persalinan dibagi menjadi fase laten dan fase aktif yang dibatasi oleh pembukaan serviks :
·         Fase laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm.
·         Fase aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Selama fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus di catat. Hal ini dapat direkm secara terpisah dalam catatan kemajuan persalinan atau pada Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua asuhan dan intervensi harus dicatat.
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu :
·         Denyut Jantung Janin : setiap ½ jam.
·         Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam.
·         Nadi : setiap ½ jam.
·         Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
·         Penurunan : setiap 4 jam.
·         Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam.
·         Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.
Jika ditemui tanda – tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi, harus lebih sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila dalam diagnosis ditetapkan adanya penyulit dalam persalinan. Jika frekuensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam pertama, nilai ulang kesehatan dan kondisi aktual ibu dan bayinya. Bila tidak ada tanda – tanda kegawatan atau penyulit, ibu dipulangkan dan dipesankan untuk kembali jika kontraksinya menjadi teratur dan lebih sering. Jika asuhan dilakukan di rumah, penolong persalinan boleh meninggalkan ibu hanya setelah dipastikan bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan pada ibu dan keluarganya untuk memberitahu penolong persalinan jika terjadi peningkatan frekuensi kontraksi
Pencatatan selama fase aktif persalinan (partograf)
1.      Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai : ‘jam’ pada partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya pecah ketuban.

2.      Keselamatan dan kenyamanan janin
-          Denyut jantung janin
Dengan menggunakan metode seperti yang diuraikan pada bagian Pemeriksaan fisik dalam bab ini, nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda – tanda gawat janin). Setiap kotak pada bagian ini, menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus.
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antaraa garis tebal angka 180 dan 100. Tetapi, penolong sudah harus waspada bila DJJ di bawah 120 atau diatas 160.
-          Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan – temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan lambang – lambang berikut ini :
·         U   : Ketuban utuh (belum pecah)
·         J    : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
·         M  : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
·         D   : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
·         K   : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (“kering”)
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk mengenali tanda – tanda gawat janin selama proses persalinan. Jika ada tanda – tanda gawat janin (denyut jantung janin < 100 atau > 180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke fasilias kesehatan yang sesuai. Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.

-          Molase (penyusupan kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi tulang panggul (CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar – benar terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi tulang panggul, penting sekali untuk tetap memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan tanda – tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin. Catat temuan di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang – lambang berikut ini :
0              : tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi.
1              : tulang – tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2              : tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan
3              : tulang – tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.
3.      Kemajuan persalinan
-     Pembukaan serviks
             Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan fisik dalam bab ini, nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda – tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda ‘X’ harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan – temuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali selama fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan tanda ‘X’ dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).
-     Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
             Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian pemeriksaan fisik di bab ini. Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering jika ada tanda – tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian terbawah atau presentasi janin.
             Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Tapi kadangkala, turunnya bagian terbawah / presentasi janin baru terjadi setelah pembukaan serviks sebesar 7 cm.
             Kata – kata “Turunnya kepala” dan garis tidak terputus dari 0 – 5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda ‘O’ pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika kepala bisa dipalpasi 4/5, tuliskan tanda ‘O’ di nomor 4. hubungkan tanda ‘O’ dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus.
-     Garis waspada dan garis bertindak
             Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll). Pertimbangkan pula adanya tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang mampu menangani penyulit dan kegawatdaruratan obstetri. Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan. Ibu harus tiba di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
4.      Jam dan waktu
-          Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak – kotak yang diberi angka 1 – 16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
-          Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak – kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika pemeriksaan dalam menunjukkan ibu mengalami pembukaan 6 cm pada pukul 15.00, tuliskan tanda ‘X’ di garis waspada yang sesuai dengan angka 6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu yang sesuai pada kotak waktu di bawahnya (kotak ketiga dari kiri).
5.      Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima jalur kotak dengan tulisan “kontraksi per 10 menit” disebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan mengisi angka pada kotak satu kali 10 menit, isi 3 kotak.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan :

 Beri titik – titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik.

Beri garis – garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20 – 40 detik.

Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya lebih dari 40 detik.




































0     1          2             3      
                  

Dalam waktu 30 menit pertama :
·         Dua kontraksi dalam 10 menit
·         Lamanya kurang dari 20 detik

Dalam waktu 30 menit yang ke-lima :
·         Tiga kontraksi dalam waktu 10 menit
·         Lamanya 20 – 40 detik

Dalam waktu 30 menit ke-tujuh :
·         Lima kontraksi dalam 10 menit
·         Lamanya lebih dari 40 detik

INGAT :
1.      Periksa frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap jam selama fase laten dan setiap 30 menit selama fase aktif.
2.      Nilai frekuensi dan lamanya kontraksi selama 10 menit.
3.      Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang sesuai/yang telah ditentukan.
4.      Catat temuan – temuan di kotak yang bersesuaian dengan waktu penilaian.
6.      Obat – obatan dan cairan yang diberikan
-     Oksitosin
      Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.
-     Obat – obatan lain dan cairan IV
      Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/ atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.
7.      Kesehatan dan kenyamanan ibu
-     Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
            Angka disebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
·         Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan. (lebih sering jika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda titik pada kolom waktu yang sesuai (·).
·         Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering jika dianggap akan adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai :         
·         Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika meningkat, atau dianggap adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh dalam kotak yang sesuai.                                        
-     Volume urin, protein atau aseton
      Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan setiap ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urin.

8.      Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan paersalinan.
Asuhan, pengamatan dan / atau keputusan klinik mencakup :
§ Jumlah cairan per oral yang diberikan.
§ Keluhan sakit kepala atau penglihatan kabur.
§ Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (obgin, bidan, dokter umum).
§ Persiapan sebelum melakukan rujukan.
§ Upaya rujukan.
                                                        
Tabel 1  Parameter monitoring persalinan (partograf)
Parameter
Temuan abnormal
Tekanan darah
> 140/90 dengan sedikitnya satu tanda/gejala pre-eklampsia
Temperatur
> 38oC
Nadi
> 100 x/menit
DJJ
< 100 atau > 180 x/menit
Kontraksi
< 3 dalam 10 menit, berlangsung < 40 detik, ketukan di palpasi lemah
Serviks
Partograf melewati garis waspada pada fase aktif
Cairan amnion
Mekonium, darah, bau
Urin
Volume sedikit dan pekat


Pencatatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal – hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan – tindakan yang dilakukan sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai Catatan Persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan kala IV untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu, catatan persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan untuk menilai / memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang bersih dan aman.
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur – unsur berikut :
a.      Data dasar
b.      Kala I
c.       Kala II
d.      Kala III
e.       Bayi baru lahir
f.       Kala IV
Cara pengisian :
Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap pemeriksaan, lembar partograf ini diisi setelah seluruh prose persalinan selesai. Adapun cara pengisian catatan persalinan pada lembar belakang partograf secara lebih terinci disampaikan menurut unsur – unsurnya sebagai berikut :
A.    Data Dasar
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat rujukan dan pendamping pada saat merujuk. Isi data pada masing – masing tempat yang telah disediakan, atau dengan cara memberi tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 5, lingkari jawaban yang sesuai dan untuk pertanyaan nomor 8 jawaban bisa lebih dari satu.


Data dasar adalah yang perlu dipenuhi adalah sebagai berikut:

  1. Tanggal : .............................................................................................................
  2. Nama Bidan : ....................................................................................................
  3. Tempat persalinan : ..........................................................................................
                Rumah ibu                                            Puskesmas
                Polindes                                                 Rumah sakit
                Klinik swasta                                        Lainnya .......................................
  1. Alamat tempat persalinan :                     
  2. Catatan :     rujuk, kala : I / II / III / IV
  3. Alasan merujuk : ...............................................................................................
  4. Tempat rujukan : ..............................................................................................
  5. Pendamping saat merujuk :
                Bidan                                                     Teman
                Suami                                                    Dukun
                Keluarga                                                Tidak ada
 
 











B.     Kala I
Kala I terdiei dari pertanyaan – pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada, masalah – masalah yang dihadapi, penatalaksanaannya, dan hasil penatalaksanaan tersebut. Untuk pertanyaan nomor 9, lingkari jawaban yang sesuai. Pertanyaan lainnya hanya diisi jika terdapat masalah lainnya dalam persalinan.



9. Partograf melewati garis waspada : Y / T
10. Masalah lain, sebutkan: ………………………………………….
11. Penatalaksanaan masalah tsb: ……………………………………
12. Hasilnya: ........................................................................................
 
 




C.    Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalh penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. Beri tanda “Ö” pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 13, jika jawabannya “Ya”, tulis indikasinya sedangkan untuk nomor 15 dan 16 jika jawabannya “Ya”, isi jenis tindakan yang telah dilakukan. Untuk pertanyaan nomor 14, jawaban bisa lebih dari 1. sedangkan untuk ‘masalah lain’ hanya diisi apabila terdapat masalah lain pada Kala II.








13. Episiotomi : .....................................................................................................................
        Ya, Indikasi ...................................................................................................................
        Tidak
14. Pendamping saat persalinan
        Suami                                                                      Dukun
        Keluarga                                                                  Tidak ada
        Teman
15. Gawat janin
        Ya, tindakan yang dilakukan
        a. ...................................................................................................................................
        b. ...................................................................................................................................
          Tidak
        Pemeriksaan DJJ setiap 5-10 menit selama kala II, hasilnya, ........................................
16. Distosia bahu
        Ya, tindakan yang dilakukan
        a. ...................................................................................................................................
        b. ...................................................................................................................................
        c. ...................................................................................................................................
          Tidak
17. Masalah lain, sebutkan ....................................................................................................
18. Penatalaksanan masalah tersebut .....................................................................................
19. Hasilnya ..........................................................................................................................
 
 













D.    Kala III
Kala II terdiri dari lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta tidak lahir > 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah penyerta, pentalaksanaan dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk nomor 25,26 dan 28 lingkari jawaban yang benar.


20. lama kala III : .................................................................................................. menit
21. Pemberian oksitosin 10 U IM?
        Ya, Waktu : ...........................................................menit sesudah persalinan
         Tidak, alasan ................................................................................................
22. Pemberian ulang oksitosin (2x)?
        Ya, alasan ......................................................................................................
        Tidak
23. Penegangan tali pusat terkendali?
        Ya
        Tidak, alasan
24. Masase fundus uteri?
        Ya
        Tidak, alasan .................................................................................................
25. Plasenta lahir lengkap (intact) : Ya / Tidak
        Jika tidak lengkap, tindakan yang dilakukan:
        a. ...................................................................................................................
        b. ...................................................................................................................
26. Plasenta tidak lahir >30 m3nit : Ya / tidak
        Ya, tindakan :
        a. ...................................................................................................................
        b. ...................................................................................................................
        c. ...................................................................................................................
27. Laserasi :
        Ya, dimana ....................................................................................................
        Tidak
28. Jika laserasi perineum, derajat: 1 / 2 / 3 / 4
        Tindakan :
          Penjahitan, dengan / tanpa anastesi
          Tidak dijahit, alasan : ...................................................................................
29. Atonia uteri :
        Ya, tindakan :
        a. ...................................................................................................................
        b. ...................................................................................................................
        c. ...................................................................................................................
         Tidak
30. Jumlah perdarahan : ........................................................................................ ml
31. Masalah lain, sebutkan ....................................................................................
32. Penatalaksanaan masalah tersebut : .................................................................
        .......................................................................................................................
33. Hasilnya : ........................................................................................................
 
 






















E.     Bayi baru lahir
Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dari berat dan panjang badan, jenis kelamin, penilaian kondisi bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan terpilih dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 36 dan 37, lingkari jawaban yang sesuai sedangkan untuk nomor 38, jawaban bisa lebih dari satu.


34. Berat Badan ……………………gram
35. Panjang ………………………..cm
36. Jenis Kelamin : L / P
37. Penilaian bayi baru lahir : baik / ada penyulit
38. Bayi lahir :
                Normal, tindakan
                                Menghangatkan
                                Isap lendir
                                Mengeringkan
                                Selimuti bayi dan tempatkan disisi ibu
                                Tindakan pencegahan infeksi mata (salep mata tetrasiklin), pemberian Vit.K, dan imunisasi Hepatitis β
                Asfiksia ringan/pucat/biru/lemas, tindakan :
                                Menghangatkan
                                Bebaskan jalan nafas
                                Mengeringkan
                                Rangsangan taktil
                                Bungkus bayi dan tempatkan disisi ibu
Lain-lain, sebutkan ...............................................
                                Cacat bawaan, sebutkan : ..........................................
39. Pemberian ASI
       Ya, Waktu:.............................. jam setelah bayi lahir
       Tidak, alasan : ............................................................
40. Masalah lain, sebutkan:..........................................................
 
 















F.     Kala IV
Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai apakah terdapat risiko atau terjadi perdarahan pascapersalinan. Pengisian pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil pemeriksaan dan jawab pertanyaan mengenai masalah kala IV pada tempat yang telah disediakan. Bagian yang digelapkan tidak usah diisi


Jam Ke
Waktu
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Tinggi Fundus Uteri
Kontraksi uterus
Kandung kemih
Pendarahan
1
































2
















Masalah kala IV : ……………………………………………………………………………………….
Penatalaksanaan masalah tersebut : …………………………………………………………………….
Hasilnya : ……………………………………………………………………………………………….
 
 






Cara pengisian :
Berbeda dengan halaman depan yang harus di isi pada akhir setiap pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah seluruh proses persalinan selesai.
Pencatatan rutin adalah penting karena :
·         Dapat digunakan sebagai alat bantu untuk membuat keputusan klinik dan mengevaluasi apakah asuhan atau perawatan sudah sesuai dan efektif, mengidentifikasi kesenjangan pada asuhan yang diberikan dan untuk membuat perubahan dan peningkatan pada rencana asuhan perawatan.
·         Dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan proses membuat keputusan klinik. Dari aspek metode keperawatan, informasi tentang interfensi atau asuhan yang bermanfaat dapat dibagikan atau diteruskan kepada tenaga kesehatan lainnya.
·         Merupakan catatan permanen tentang asuhan, perawatan dan obat yang diberikan.
·         Dapat dibagikandiantara penolong persalinan. Hal ini menjadi penting jika ternyata rujukan memang diperlukan karena hal ini berarti lebih dari satu penolong persalinan akan memberikan perhatian dan asuhan pada ibu atau bayi baru lahir
·         Dapat mempermudah kelangsungan asuhan dari satu kunjungan ke kunjungan berikutnya, dari satu penolong persalinan dan penolong persalinan lainnya, atau dari seorang penolong persalinan ke fasilitas kesehatan lainnya. Melalui pencatatan rutin, penolong persalinan akan mendapat informasi yang relevan dari setiap ibu atau bayi baru lahir yang diasuhnya
·         Dapat digunakan untuk penelitian atau studi kasus
·         Diperlukan untuk memberi masukkan data statistik nasional dan daerah, termasuk catatan kematian dan kesakitan ibu/bayi baru lahir.

3.4. Posisi dan gerakan yang aman dan nyaman selama persalinan
1. Posisi Berbaring Miring
Posisi ini mengharuskan ibu berbaring kekiri atau kekanan. Salah satu kaki diangkat, sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi yang akrab disebut posisi lateral ini, umumnya dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat.
      Normalnya, posisi ubun – ubun bayi berada didepan jalan lahir. Posisi kepala bayi dikatakan tidak normal jika posisi ubun – ubunnya berada dibelakang atau disamping. Dalam kondisi tersebut biasanya dokter akan mengarahkan ibu untuk mengambil posisi miring. Kearah mana posisi ibu tergantung pada dimana letak ubun – ubun bayi. Jika berada dikiri, maka ibu dianjurkan mengambil posisi miring kekiri sehingga bayi diharapkan bisa memutar. Demikian pula sebaliknya.

Keuntungan dari posisi ini adalah        
a. Peredaran darah balik ibu bisa berjalan lancar. Pengiriman oksigen dalam darah dari ibu kejanin melalui plasenta juga tidak terganggu.
b.   Kontraksi uterus akan lebih efektif
c.   Memudahkan bidan dalam memberikan pertolongan persalinan
d.   Karena tidak terlalu menekan, proses pembukaan akan berlangsung secara perlahan – lahan sehingga persalinan berlangsung lebih nyaman.
Kerugiannya :
a.   Memerlukan bantuan untuk memegangi paha kanan ibu.
       
2.   Jongkok
      Posisi ini sudah dikenal sebagai posisi bersalin yang alami.


Keuntungannya :
a.   Memperluas rongga panggul, diameter transversa bertambah 1 cm dan diameter antero posterior bertambah 2cm.
b.   Proses persalinan lebih mudah
c.   Posisi ini menggunakan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi
d.   Mengurangi trauma pada perineum

Kekurangannya :
Berpeluang kepala bayi cedera. Soalnya tubuh bayi yang berada dijalan lahir bisa meluncur sedemikian cepat. Untuk menghindari cedera, biasanya ibu berjongkok diatas bantalan empuk yang berguna menahan kepala bayi.
     
3.   Merangkak
                                                    Pada posisi ini Ibu merebahkan badan dengan posisi merangkak, kedua tangan menyanggah tubuh, kedua kaki ditekuk dan dibuka.
Keuntungannya :
a.   Posisi merangkak seringkali merupakan posisi yang paling baik bagi ibu yang mengalami nyeri punggung saat persalinan.
b.   Dapat mengurangi rasa sakit
c.   Mengurangi keluhan haemorid

4.   Semi duduk
                                                    Posisi ini merupakan posisi yang paling umum diterapkan di RS / RSB disegenap penjuru tanah air. Pada posisi ini. Pasien duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka kearah samping. Posisi ini cukup membuat ibu nyaman.
Keuntungannya :
Memudahkan melahirkan kepala bayi.

Kekurangannya :
Titik berat pada tulang sakrum sehingga tulang koksigis akan terdorong kedepan yang akan menyebabkan rongga menjadi lebih sempit

5.   Duduk
      Pada posisi ini duduklah diatas tempat tidur disangga beberapa bantal atau bersandarlah pada tubuh suami. Kedua kaki ibu ditekuk dan dibuka, tangan ibu memegang lutut, tangan suami membantu memegang perut ibu.
Keuntungannya :
a.       Posisi ini memanfaatkan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi.
b.      Memberi kesempatan untuk istirahat diantara dua kontraksi.
c.       Memudahkan melahirkan kepala bayi

      Beberapa factor yang perlu diperhatikan  dalam memilih posisi persalinan :
-     Keamanan
Posisi persalinan yang baik idealnya tidak menimbulkan cedera. Kalaupun ada factor penyulit yang memungkinkan cedera pada ibu maupun bayinya, paling tidak peluang tersebut diminimalkan. Cedera yang umumnya terjadi pada ibu antara lain robeknya rahim, perdarahan hebat dan robekan jalan lahir. Sedangkan trauma pada bayi diantaranya trauma kepala, patah kaki atau patah tangan.
-     Kenyamanan
      Tak bisa dipungkiri, persalinan adalah kerja keras dan perjuangan bagi ibu maupun tim medis yang menanganinya. Itulah sebabnya si ibu berhak mendapat pelayanan terbaik, termasuk tempat bersalin yang nyaman. Tempat tidur dan segala keperluannya haruslah memenuhi standar higienis guna meminimalkan risiko bayi maupun ibu terkena infeksi.
-     Bantuan Medis
Apapun posisi persalinan yang dipilih, prosesnya haruslah dibantu oleh tim medis yang ahli dan terlatih. Dokter, bidan, maupun dokter anak serta para suster yang membantu harus benar – benar memehami tugasnya memimpin dan mendampingi ibu menjalani proses persalinan. Dengan demikian risiko terjadinya cedera bisa diminimalkan.  
Pengaturan posisi melibatkan juga penempatan bantal,wanita bersalin memerlukan bantal di bawah kepalanya,hal ini dapat meningkatkan relaksasi,mengurangi tekanan otot dan mengeliminasi titik-titik takanan.bebera[pa hal di bawah ini juga dapat mengurangi rasa nyeri pada ibu,diantaranya adalah ;
-   Anjurkan ibu untuk mencoba posisi posisi yang nyaman bagi dirinya
- Ibu boleh berjalan,berdiri,duduk atau jongkok,berbaring miring atau merangkak.
-    Jangan menempatkan ibu pada posisi terlentang→supine hypotensi sindrome
  1. Relaksasi dan latihan pernapasan
Bernapas dalam dengan cara releks sewaktu ada his dengan cara meminta ibu untuk menarik napas panjang,tahan napas sebentar kemudian dilepaskan dengan cara meniup sewaktru ada his, tetapi hal tersebut sudah tidak dianjurkan lagi sekarng ibu diajurkan untuk bernafas seperti biasa dan meneran pad saat ibu merasakan dorongan.
  1. Usapan di punggung / abdominal
Jika ibu suka,lakukan pijatan / masase dipunggung atau mengusap perut dengan lembut
Hal ini dapat memberikan dukungan dan kenyamanan pada ibu bersalin sehingga akan mengurangi rasa sakit
  1. Pengosongan kandung kemih
Sarankan ibu untuk sesering mungkin untuk berkemih.Kandung kemih yang kosong akan menyebabkan nyeri pada bagian abdominal juga menyebabkan sulit turunnya bagian terendah dari janin
Metode pengendalian nyeri persalinan dengan  farmakologis
§  Penggunaan sedativa misalnya golongan barbiturate.
§  Opioids misalnya morphin.

2. Penerimaan Terhadap Kelakuan dan Tingkah Lakunya
Penerimaan akan tingkah lakunya dan sikap juga kepercayaannya,apapun yang dia lakukan merupakan hal terbaik yang mampu dia lakukan pada saat itu.
Biarkan sikap dan tingkah lakunya,pada beberapa ibu mungkin berteriak pada puncak kontraksi dan ada pula yang berusaha untuk diam ada juga yang menangis.Itu semua merupakan tingkah laku yang pada saat itu hanya dapat dilakukannya.Sebagai seorang bidan yang dapat dilakukan adalah hanya menyemangatinya dan bukan memarahinya.
       Persalinan dan kalahiran merupakan hal yang fisiologis namun banyak wanita yang tidak siap untuk menghadapi persalinannya. Wanita biasanya membutuhkan perhatian lebih dari suaminya dan keluarganya bahkan bidan sebagai penolong persalinan.
     Asuhan yang harus diberikan adalah selain pemberian dukungan mental juga penjelasan kepada ibu bahwa rasa sakit yang ia alami selama persalinan merupakan suatu proses yang harus dilalui dan diharapkan ibu tenang menghadapi persalinan.

3. Informasi dan Kepastian tentang Hasil Persalinan yang Aman
Setiap ibu membutuhkan informasi tentang kemajuan persalinanya sehingga mampu mengambil keputusan dan ia perlu diyakinkan bahwa kemajuan persalinannya normal. Kami menyadari bahwa kata-kata mempunyai pengaruh yang sangat kuat, baik positif maupun negatif.
Setiap ibu bersalin selalu ingin mengetahui apa yang terjadi pada tubuhnya
-          Penjelasan tentang proses dan perkembangan persalinan.wanita yang telah siap mempunyai anak biasanya mengetahui proses-proses persalinan dan merasa ingin diinformasikan mengenai perkembangannya.saedangkan pada ibu yang belum siap biasanya mereka ingin mengetahiu apa saja yang sedang terjadi dalam tubuhnya
-          Jelaskan semua hasil pemeriksaan.Semua hasil pemeriksaan harus dijelaskan pada ibu tersebut,hal ini akan mengurangi kebingungan pada ibu.dan ingat setiap tindakan yang akan kita lakukan harus memperoleh persetujuan sebelum melakukan prosedur
-          Pengurangan rasa takut akan menurunkan nyeri akibat ketegangan dari rasa takut.
-          Penjelasan tentang prosedur dan adanya pembatasan.hal ini memungkinkan ibu bersalin merasa aman dan dapat mengatasinya secara epektif.Ibu tersebut haruslah menyadari prosedur tersebut sebagai salah satu yang dia perlukan dan yang akan membentunya dan juga tentang keterbatasan prosedur tersebut.

3.5 Pemenuhan nutrisi dan hidrasi dalam persalinan
Cairan dan Makanan
Sayangnya, kebijakan nothing by month/NPO (Tidak memberikan apa pun per oral) saat persalinan,dilaksanakan secara rutin banyak dirumah sakit. Praktik ini dicanangkan pada tahun 1946 saat dijelaskan bahwa aspirasi isi asam lambung merupakan penyebab moriditas dan mortalitas ibu. Walaupun resiko aspirasi telah menurun drastis sejak tahun 1940-an,keharusan berpuasa bagi ibu bersalin merupakan praktik yang terus berlangsung dibanyak rumah sakit saat ini. Pertimbangkan hal-hal berikut ini.

·         Aspirasi saat anastesi umum pada pelahiran operatif secara langsung terkait dengan intubasi yang sulit, terlepas dari asupan oral pasien.
·         Para ahli anastesi sepakat bahwa manajemen anastesi dibawah standar merupakan penyebab utama aspirasi paru
·         Status NPO menyebabkan peningkatan keasaman lambung.
·         Anastesia regional memiliki pengaruh yang kecil terhadap waktu pengosongan lambung dan sangat menurunkan resiko pneumonia aspirasi.
·         Anastesia regional tepat digunakan pada sebagian besar pelahiran sesaria darurat.
·         Pemberian cairan intravena (IV) rutin dapat menyebabkan kelebihan cairan,hiperglikemia pada janin, dan hipoglikemia pada bayi baru lahir, serta dapat mengubah kadar natrium plasma
·         Hidrasi dan kebutuhan energi pada ibu bersalin sama seperti kebutuhan seorang atlet yang sedang berkompetensi. Kekurangan makanan dan cairan dapat secara langsung mempengaruhi kemajuan persalinan dan hasilnya.
·         Pada tahun 1999, American Society of anesthesiologists merevisi rekomendasi mereka mengenai asupan oral pada persalinan. Cairan bening yang direkomendasikan meliputi air putih, jus tanpa daging buah, minuman berkarbonasi, teh dan kopi encer, gelatin bercita rasa, es buah, es loli dan kaldu. Mereka merekomendasikan pembatasan berdasarkan kasus demi kasus pada ibu yang mungkin mengalami peningkatan resiko aspirasi.

Ibu harus diberi tahu mengenai resiko aspirasi yang kecil tetapi serius terkait dengan asupan oral saat persalinan. Harus dijelaskan bahwa resiko aspirasi disebabkan anastesia dan bahwa jika persalinan menyimpang dari normal, ibu mungkin diminta menahan diri untuk tidak menerima asupan oral lebih lanjut.
Akan sangat baik jika menu harian Ibu di trimester akhir kehamilan, diselingi makanan ringan setiap 1 jam sekali untuk menambah energi.
Ibu tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperoleh kesimpulan bahwa :
a.      Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin.
b.      Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk melarang makan dan minum.
c.       Efek mengurangi/mencegah  makan dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negative terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum. Ha ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larence 1982, Tamow-mordi Starw dkk 1981, Ruter Spence dkk 1980, Lucas 1980

Makanan Penambah Eneregi
Menurut jurnal bertajuk "Restricting oral fluid and food intake during labor" yang dirilis oleh Cochrane Database of Systematic Reviews. Berikut adalah daftar makanan yang mampu menambah energi Ibu dengan optimal, antara lain:
- Roti
- Kentang
- Pasta
- Buah kering
- Pisang
- Sereal
- Sup
- Yoghurt dengan kadar lemak rendah.

Berikut adalah makanan yang perlu Ibu hindari saat menjelang persalinan, antara lain:
- Buah yang asam seperti jeruk atau anggur
- Makanan yang terlalu manis

Minuman Penambah Energi
Selain makanan yang mengandung kadar energi tinggi, saat menjelang melahirkan Ibu juga membutuhkan minuman yang mampu menambah energi. Pada masa ini Ibu juga akan cepat merasa haus, karena fase-fase melahirkan akan membuat Ibu mengeluarkan banyak cairan.
Pastikan Ibu cukup mengonsumsi cairan, agar Ibu tidak. Ibu bisa mengonsumsi jus buah seperti apel atau mangga yang segar atau meminum secangkir teh herbal dengan madu juga bisa membuat Ibu tenang dan mengembalikan energi yang hilang.
Hindari minuman bersoda, jus jeruk, atau anggur karena mengandung asam yang akan dapat menggangu kesehatan Ibu. Konsultasikan pada dokter makanan atau minuman apa yang aman untuk Ibu konsumsi. Apa yang Ibu konsumsi juga akan menjadi asupan bagi janin di dalam kandungan Ibu. Berikan nutrisi optimal untuk kesehatan dan perkembangan janin.

3.6. Pengaturan nafas dalam kala II persalinan
Memulai teknik pernapasan
Teknik ini dilakukan hanya saat kontraksi. Istirahat dan tidur diantara kontraksi merupakan hal yang penting. Instruksikan ibu bersalin untuk melakukan tindakan berikut.
·         Perkirakan posisi yang nyaman.
·         Upayakan untuk mempertahankan kondisi relaks selama kontraksi.
·         Konsentrasi pada satu titik fokus saat melakukan teknik pernapasan (misalnya, gambar yang indah, kancing pada kemeja seseorang)
·         Mulai dan akhiri tiap teknik pernapasan dengan cleansing breath. Cleansing breath ini, secara sederhana, adalah bernapas cepat yang dalam, seperti mendesah keras. Inhlasi melalui hidung,ekhalasi melalui bibir yang sedikit mencucu.
Setiap ibu yang memulai persalinan harus diajarkan teknik sederhana untuk mengahadapi persalinan. Penggunaan pola pernapasan khusus saat kontraksi persalinan memiliki dua tujuan :
1. Membantu ibu untuk relaks dengan mengalihkan pikiran ibu dengan kontraksi hebat, dan
2.   Memasukkan asupan oksigen yang stabil dan adekuat.

Pernapasan dada lambat (Teknik Lamaze : pernapasan pacu lambat)
        Teknik ini  dapat digunakan pada persalinan awal dan selama ibu merasa nyaman dengan tekhnik ini. Bagi sebagian ibu,teknik ini dapat digunakan disepanjang kala I persalinan.
1.      Lakukan cleansing bearth segera setelah kontraksi dimulai.
2.      Bernapas dengan perlahan dan dalam melalui hidung dan keluarkan melalui mulut dengan bibir mencucu atau melalui hidung selama durasi kontraksi.
3.      Pertahankan kecepatan yang stabil sekitar 6 sampai 9 kali napas selama kontraksi 60 detik (cleansing bearth tidak dihitung)
4.      Gunakan titik fokus secara menyeluruh
5.      Akhiri kontraksi dengan cleansing bearth
Teknik ini dianjurkan untuk digunakan pada fase awal dan fase aktif persalinan hingga fase transisi. Akan tetapi, sebagian ibu menggunakan titik fokus ini disepanjang persalinan.
Selain itu, ibu dapat meningkatkan frekuensi pernapasan secara bertahap serta kemajuan persalinan menguat. Hal ini mungkin bekerja dengan baik untuk ibu selama kemajuan persalinan tidak berlangsung cepat.


Eflurasi
Teknik ini adalah masase ringan pada abdomen dengan menggunakan ujung-ujung jari. Teknik ini dapat dilakukan bersama dengan teknik pernapasan saat kontraksi.
1.      Dimulai pada tulang pubis, gerakkan tangan dengan perlahan ke atas ke bagian samping abdomen dalam usapan sirkular yang melebar.
2.      Saat ekshalasi,gerakan ujung-ujung jari turun ke bagian tengah abdomen.
3.      Eflurasi dapat dilakukan dengan satu tangan jika ibu berbaring miring.

Pant-Blow Breathing /pernapasan variabel (Teknik Lamaze:pernapasan pacu dan berpola)
1.      Mulai dengan cleansing breath.
2.      Tarik napas dangkal sebanyak empat kali melalui mulut,buat suara ”hee” atau ”heh”ekshalasi ditekankan untuk memberikan irama pada pernapasan ini.
3.      Keluarkan napas melalui mulut sebanyak satu kali saat bagian akhir empat kali napas dangkal. Napas yang dikeluarkan (blow) harus merupakan embusan pendek,bukan ekshalasi yang panjang.
4.      Pertahankan irama napas tetap sama dan stabil. Frekuensi napas tidak boleh lebih dari 1 kali napas per detik.
5.      Irama napas ini dapat bervariasi mulai dari dua kali napas dangkal dan satu kali embusan,atau bahkan enam kali napas dangkal dan satu kali embusan. Gunakan irama mana saja yang paling nyaman menurut ibu.
6.      Lakukan cleansing breath di akhir kontraksi.
7.      Eflurasi bisanya tidak digunakan bersama dengan teknik ini.
      Teknik ini merupakan teknik yang efektif untuk digunakan saat kontraksi yang kuat berlangsung dan terutama dianjurkan saat fase transisi persalinan ketika dilatasi serviks sebesar 7 sampai 10 cm. Akan tetapi,sebagian ibu mungkin ingin untuk mulai menggunakan teknik ini lebih awal,khususnya ibu yang mengalami dorongan untuk mengejan lebih awal atau ibu yang mengalami persalinan cepat.  

 Teknik mengejan Fisiologis (Glotis Terbuka)
 Motivasi ibu untuk melakukan tindakan berikut.
1.      Tetapkan posisi yang dipilih
2.      Lakukan cleansing breath sebanyak dua kali
3.      Ambil napas dalam secara perlahan dan mulai embuskan napas perlahan melalui bibir yang sedikit mencucu
4.      Embuskan napas secara perlahan selama 4 sampai 6 detik. Bunyi dengkur dapat terjadi pada akhir ekshalasi. Hal ini baik dan memberikan upaya yang efektif dalam mengejan. Ingat untuk menjaga otot perineum relaks.
5.      Lakukan cleansing breath sebanyak satu kali diakhir kontraksi dan relaks.
Teknik menahan napas harus dihindari!!

Melawan dorongan untuk mengejan
Metode ini dapat digunakan sebelum kala dua agar tercipta tekanan panggul/rektum yang intensif atau saat kala dua ketika kepala janin crowning. Mengejan yang tidak terlalu kuat dapat membantu pelahiran kepala secara perlahan dan mencegah robekan dan/atau kebutuhan akan episiotomi.
Embuskan napas dengan ekshalasi pendek dan kuat. Udara dihirup dengan jumlah yang sama setelah setiap ekshalasi. Hati-hati agar tindakan ini tidak dilakukan terlalu cepat karena dapat menyebabkan pusing dan mati rasa pada jari dan bibir akibat hiperventilasi. Tindakan ini kadang kala disebut  ”meniup bulu unggas” (feather blowing).
Kadang kala dorongan untuk mengejan terjadi sangat dini. Jika dilatasi serviks belum mendekati 9 atau 10 cm,mengejan hanya akan melelahkan ibu, untuk mengejan,diafragma diatur  dan napas ditahan. Upaya menghembuskan napas yang berulang kali membantu melawan kecenderungan untuk mengejan terlalu dini. Teknik ini hanya digunakan saat kontraksi ketika dorongan untuk mengejan terasa. 

3.7. Episiotomi sesuai indikasi
Episiotomi, dalam arti sempit adalah insisi pudenda. Perineotomi adalah insisi perineum. Tetapi dalam bahasa biasa episiotomi sering sama digunakan dengan perineotomi. Dengan kata lain episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina. Pada persalinan episiotomi bukan merupakan tindakan rutin.
Alasan mengapa episiotomi bukan merupakan tindakan rutin:
1.      Perineum dapat dipersiapkan untuk persalinan melalui latihan kegel dan pijatan pada periode prenatal. Latihan kegel pada periode pasca partum dapat memprbaiki tonus otot-otot perineum.
2.      Robekan dapat terjadi meskipun telah dilakukan episiotomi
3.      Nyeri dan rasa tidak nyaman akibat episiotomi dapat menghambat interaksi ibu-anak dan dimulai kembalinya hubungan seksual orang tua.
Oleh karena alasan diatas maka episiotomi hanya dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu yaitu:
1.      Gawat janin
2.      Persalinan pervaginam dengan penyulit (sungsang, distosia bahu, ekstraksi forceps, ekstraksi vakum, bayi besar, presentasi muka, dll)
3.      Jaringan parut pada perineum atau vagina yang menghalangi kemajuan persalinan.
Manfaat episiotomi:
1.      Mencegah robekan perineum derajat tiga, terutama sekali dimana sebelumnya ada laserasi yang luas di dasar panggul. Insisi yang bersih dan dilakukan pada posisi yang benar akan lebih cepat sembuh dari pada robekan yang tidak teratur.
  1. Menjaga uretra dan klitoris dari trauma yang luas. Kemungkinan mengurangi regangan otot penyangga kandung kemih atau rektum yang terlalu kuat dan berkepanjangan, yang dikemudian hari menyebabkan inkontinensia urine dan prolaps vagina.
3.      Mengurangi lama kala II yang mungkin penting terhadap kondisi ibu atau keadaan janin (fetal distress)
4.      Memeperbesar vagina jika diperlukan manipulasi untuk melahirkan bayi, contohnya pada presentasi bokong atau pada persalinan dengan forcep.
  1. Mengurangi risiko luka intrakanial pada bayi premature.4

Pada saat tindakan episiotomi mungkin diperlukan pada keadaan yang pasti, beberapa kerugian yang harus kita ingat :
§  Dapat menyebabkan nyeri masa nifas yang tidak perlu, sering membutuhkan penggunaan analgesik
§  Menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri karena insisi episiotomi dan penjahitan, pada saat berbaring dan duduk di tempat tidur, bisa menyebabkan insomnia dan menggangu kemampuan ibu untuk berinteraksi dengan bayinya pada minggu pertama dan menganggu ibu untuk menyusui bayinya. Banyak wanita juga mengalami nyeri pada saat duduk di kursi dan pada saat berjalan. Nyeri bisa menyebabkan kesulitan pada saat BAK.
§  Nyeri dan ketidaknyamanan dapat berlangsung lama sampai beberapa minggu atau satu bulan postpartum.
§  Terjadi perdarahan dan jarang dalam hal ini merupakan  perdarahan hebat
§  Insisi dapat bertambah panjang jika persalinan tidak terkontrol atau jika insisi tidak adekuat/tidak dilakukan dengan baik.
§  Selalu ada risiko terjadi infeksi, terutama bila berdekatan dengan anus.
§  Dyspareunia dan ketakutan untuk memulai hubungan seksual, dan mungkin berlanjut sampai beberapa bulan setelah melahirkan.

Waktu dilaksanakannya episiotomi:
Jika episiotomi dilakukan terlalu cepat dan tidak berdasar pada keperluan, perdarahan dari luka insisi mungkin banyak antara jeda waktu episiotomi dan pelahiran. Jika episiotomi terlambat dilakukan, laserasi tidak akan terhindar lagi. Lazimnya episiotomi dilakukan saat kepala terlihat 3-4cm di intoitus vagina selama kontraksi.

Jenis episiotomi yang ditentuka berdsarkan letak dan arah insisi
1.      Episiotomi mediolateralis
Episiotomi mediolateralis merupakan insisi pada perineum kearah bawah tetapi menjauhi rektum, dapat kearah kanan atu kiri tergantung tangan yang dominan yang digunakan oleh penolong. Episiotomi mediolateralis memotong sampai titik tendineus pusat perineum , melewati bulbokavernosus dan otot-otot transversus perinei supervisialis dan profunda, dan ke dalam otot pubokoksigeus (levator ani). Berapa banyak otot pubokoksigeus yang dipotong tergantung pada panjang dan kedalaman insisi. Pada episiotomi mediolateralis penolong diharapkan agar berhati-hati untuk memulai potongan pada aspek latera  fourchete tau mengarahkan potongan terlalu jauh ke sisi lateral sebagai upaya menghindari kelenjar bartholin di sisi tersebut.
Episiotomi mediolateral paling sering digunakan karena relatif lebih aman untuk mencegah perluasan ruptur perineum kearah derajat 3 dan 4. Pada episiotomi ini kehilangan darah akan lebih banyak dan perbaikan lebih sulit dan lebih nyeri dibandingkan denga episiotomi median.
2.      Episiotomi median
Merupakan insisi pada garis tengah perineum ke arah rektum, yaitu ke arah titik tendensius perineum, memisahkan dua sisi otot perineum bulbokavernosus dan otot tranversus perinei prounda juga dapat dipisahkan, bergantung pada kedalaman insisi.
Episiotomi ini efektif, mudah diperbaiki dan biasanya nyri timbul lebih ringan. Kadang-kadang juga dapat terjadi perluasanruptur perineum ke derajat 3 dan 4 namun penyembuhan primer dan perbaikan (jahitan) yang baik akan memulihkan tonus sfingter.








 


























 













Tabel karakteristik episiotomi median dan mediolateral
Karakteristik
Tipe episiotomi
Mediana
Mediolateral
Perbaikan secara bedah
Mudah
Lebih sulit
Penyembuhan yang tidak sempurna
Jarang
Lebih sering
Nyeri pascaoperasi
Minimal
Lazim
Hasil anatomi
Sangat baik
Kadang tidak sempurna
Kehilangan darah
Kurang
Banyak
Dispareuni
Jarang
Kadang-kadang
Pelebaran
Sering
Tidak lazim


Persiapan dalam melakukan episiotomi
1.      Mempertimbangkan indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan bahwa episiotomi itu penting dilakukan untuk keselamatan dan kenyamanan ibu dan bayi
2.      Pastikan semua bahan dan perlengkapan yang diperlukan sudah tersedia dan dalam keadaan desinfeksi tingkat tinggi dan steril
3.      Gunakan teknik aseptik setiap saat. Gunakan sarung tangan DTT atau steril
4.      Jelaskan pada ibu tindakan yang akan dilakukan serta jelaskan secara rasional alasan diperlukan tindakan episiotomi.
Dalam melaksanakan episiotomi, berikan anastesi lokal secara dini agar obat tersebut memiliki cukup waktu untuk memberikan efek sebelum dilakukan episiotomi. Pada episiotomi diberikan anastesi karena episiotomi adalah tindakan yang menimbulkan rasa sakit dan memberikan anastesi lokal merupakan bagian dari asuhan sayang ibu.
Memberikan anastesi lokal:
1.      Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa rileks
2.      Hisap 10ml larutan lidokain 1% tanpa epineprin ke dala tabung suntik steril ukuran 10ml (tabung suntik yang lebih besar juga dapat digunakan,jika diperlukan). Jika lidokain 1% tidak tersedia, larutkan 1 bagian lidokain 2% dengan 1 bagian cairan garam fisiologis atau air distilasi steril, sebagai contoh larutkan 5ml lidokain dalam 5 ml cairan garam fisiologis atau air steril.
3.      Pastikan bahwa tabung suntik memiliki jarum ukuran 22 dan panjang 4cm (jarum yang lebih panjang boleh digunakan, jika diperlukan)
4.      Letakkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dari perineum.
5.      Masukkan jarum di tengah fourchette dan arahkan jarum sepanjang tempat yang akan di episiotomi.
6.      Aspirasi (tarik batang penghisap) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke dalam tabung suntik, jangan suntikkan lidokain, tarik jarum tersebut keluar. Ubah posisi jarum adan tusukkan kembali. Alasan: ibu bisa, mengalami kejang dan bisa terjad kematian jika lidokain disuntikkan ke dalam pembuluh darah.
7.      Tarik jarum perlahan-perlahan sambil menyuntikkan maksimum 10 ml lidokain
8.      Tarik jarum bila sudah kembali ke titik asal jarum suntik ditusukkan. Kulit melembung karena anastesia bisa terlihat dan dipalpasi pada perineum di sepanjang garis yang akan dilakukan episiotomi.

Prosedur pelaksanaan episiotomi:
1.      Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4 cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi. Alasan: melakukan episiotomi akan menyebabkan perdarahan; jangan melakukannya terlalu dini.
2.      Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak diregangkan dan berikan sedikit tekanan lembut kearah luar pada perineum. Alasan: hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah diepisiotomi.
3.      Gunakan gunting tajam desinfeksi tingkat tinggi atau steril, tempatkan gunting ditengah-tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut yang diinginkan, untuk melakukan episiotomi mediolateral (jika penolong bukan kidal, episiotomi mediolateral yang dilakukan di sisi kiri lebih mudah dijahit). Pastikan untuk melakukan palpasi/mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarahkan gunting cukup jauh ke arah samping untuk menghindari sfingter.
4.      Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua arah guntingan yang mantap. Hindari ”menggunting” jangan sedikit demi sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhan yang lebih lama.
5.      Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3cm ke dalam vagina.
6.      Jika kepala belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan dilapisi kain atau kasa desinfeksi tingkat tinggi atau steril diantara kontraksi untuk membentu mengurangi perdarahan.
7.      Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan episiotomi
8.      Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi, perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan epsiotomi atau laserasi tambahan.

3.8.  Penggunaan Oksitosin Pada Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif  kala III (tiga) sangat penting dilakukan pada setiap asuhan persalinan normal dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu. Saat ini, manajemen aktif kala III (tiga) telah menjadi prosedur tetap pada asuhan persalinan normal dan menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap tenaga kesehatan penolong persalinan (dokter dan bidan).
          1.             Pengertian
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak bayi lahir sampai plasenta lahir. Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
2.             Tujuan Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III (tiga) adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III (tiga) persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Penatalaksanaan manajemen aktif kala III (tiga) dapat mencegah terjadinya kasus perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta.
3.             Keuntungan Manajemen Aktif Kala III
Keuntungan manajemen aktif kala III (tiga) adalah:
a.    Persalinan kala tiga lebih singkat.
b.    Mengurangi jumlah kehilangan darah.
c.    Mengurangi kejadian retensio plasenta.
4.    Langkah Manajemen Aktif Kala III
Langkah utama manajemen aktif kala III (tiga) ada tiga langkah yaitu:
a.    Pemberian suntikan oksitosin.
b.    Penegangan tali pusat terkendali.
a.             Pemberian suntikan oksitosin
Pemberian suntikan oksitosin dilakukan dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir. Namun perlu diperhatikan dalam pemberian suntikan oksitosin adalah memastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) di dalam uterus. Mengapa demikian? Oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi yang dapat menurunkan pasokan oksigen pada bayi. Panduan  asuhan intrapartum NICE merekomendasikan penggunaan 10 IU syntocinon melalui injeksi IM. Meskipun tidak ada lisensi untuk cara pemberian semacam ini, suatu kajian sistematik yang memeriksa kegunaaan oksitosin sebagai profilaktit selama persalinan kala III. Menyimpulkan bahwa oksitosin bermanfaat dalam pencegahan PPH.
Suntikan oksitosin dengan dosis 10 unit diberikan secara intramuskuler (IM) pada sepertiga bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis). Komponen syntocinon dari syntometrine bekerja dalam waktu 2 hingga 3 menit dan bertahan hanya selama 5 menit hingga 15 menit. Tujuan pemberian suntikan oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah.



b.             Penegangan tali pusat terkendali
Klem pada tali pusat diletakkan sekitar 5-10 cm dari vulva dikarenakan dengan memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah evulsi tali pusat. Meletakkan satu tangan di atas simpisis pubis dan tangan yang satu memegang klem di dekat vulva.Tujuannya agar bisa merasakan uterus berkontraksi saat plasenta lepas. Segera setelah tanda-tanda pelepasan plasenta terlihat dan uterus mulai berkontraksi tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.Lahirkan plasenta dengan peregangan yang lembut mengikuti kurva alamiah panggul (posterior kemudian anterior). Ketika plasenta tampak di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya.Putar plasenta secara lembut hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
c.              Masase fundus uteri
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan memastikan bahwa kotiledon dan selaput plasenta dalam keadaan lengkap. Periksa sisi maternal dan fetal. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Evaluasi kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.

3.9. Penjahitan peineum tingkat I dan II
     Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua dari perdarahan paskapersalinan.Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.perdarahan paskapersalinan dengan kontraksi uterus baik biasannya disebabkan oleh robekan jalan lahir ( ruptur perineum dinding vagina dan robekan servik ).Hal ini dapat diidentifikasi dengan cara melakukan pemeriksaan yang cermat dan seksama pada jalan lahir.
     Penyebab yang paling sering adalah pimpinan persalinan yang salah seperti pembukaan belum lengkap sudah dilakukan pimpinan persalinan, tindakan kristeler atau dorongan kuat pada fundus uteri.
Laserasi jalan lahir diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu:
1.      Derajat satu
Robekan sampai mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
2.      Derajat dua
Robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum dan otot perineum.
3.      Derajat tiga
Robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan otot sfingter ani eksternal.
4.      Derajat empat
Robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani eksternal dan mukosa rektum.
Tindakan yang dilakukan :
*      Lakukan ekspolari untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
*      Lakukan irigasi pada empat luka dan bubuhi antiseptik.
*      Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap.
*      Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator
*      Khusus pada ruptur uteri komplit ( hingga anus dan sebagian rektum ) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum,sebagai berikut ;
-    setelah prosedur aseptik antiseptik pasang busi rektum hingga ujung robekan
-    Mulai penjahitan pada ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa,dengan benang vicryl / dexon no 2/0 hingga ke spingter  ani.jepit kedua spingert ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0
-    Lanjutkan penjahitan ke bagian otot perineum dan submukosa dengan benang yang sama ( atau cromic no 2/0 )
    Secara jelujur.
-    Mukosa vagina dan kulit dijahit secara submukosal ubkutikuler
-    Berikan antibiotik propilaksis ( ampisilin 2 gram dn metrodinazol 1 gram per oral ) Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila  terdapat tanda – tanda infeksi.
Robekan serviks
Ø  Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur, akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi.
Ø  Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kawan dari porsio.
Ø  Jepitkan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera dihentikan.Jika setelah dieksplorasi lanjututan tidak dijumpai robekan lain,lakukan penjahitan.jahit mulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
Ø  Setelah tindakan, periksa tanda vital klien,kontraksi uterus,tinggi fundus uteri dan perdarahan paskatindakan.
Ø  Beri antibiotik propilaksis, kecuali bila jelas ditemukan tanda infeksi.
Ø  Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar HB di bawah 8 g % berikan tranfusi darah.






 


 





3.10. Support sistem dalam asuhan intranatal
Tujuan asuhan selama persalinan dan kelahiran
  • Melindungi keselamatan ibu dan bayi baru lahir (BBL)
  • Memberi dukungan pada persalinan normal, mendeteksi dan menatalaksana komplikasi secara tepat waktu
  • Memberi dukungan serta cepat bereaksi terhadap kebutuhan ibu, pasangan dan keluarganya selama persalinan dan kelahiran bayi
Dukungan persalinan
Adalah asuhan yang sifatnya mendukung yaitu asuhan yang bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan kebidanan, dimana ibu dibebaskan untuk memilih pendamping persalinan sesuai keinginannya, misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang dirinya. Idealnya pendampingan ini dilaksanakan semenjak pra persalinan yang dapat membantu memutuskan rencana tempat persalinan, pemakaian alat kontrasepsi dan kejadian lain yang tidak diharapkan.

Hasil penelitian sehubungan dukungan persalinan
Field (2004)
Diketahui bahwa ibu-ibu ynag mendapatkan massase dan pendampingan mengalami penurunan kejadian depresi, kecemasan dan nyeri serta perasaan yang positif. Pada kondisi ini ibu yang mendapatkan sentuhan berdampak signifikan terhadap lama persalinan lebih pendek (yaitu 8 jam dibandingkan dengan ibu yang persalinannya tidak didampingi waktu persalinannya 11  jam), menurunkan angka kejadian persalinan dengan tindakan, memperpendek waktu perawatan di RS dan mengurangi kejadian depresi post partum.

Odent dalam Simpkin (2004)
Jika wanita dibiarkan melahirkan “dengan cara sebagaimana mamalia”, maka persalinannya itu cenderung berlangsung tanpa kesulitan. Secara alamiah mamalia akan mencari tempat yang privasi, nyaman dan menyenangkan, tenang dengan pencahayaan yang kurang ketika mereka akan melahirkan.
Lingkungan seperti ini akan mengurangi aktivitas neokorteks dan memungkinkan otak tengah dan batang otak lebih berperan dalam mengatur kerja prostaglandin dan hormon-hormon yang memacu proses persalinan .
Odent mengatakan bahwa lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak familiar bagi si ibu dimana banyak orang asing, banyaknya sejumlah pertanyaan, cahaya yang terang berperan merangsang neokorteks menghasilkan kotekolamin yang dapat menghambat kemajuan persalinan.



Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO (2003)
Hasil penelitian secara random contolled trials telah memperlihatkan efektifnya dukungan fisik, emosional, dan psikologis selama persalinan dan kelahiran.

Cochrane database
Suatu kajian ulang sistematik dari 14 percobaan yang melibatkan 5000 wanita memperlihatkan bahwa kehadiran pendamping secara terus menerus selama persalinan dan kelahiran akan menghasilkan kelahiran dengan vakum dan forseps serta sectio cesarea (SC) semakin sedikit, skor apgar < 7 lebih sedikit, lamanya persalinan semakin memendek, dan kepuasan ibu yang semakin besar dalam pengalaman melahirkan.

Ball (1987), Hidnett dan Osborn (1989)
Riset yang dilakukan oleh Ball (1987) dan Hidnett serta Osborn (1989), menyatakan bahwa kehadiran support pada ibu selama persalinan akan menimbulkan kekuatan dan perasaan aman serta nyaman bagi ibu. Hal ini diasumsikan dengan menurunnya lama persalinan, penurunan komplikasi perinatal dan menurunkan kebutuhanpemberian oksitosin (Klaus et al 1986).

Dukungan persalinan
  • Sederhana
  • Efektif
  • Murah
  • Resiko rendah
  • Kemajuan persalinan bertambah baik
  • Hasil persalinan bertambah baik
Metode-metode dukungan persalinan
Asuhan dan dukungan bagi ibu
  • Menghadirkan seseorang yang dapat memberikan dukungan selama persalinan (orang terdekat : suami, orang tua, sahabat)
  • Pengaturan posisi : duduk atau setengah duduk, merangkak, berjongkok, berdiri, berbaring miring kekiri
  • Relaksasi dan pernafasan
  • Istirahat dan privasi
  • Penjelasan mengenai proses/kemajuan/prosedur yang akan dilakukan
  • Asuhan diri
  • Sentuhan
Kategori untuk metode dukungan persalinan
  • Mengurangi nyeri pada sumber nyeri
  • Memberi perangsang alternatif yang kuat untuk mengurangi sensasi nyeri atau menghambat rasa sakit
  • Mengurangi reaksi negatif emosional dan atau reaksi fisik wanita terhadap rasa sakit
Mengurangi reaksi negatif emosional dan atau reaksi fisik wanita terhadap rasa sakit
Mempertahankan kehadiran pendamping persalinan
  • Kehadiran seorang pendamping tetap dan terus menerus
  • Berusaha untuk menciptakan kenyamanan fisik : eliminasi, pakaian, nutrisi dan lain-lain
  • Berusaha menciptakan kenyamanan emosional seperti visualisasi suara, ruangan, berdoa dan lain-lain
Latihan relaksasi dan pernafasan
  • Teknik nafas lambat
  • Teknik pola nafas dangkal
Menjaga privasi lingkungan
Perubahan posisi dan pergerakan
Beberapa posisi yang dianjurkan bagi ibu bersalin (WHO, 2003), diantaranya :
  • Posisi miring ke kiri : posisi ini memberi rasa santai bagi ibu yang letih, memberi oksigenasi yang baik bagi bayi dan membantu mencegah terjadinya laserasi
  • Posisi duduk atau setengah duduk : posisi ini lebih memudahan bagi bidan untuk membimbing kelahiran kepala bayi dan mengamati/support perineum
  • Posisi merangkak : posisi ini baik untuk ibu bersalin yang mengalami nyeri punggung, membantu bayi melakukan rotasi dan peregangan minimal pada perineum
  • Posisi berjongkok atau berdiri : membantu penurunan kepala bayi, memperbesar ukuran panggul, menambah 28% ruangan outletnya, memperbesar dorongan untuk meneran (bisa memberi kontribusi pada laserasi)
Mengurangi nyeri pada sumber nyeri
Posisi dan pergerakan
  • Posisi yang menyenangkan
  • Mengubah posisi seperlunya
Tekanan yang berlawanan
  • Meredakan ketegangan pada ligamen sacroiliaca
Misal : penekanan pada pinggul kedua sisi, penekanan pada kedua lutut

Memberi perangsang alternatif yang kuat untuk mengurangi sensasi nyeri/menghambat rasa sakit
  • Kompres panas
  • Kompres dingin
  • Sentuhan dan pijatan
    • Ringan/mantap dengan remasan, pijatan melingkar yang dalam
    • Mengurut (sentuhan halus/ringan)
Kompres panas
Cara menggunakan kompres panas
Dengan menggunakan handuk panas atau silica gel yang telah dipanaskan atau kantung nasi panas atau botol yang  telah diisi air panas. Dapat juga langsung dengan menggunakan shower air panas lengsung pada bahu, perut atau punggungnya jika ibu merasa nyaman.
Proses penghilangan rasa sakit dengan kompres panas
Kompres panas dapat meningkatkan suhu lokal pada kulit sehingga meningkatkan sirkulasi pada jaringan untuk proses metabolisme tubuh. Hal tersebut dapat mengurangi spasme otot dan mengurangi nyeri.
Waktu pemberian kompres panas
  • Saat ibu mengeluh sakit atau nyeri pada daerah tertentu
  • Saat ibu mengeluh adanya tanda-tanda ketegangan otot
  • Saat ibu mengeluh ada perasaan tidak nyaman
  • Pada kala II, kompres pada perineum akan merealisasikannya juga akan mengurangi sakit
Kapan tidak boleh digunakan kompres panas
  • Saat ibu menyatakan tidak nyaman dengan panas atau dalam keadaan demam
  • Jika petugas takut dengan kemungkinan terjadinya demam akibat kompres panas
Kompres dingin
Cara menggunakan kompres dingin
  • Menggunakan kompres dingin pada punggung atau perineum
  • Menggunakan butiran es, handuk basah dan dingin, sarung tangan karet yang diisi dengan butiran es, botol plastik dengan air es
  • Dapat digunakan pada wajah ibu yang bengkak, tangan atau kaki
  • Dapat diletakan pada anus untuk mengurangi nyeri haemoroid kala II
Proses penghilangan rasa sakit kompres dingin
  • Kompres dingin sangat berguna untuk mengurangi ketegangan otot dan nyeri dengan menekan spasme otot (lebih lama daripada kompres panas)
  • Memperlambat proses pengahntaran rasa sakit dari neuron ke organ
  • Kompres dingin juga mengurangi bengkak dan mendinginkan kulit
Waktu pemberian kompres dingin
  • Nyeri punggung
  • Merasa kepanasan pada masa inpartu
  • Haemorrhoid yang menimbulkan sakit
  • Setelah persalinan, dapat digunakan pada perineum untuk menghilangkan bengkak dan nyeri
Kapan tidak boleh digunakan kompres dingin
  • Saat ibu merasa menggigil
  • Jika ibu mengatakan tidak ada perubahan atau iritasi
Hidrotherapy
  • Menggunakan air untuk mengurangi rasa sakit
  • Suhu air tidak lebih dari 37-37,5á´¼C
  • Mengurangi ketegangan otot, nyeri, cemas pada beberapa wanita
  • Menggunakan air dalam persalinan perkembangan saat ini dan telah dipublikasikan secara luas
Efek air
  • Hidrotherapy : hasil dari air sebagai koduktor panas, melemaskan spasme otot, meredakan nyeri
  • Hidrokinesis : meniadakan pengaruh gravitasi, bersama dengan ketidaknyamanan yang berkaitan dengan tekanan pada panggul dan struktur tubuh yang lain
TEKNIK UNTUK MENGURANGI NYERI PUNGGUNG
Counterpressure
  • Penekanan pada sakrum
  • Penekanan pada sakrum dapat mengurangi nyeri pada daerah pinggang dan punggung
Hip squeeze
  • Penekanan dengan kedua tangan pada otot gluteal (daerah bokong) dibawa keatas
  • Mengurangi ketegangan pada sacro iliaca dan juga pada ligamen
Knee press
  • Dilakukan penekanan pada lutut dengan posisi duduk
  • Mengurangi nyeri punggung
Akupresur
  • Masase ujung jari diatas titik akupuntur. Simkin(1989) akupresur merangsang produksi endorfin lokal atau selain itu akupresur juga menutup gerbang terhadap rasa nyeri
  • Akupresur lebih tepat pada persalinan daripada akupuntur karena mudah dilakukan sendiri dan terutama bermanfaat bagi nyeri punggung (Arthus, 1994)
  • Yang lebih penting adalah penguatan sosial dari akupresur. (Conduit, 1995)
Sentuhan
  • Tindakan utama massase dianggap “menutup gerbang” untuk menghambat penghantaran rasa nyeri pada pusat nyeri. Selanjutnya rangsang taktil dan perasaan positif yang berkembang ketika dilakukan bentuk sentuhan yang penuh perhatian dan empatik bertindak memperkuat efek massase untuk mengendalikan nyeri.
  • MASSASE HARUS DILAKUKAN SECARA INTERMITTEN SAAT KONTRAKSI TERJADI
  • Teknik yang dianjurkan Maxwell-Hudson (1990) : mencakup massase wajah diantara kontraksi dengan menggunakan gerakan halsu dan ritmis, kemudian massase kaki dengan keras
  • Kontraindikasi : efek massase pada sistem sirkulasi diantaranya tromboflebitis, arteriosklerosis, kondisi kardiovaskuler
Modulasi psikologis nyeri
  • Banyak penelitian yang signifikan menemukan kontribusi psikologis terhadap rasa nyeri (Melzack and Wall, 1991)
  • Relaksasi terdiri dari : hipnosis, umpan balik terbimbing dan imajinasi terbimbing (Sheikh and Jordan, 1983 :394)
  • Steer (1993 : 49) : relaksasi adalah metode pengendalian rasa nyeri non farmakologis yang paling sering digunakan
  • Untuk persiapan : harus dipersiapkan sejak awal kehamilan bersama suaminya (Shrock, 1988)
Yang dapat digunakan saat persalinan
  • Imajinasi : dilakukan oleh ibu sendiri dengan menciptakan bayangan yang mengurangi keparahan nyeri atau yang terdiri dari pengganti yang lebih dapat diterima dan tidak nyeri (McCafery and Beebe, 1989)
  • Psikoprofilaksis atau dikenal dengan “relaksasi” (yang paling mendominasi)
Fokus relaksasi
  • Pemberian informasi
  • Latihan relaksasi untuk mengurangi ketegangan yang timbul dan yang memperburuk kontraksi nyeri
  • Strategi koping
  • Latihan pernafasan
Pendekatan agama atau keyakinan ibu
  • Melakukan pendekatan sesuai dengan keyakinan ibu yang dapat menenangkan hatinya
  • Mendatangkan seorang tokoh agama yang dekat dengan ibu
  • Dilantunkannya suara yang sesuai keyakinan ibu : murottal, nyanyi kerohanian
  • Memperdengarkan suara-suara lain yang bisa menenangkan ibu : musik klasik, instrumental dan lain-lain
Persalinan dan kelahiran
  • Sikap dan kegiatan mengasuh mengandung arti penting
  • Komunikasi dengan KATA-KATA mengandung arti penting
  • Kehadiran/kebersamaan yang singkat (hanya sebatas persalinan dan nifas) antara seorang bidan dan ibu bersalin ini akan diingat seumur hidup oleh ibu
  • Suasana ynag slaing percaya antara bidan dengan ibu serta keluarganya memberikan pengalaman yang positif bagi ibu (Growe and Van Booger, 1989; Kitzinger, 1985)
Posisi kala II
  • Suami duduk di kursi, sedangkan ibu seperti dalam  keadaan jongkok namun pantat terangkat dan kaki dilebarkan, lalu  sandarkan punggung ibu diantara kedua lutut suami dengan lengan  dipegang suami untuk menahan berat tubuh ibu
  • Suami dalam keadaan berdiri, ibu juga dalam keadaan berdiri namun kaki agak sedikit ditekuk kedepan (posisi ibu dan suami dalam keadaan searah yaitu tidak saling membelakangi maupun tidak saling berhadapan), lalu sandarkan punggung ibu pada suami dengan lengan ibu dipegang suami sehingga suami dapat menyangga tubuh ibu
  • Ibu dalam posisi rileks menungging (seperti merangkak), gunakan tangan dan kaki ibu untuk menyangga berat tubuhnya
  • Ibu tidur dengan posisi miring dengan salah satu kaki diangkat oleh suami
  • Ibu duduk bersandar pada bantal, kaki ditekuk kearah perut ibu, tangan memegang kaki yang ditekuk tadi dan menekannya seiring dengan kontraksi
3. 11 Impementasi hak ibu dan bayi pada masa persalinan
Beberapa hak hak pasien secara umum adalah :
1.    Hak untuk memperoleh informasi
2.    Hak untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas
3.    Hak untuk mendapatkan perlindungan dalam pelayanan
4.    Hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan
5.    Hak untuk mendapatkan pendampingan suami atau keluarga dalam pelayanan
6.    Hak untuk mendapatkan pelayanan sesuai pilihan.

Air Susu Ibu dan Hak Bayi
Hak anak adalah bagian dari hak azasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh  orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hak anak tersebut mencakup
(1) Non diskriminasi,
(2) Kepentingan terbaik bagi anak,
(3) Hak kelangsungan hidup, dan
(4)Perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak (Undang Undang Perlindungan Anak Bab I pasal 1 No. 12 dan Bab II pasal 2).

Mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu hak azasi bayi yang harus dipenuhi. Beberapa alasan yang menerangkan pernyataan tersebut, yaitu :
  • Setiap bayi mempunyai hak dasar atas makanan dan kesehatan terbaik untuk memenuhi tumbuh kembang optimal
  • Setiap bayi mempunyai hak dasar atas perawatan atau interaksi psikologis terbaik untuk kebutuhan tumbuh kembang optimal
  • ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam tahap percepatan tumbuh kembang, terutama pada 2 tahun pertama.
  • ASI memberikan seperangkat zat perlindungan terhadap berbagai penyakit akut dan kronis
  • Memberikan interaksi psikologis yang kuat dan adekuat antara bayi dan ibu yang merupakan kebutuhan dasar tumbuh kembang bayi
  • Ibu yang menyusui juga memperoleh manfaat menjadi lebih sehat, antara lain menjarangkan kehamilan, menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan, anemi, kanker payudara dan indung telur.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu :
  • Hak azasi bayi terhadap makanan, kesehatan dan interaksi psikologis terbaik dapat diperoleh dengan memberikan ASI atau dengan lain kata ‘Hak setiap bayi untuk mendapat ASI sekaligus hak setiap ibu untuk menyusui bayinya’
  • Bayi harus memperoleh nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sejak lahir. Oleh karena itu, setiap bayi mempunyai hak mendapat  ASI secara eksklusif selama 6 (enam) bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan bersamaan dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) sampai usia dua tahun atau lebih
  • Ibu tidak boleh dilarang bila ingin menyusui bayinya.
  • Pemerintah dan semua lapisan masyarakat mempunyai tugas untuk memastikan bahwa tidak ada hambatan bagi ibu untuk menyusui bayinya.
  • Ibu tidak boleh didiskriminasi karena menyusui.
  • Ibu harus mendapat informasi yang cukup dan dukungan agar mampu menyusui
  • Ibu berhak untuk mendapat pelayanan antenatal (pra persalinan) yang baik dan pelayanan kesehatan sayang ibu / bayi.
  • Ibu seharusnya tidak terpapar oleh pemasaran susu formula baik melalui iklan maupun bentuk promosi lainnya.
Untuk mendukung hal tersebut telah dikeluarkan berbagai pengakuan atau kesepakatan baik yang bersifat global maupun nasional yang bertujuan melindungi, mempromosi, dan mendukung pemberian ASI. Dengan demikian, diharapkan setiap ibu di seluruh dunia dapat melaksanakan pemberian ASI dan setiap bayi diseluruh dunia memperoleh haknya mendapat ASI.
Legislasi atau kesepakatan dunia tersebut diwujudkan dalam bentuk konvensi, kode (code), resolusi WHA (World Health Assembly) dan lainnya agar setiap negara mempunyai komitmen untuk melaksanakannya. Sedangkan, pada tingkat nasional, kesepakatan ini sebaiknya diimplementasikan dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah. atau Peraturan Menteri /Keputusan Menteri yang disertai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Hal ini sangat penting terutama dalam era desentralisasi
.
Legislasi perlindungan

Beberapa Legislasi Perlindungan yang bertujuan mewujudkan agar setiap bayi mendapat hak azasinya (ASI) dan setiap ibu mampu melaksanakan haknya untuk memenuhi hak azasi bayinya mendapat ASI, yaitu :

1) Convention on the Rights of the child (CRC)

Convention on the Rights of the child atau Konvensi Hak Anak yang melibatkan 19 negara menyatakan bahwa hak anak untuk mendapat standar kesehatan tertinggi dapat terpenuhi bila pemerintah memastikan penyediaan makanan bergizi dan orang tua serta anak memperoleh informasi yang cukup tentang nutrisi dan manfaat pemberian ASI. Konvensi ini diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1990 dan menjadi Undang Undang RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindugan Anak

2) International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESR)
Perjanjian Internasional untuk Hak Azasi di bidang Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan (1966) yang melibatkan 142 negara mengesahkan ‘Hak untuk Pangan dan Kesehatan’. Langkah yang diambil untuk memenuhi kecukupan pangan adalah memelihara, menerima atau memperkuat penganekaragaman diet serta memperhatikan konsumsi dan pola pemberian makanan yang tepat termasuk ASI.

3) Convention on the elimination of all forms of discrimination against women (CEDAW)
Konvensi eliminasi segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (1979) yang melibatkan 165 negara, menyatakan bahwa ibu seharusnya mendapat pelayanan yang sesuai berkaitan dengan kehamilan dan menyusui.
4) Innocenti Declaration
Deklarasi Innocenti (1990) dilaksanakan sebagai upaya untuk pencapaian ASI eksklusif pada 80% bayi usia 4 bulan. Target operasional yang harus dilakukan, mencakup (1) program Komunikasi, Informasi, dan Edukasi berkelanjutan, (2) semua sarana pelayanan kesehatan menjadi ‘Sayang Bayi’, (3) Penerapan ‘International Code’ yang efektif, (4) mendukung ibu bekerja yang menyusui, dan (5) fokus koordinasi yang efektif

5) Covention on Matermity Protection,International Labour Organization
Konvensi Perlindungan Maternal ILO menyatakan bahwa ibu bekerja seharusnya memperoleh cuti hamil minimal 12 minggu sebelum kembali bekerja. Sedangkan, pada konvensi tahun 2000, lama cuti hamil ditingkatkan menjadi 14 minggu.

6) Deklarasi lain :
Konferensi Gizi Internasional (1992), Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (1994), Konferensi Dunia tentang Wanita, Pertemuan Pangan Dunia ke 4 (1996)

Perlindungan ibu
Perlindungan ibu merupakan kondisi awal dari kesetaraan jender atau kesetaraan pria dan wanita. Ibu bekerja perlu upah selama cuti agar dapat menyusui secara eksklusif (ILO,1997). WHA dan UNICEF (2001) menganjurkan menyusui eksklusif selama 6 bulan, selanjutnya setelah kembali bekerja, ibu mendapat kesempatan menyusui dengan fasilitas untuk menyusui atau memeras ASI di tempat kerjanya.
Pada kenyataannya, para ibu masih menemui kendala di lingkungan pekerjaannya, antara lain cuti bersalin hanya dimungkinkan bagi pekerja formal atau tenaga kontrak, sedangkan petani, pekerja rumah tangga, dan pekerja di sektor informal masih belum terlindungi oleh peraturan tersebut. Di lain pihak, sebagian ibu tidak mengambil cuti bersalinnya karena khawatir upah yang diterima akan dikurangi atau kehilangan pekerjaannya selama menjalankan cuti. Tempat penitipan anak di lingkungan tempat bekerja tidak dimanfaatkan oleh ibu, karena ketidaktersediaan alat transportasi yang aman dan nyaman.

Tempat kerja sayang bayi
Tempat kerja/perusahaan yang mendukung tenaga kerjanya untuk menyusui bayinya disebut sebagai ‘Tempat Kerja Sayang Bayi’ (Mother Friendly Work Place). Hal ini dapat terwujud bila memenuhi beberapa ketentuan seperti yang tercantum pada Undang Undang Ketenaga-kerjaan tahun 2003 dan peraturan-peraturan lain, antara lain :
  • Pemimpin peduli dan  mendukung tenaga kerja wanita dalam pemberian ASI
  • Perusahaan mempunyai. kebijakan tentang ijin menyusui dalam waktu kerja, penyesuaian jenis dan waktu kerja, cuti cukup, jaminan tetap kerja, upah sama.
  • Menyediakan  ruang dan sarana menyusui (termasuk lemari es)
  • Menyediakan tempat penitipan bayi
  • Mempunyai petugas penanggung jawab peningkatan pemberian ASI
  • Menyelenggarakan penyuluhan dengan menggunakan paket media informasi
  • Bantuan lain: lingkungan kerja, perlindungan kerja, pelayanan kesehatan, pengawasan kebersihan makanan, dsb
International Code tentang pemasaran Pengganti ASI
International code (1981) membatasi cara pemasaran pengganti ASI (PASI), botol susu, dan kempeng serta menegaskan tanggung jawab petugas pelayanan kesehatan dalam promosi pemberian ASI. Selanjutnya, International Code disempurnakan dengan dikeluarkannya Resolusi World Health Assembly (WHA, Majelis Kesehatan Dunia).  International code dan resolusi WHA bertujuan untuk melindungi pemberian ASI.  Beberapa larangan yang tercantum pada International code , yaitu :
  • sampel gratis untuk ibu menyusui
  • iklan kepada masyarakat
  • promosi di fasilitas pelayanan kesehatan
  • pasokan gratis/harga diskon dan sampel di fasilitas kesehatan
  • hadiah atau sampel untuk petugas kesehatan
  • kata-kata atau gambar yang mengunggulkan susu formula
  • nasihat kepada ibu melalui staf penjualan perusahaan
  • melarang sponsor atau hadiah bagi petugas atau sarana pelayanan kesesahatn yang akan menimbulkan konflik kepentingan
Resolusi WHA (1986 – 2006)
  • Resolusi WHA 39.28 (1986), makanan dan minuman tidak boleh dipromosikan/ dianjurkan kepada bayi berusia kurang dari 6 bulan karena dapat mempengaruhi produksi ASI. Susu lanjutan tidak diperlukan
  • Resolusi WHA 45.34 (1992), semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui.
  • Resolusi WHA.47.5 (1994), penerapan ’code’ dan Resolusi WHA harus secara keseluruhan dan efektif. Tak ada sumbangan PASI gratis/diskon disetiap sistem pelayanan kesehatan. Menerapkan Sarana Pelayanan Kesehatan ‘Sayang Bayi’ dan memperbaiki kurikulum pendidikan. Dalam situasi darurat pengadaan PASI jangan digunakan untuk peningkatan penjualan.
  • Resolusi WHA 49.15 (1996), pemantauan penerapan ‘code’ dan Resolusi WHA dilaksanakan secara transparan, bebas dan tanpa pengaruh komersial perusahaan produsen PASI
  •     * Resolusi WHA 54 (2001), untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, kemudian diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ASI diteruskan sampai usia 2 tahun.
  •     * Resolusi WHA 58.32 (2005), melarang klaim nutrisi dan kesehatan, kecuali diijinkan peraturan nasional, peduli tentang kontaminasi susu bubuk yang tercantum pada label, dan sponsor program kesehatan agar tidak berakibat konflik kepentingan.


Resolusi WHA tentang Rumah Sakit Sayang Bayi
Implementasi ‘Rumah Sakit Sayang Bayi’ yang diamanahkan oleh Resolusi WHA 45.34 (1992) adalah mendorong agar semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. Hentikan sumbangan PASI gratis/harga diskon pada sarana pelayanan kesehatan. Kriteria tersebut telah direvisi pada Multi Country Workshop on BFHI and IYCF di Kathmandu pada 2006 (Baby Friendly Hospital Initiatives and Infant and Young Child Feeding).
Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui
  1. Sarana pelayana kesehatan mempunyai kebijakan tentang penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi PASI
  2. Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau lainnya
  3. Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah keberhasilan  menyusui. Memberikan konseling apabila ibu penderita infeksi HIV positif
  4. Melakukan kontak dan menyusui dini bayi baru lahir (1/2 - 1 jam setelah lahir)
  5. Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi peletakan tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara)
  6. Hanya memberikan ASI saja tanpa minuman pralaktal sejak bayi lahir
  7. Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi
  8. Melaksanakan pemberian ASI  sesering dan semau bayi
  9. Tidak memberikan dot/ kempeng
  10. Menindak lanjuti ibu-bayi setelah pulang dari sarana pelayanan kesehatan

Strategi nasional pemberian makanan bayi dan anak
Indonesia telah mengadopsi Global strategy for infant and young child feeding 2003 dengan menyanangkan ‘Strategi Nasional Pemberian Makanan Bayi dan Anak’ (PMBA). PMBA juga direkomendasikan pada beberapa keadaan khusus seperti HIV, situasi sulit, dan darurat.

Bayi dari ibu penderita HIV positif
WHO mengajukan kriteria AFASS untuk pemberian PASI pada bayi yang lahir dari ibu penderita HIV positif, yaitu :
• Acceptable  (diterima)
Ibu tidak mempunyai hambatan sosial budaya untuk memilih makanan alternatif atau tidak ada rasa takut akan stigma dan diskriminasi
• Feasible (terlaksanakan)
Ibu atau keluarga punya cukup waktu, pengetahuan, ketrampilan dan lainnya untuk menyiapkan dan memberikan makan pada bayinya. Ibu mendapat dukungan bila ada tekanan keluarga, masyarakat dan sosial.
• Affordable (terjangkau)
Ibu dan keluarga mampu melakukan pembelian, pembuatan, dan penyiapan makanan pilihan, termasuk bahan makanan, bahan bakar dan air bersih. Tidak menggunakan dana untuk kesehatan dan gizi keluarga.
• Sustainable (bersinambungan)
Makanan pengganti yang diberikan kepada bayi harus setiap hari dan atau malam (tiap 3 jam) dan dalam bentuk segar. Distribusi makanan tersebut harus berkelanjutan sepanjang bayi membutuhkan.
• Safe (aman, bersih berkualitas)
Makanan pengganti harus disimpan secara benar, hygienis dengan kuantitas nutrisi yang adekuat.
Secara umum, pemberian makanan pada bayi yang berasal dari ibu penderita HIV positif dapat diuraikan sebagai berikut:
  • Bila ibu memilih tetap memberikan ASI, maka ASI diberikan hanya selama 6 bulan dan kemudian dihentikan. ASI diperah dan dihangatkan 56C selama 30 menit.
  • Bila ibu memilih untuk memberikan susu formula, maka susu formula harus diberikan dengan memenuhi 5 kriteria AFASS
  • Tidak boleh memberikan ASI secara bersamaan dengan susu formula
    Bayi dan ibu berada dalam situasi darurat (bencana alam, perang)
    Dalam situasi darurat, bayi tetap diusahakan mendapat ASI dengan beberapa pengendalian, yaitu :
  • Pengawasan dan pengendalian pemberian makanan bayi oleh Koordinator Nasional Bencana.
  • ASI tetap merupakan pilihan pertama dan terbaik pada situasi darurat. Kondisi higiene yang buruk, kurangnya air bersih dan bahan bakar merupakan faktor risiko terjadinya infeksi pada pemberian susu formula.
  • Konseling perlu diberikan kepada ibu menyusui oleh tim PP-ASI terlatih. Perlu disediakan shelter/tenda khusus dan bahan KIE ASI. Gangguan produksi ASI pada saat bencana umumnya disebabkan trauma psikis sehingga perlu ditekankan bahwa keadaan tersebut berlangsung sementara.
  • Susu formula, termasuk susu skim jangan menjadi bagian pembagian rangsum makan
  • Tidak menerima bantuan susu formula dari produsen/distributor susu formula, penggunaan susu formula hanya untuk yang benar jelas membutuhkan dengan indikasi medik dan bayi yatim piatu. Pengadaan susu formula ini dengan pembelian.
  • Susu formula dapat dibagikan bila diberikan tidak sebagai makanan tunggal, tetapi dicampur dengan makanan pokok yang digiling
  • Label produk memenuhi persyaratan ‘International code’ untuk pemasaran PASI, antara lain memuat instruksi penggunaan, bahaya kesehatan, dalam bahasa Indonesia
  • Apabila susu formula didistribusi oleh donatur, maka pendistribusian, penggunaan, dan dampak kesehatan pada bayi harus dipantau oleh petugas terlatih
  • Tersedia MP-ASI untuk bayi usia diatas 6 bulan
Meskipun beberapa pengendalian tersebut kadangkala sulit dilaksanakan di lapangan, tetapi dengan kerjasama dari segala pihak, hal tersebut secara bertahap dapat dilaksanakan.
Mewujudkan setiap bayi mendapat ASI dan memampukan setiap ibu menysusui bayinya.
Hak bayi mendapat ASI diartikan mendapat ASI sesuai dengan Resolusi WHA (2001), yaitu bayi mendapat ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya diberikan MP-ASI dan pemberian ASI diteruskan sampai bayi usia 2 tahun atau lebih’.
Seorang ibu menyusui agar mampu dan berhasil melaksanakan pemberian ASI seutuhnya. Seorang ibu memerlukan perlindungan, informasi, dan bantuan yang komprehensif sekaligus menghilangkan hambatan di  lingkungannya, antara lain :
  • Lingkungan/keluarga dan masyarakat yang mendukung
  • Komunikasi, informasi dan edukasi kepada semua lapisan masyarakat untuk menumbuhkan ‘budaya ASI’, misalnya penyediaan sarana ruang menyusui di pelayanan umum.
  • Keseluruhan sistem pelayanan kesehatan menerapkan ‘10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui’  atau  menerapkan ‘Sayang Bayi’
  • Ibu mendapat informasi atau konseling tentang manfaat pemberian ASI dan cara menyusui yang benar
  • Ibu mendapat konseling menyusui terutama bila menghadapi masalah
  • Ibu tidak terpapar/terpengaruh oleh pemasaran PASI atau ibu harus dapat menolak pemberian PASI 
  • Ibu yang bekerja mendapat perlindungan, kebijakan, sarana dan bantuan untuk melaksanakan pemberian ASI yang optimal
  • Ibu yang menderita HIV positif membutuhkan pengetahuan tentang pemberian makanan bayi
  • Bila ibu-bayi berada dalam situasi darurat dibantu untuk tetap menyusui