TOPIK 3
ASUHAN INTERNAL
BERDASARKAN EVIDENCE BASED
SUB TOPIK :
3.1. Dukungan persalinan (fisik dan psikologis)
3.2. Pemeriksaan dalam secara aseptik, sesuai
indikasi dengan memprhatikan hak dan privasi klien
3.3 Penggunaan partograf dan deteksi tanda-tanda bahaya (kala I, II, III dan IV)
3.4. Posisi dan gerakan yang aman dan nyaman selama persalinan
3.5 Pemenuhan nutrisi dan hidrasi dalam persalinan
3.6. Pengaturan nafas dalam kala II persalinan
3.7. Episiotomi sesuai indikasi
3.8. Penggunaan oksitosin pada kala III
3.9. Penjahitan peineum tingkat I dan II
3.10. Support sistem dalam asuhan intranatal
3. 11 Impementasi hak ibu dan bayi pada masa persalinan
KOMPETENSI:
1. Menjelaskan pentingnya dukungan persalinan
(fisik dan psikologi)
2. melakukan pemeriksaan dalam secara
aseptic,sesuai indikasi dengan memperhatikan hak dan privasi klien
3. menggunakan partograf dan
mendeteksi tanda-tanda bahaya (kala I,II,III dan IV)
4. menjelaskan posisi dan gerakan yang
aman dan nyaman selama persalinan
5. menjelaskan pemenuhan nutrisi dan
hidrasi dalam persalinan
6. menjelaskan cara pengaturan nafas dalam kala II persalinan
7. menjelaskan cara episiotomy sesuai
indikasi
8. menjelaskan cara penggunaan
oksitosin pada kala III
9. menjelaskan cara penjahitan perineum tingkat I dan II
10. menjelaskan cara pemberian
support sistem dalam asuhan intranatal
11.menjelaskan implementasi hak ibu
dan bayi pada masa kehamilan

Angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak ukur dalam menilai derajat
kesehatan suatu bangsa. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan
angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut SDKI terdapat
sebanyak 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013). Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya
di negara lain adalah perdarahan, infeksi, dan eklampsia (Saifuddin, 2009).
Selain itu faktor penting lainnya yang berpengaruh terhadap kematian ibu
melahirkan antara lain pemberdayaan perempuan yang tidak begitu baik, latar
belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan
politik. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia salah satunya juga
dikarenakan kurangnya perhatian dari laki – laki terhadap ibu hamil dan
melahirkan (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami
sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang
sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan
yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada
evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan
sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat
mengendalikan asuhan kebidanan
sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan
tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian perinatal.
Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses
melahirkan layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang ibu, terutama pada
ibu primipara, dimana mereka belum memiliki pengalaman melahirkan. Rasa cemas
dapat timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya
dan bayinya (Bobak, Jensen & Lowdermilk, 2004).
Dukungan sosial sangatlah penting diberikan kepada ibu dalam proses
persalinan. Dukungan yang diberikan dapat dilakukan oleh suami, keluarga, teman
dekat, atau tenaga profesional kesehatan. Salah satu prinsip asuhan sayang ibu
yaitu mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan
kelahiran bayi (Depkes RI, 2004). Pemerintah Indonesia melalui Departemen
Kesehatan mengkampanyekan program “Suami Siaga” pada tahun 1999 – 2000 dalam
rangka meningkatkan peran suami dalam program “Making Pregnancy Safer”. Tujuan dari program ini untuk meningkatkan
pengetahuan, keterlibatan, dan partisipasi suami terhadap pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001). Dukungan yang terus menerus dari
seorang pendamping persalinan kepada ibu selama proses persalinan dan
melahirkan dapat mempermudah proses persalinan dan melahirkan, memberikan rasa
nyaman, semangat, membesarkan hati ibu dan meningkatkan rasa percaya diri ibu,
serta mengurangi kebutuhan tindakan medis (Nakita, 2004). Di negara berkembang, beberapa RS besar terlalu dipadati
oleh persalinan resiko rendah sehingga dukungan personal dan privasi tidak
dapat diberikan. Di Indonesia, tidak semua RS mengizinkan suami atau anggota
keluarga lainnya menemani ibu di ruang bersalin. Hampir seluruh persalinan
berlangsung tanpa didamping oleh suami atau anggota keluarga lainnya.
Pendamping persalinan hanya dapat dihadirkan jika ibu bersalin di beberapa RS
swasta, rumah dokter praktik swasta atau bidan praktik swasta.
Banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang kedua saat persalinan
berlangsung. Penelitian oleh Hodnett, 1994 ; Simpkin, 1992 ; Hofmeyr, Nikodem
& Wolmann, 1991; Hemminki, Virta & Koponen, 1990 yang dikutip dari
Depkes tahun 2001 menunjukkan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua sebagai
pendamping dalam persalinan akan memberikan kenyamanan pada saat persalinan.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kehadiran seorang pendamping pada saat
persalinan dapat menimbulkan efek positif terhadap hasil persalinan, dapat
menurunkan rasa sakit, persalinan berlangsung lebih singkat dan menurunkan
persalinan dengan operasi termasuk bedah caesar (Astuti, 2006).
Penelitian lain tentang pendamping atau kehadiran orang kedua dalam proses
persalinan, yaitu oleh Dr. Roberto Sosa (2001) yang dikutip dari Musbikin dalam
bukunya yang berjudul Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan menemukan bahwa
para ibu yang didampingi seorang sahabat atau keluarga dekat (khususnya suami)
selama proses persalinan berlangsung, memiliki resiko lebih kecil mengalami
komplikasi yang memerlukan tindakan medis daripada mereka yang tanpa pendampingan.
Ibu – ibu dengan pendamping dalam
menjalani persalinan, berlangsung lebih cepat dan lebih mudah. Dalam penelitian
tersebut, ditemukan pula bahwa kehadiran suami atau kerabat dekat akan membawa
ketenangan dan menjauhkan sang ibu dari stress dan kecemasan yang dapat
mempersulit proses kelahiran dan persalinan, kehadiran suami akan membawa
pengaruh positif secara psikologis, dan berdampak positif pula pada kesiapan
ibu secara fisik (Musbikin, 2005)
![]() |
3.1. Dukungan Persalinan berdasarkan Evidence Based Midwifery
(EBM)
1. Definisi
Dukungan persalinan adalah asuhan yang sifatnya mendukung yaitu asuhan yang
bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan merupakan suatu
standar pelayanan kebidanan, dimana ibu dibebaskan untuk memilih pendamping
persalinan sesuai keinginannya, misalnya suami, keluarga atau teman yang
mengerti tentang dirinya.
2. Macam
– macam Dukungan Persalinan
a. Dukungan fisik
Dukungan fisik
adalah dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang diberikan oleh
keluarga atau suami kepada ibu bersalin.
b. Dukungan emosional
Dukungan emosional
adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan empati yang akan
menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai dan diperhatikan oleh suami,
yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan.
Persalinan adalah saat menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan
keluarga. Persalinan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu,
karena itu pastikan bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama
persalinan dan kelahiran. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional
dari suami dan anggota keluarga lain untuk berada di samping ibu selama proses
persalinan dan kelahiran.
Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukung ibu dan
mengidentifikasi langkah – langkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu. Hargai
keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara untuk menemaninya (Depkes
RI, 2002). Dukungan suami dalam proses persalinan akan memberi efek pada sistem
limbic ibu yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang tenang akan menyebabkan sel –
sel neuronnya mensekresi hormon oksitosin yang reaksinya akan menyebabkan
kontraktilitas uterus pada akhir kehamilan untuk mengeluarkan bayi (Guyton,
1997).
3. Faktor – faktor yang
Mempengaruhi Peran Pendamping Persalinan
Menurut Hamilton (1995) faktor – faktor yang mempengaruhi peran pendamping
persalinan antara lain :
a. Sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi proses pendampingan suami
ketika istri melahirkan, suami yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang mapan
akan lebih cenderung memperhatikan dan mendampingi istrinya pada saat melahirkan,
hal ini berbeda dengan suami yang mempunyai status sosial ekonomi yang kurang
mampu, suami lebih cenderung untuk kurang memperhatikan istri pada saat
bersalin, suami lebih sibuk untuk mencari biaya persiapan persalinan bagi
istrinya.
b. Budaya
Keadaan budaya mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri
melahirkan, ada beberapa budaya dan sistem religi yang tidak memperbolehkan
suami melihat istri melahirkan karena bertentangan dengan nilai budaya dan
sistem religi yang dianut oleh individu.
c. Lingkungan
Keadaan lingkungan mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri
melahirkan, individu yang berada pada lingkungan pedesaan, kebiasaannya suami
tidak mau untuk mendampingi istri pada saat persalinan, suami merasa takut dan
tidak tega melihat istrinya melahirkan.
d. Pengetahuan
Pengetahuan individu akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami
terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai pengetahuan yang baik
akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat
istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan dukungan pendampingan akan memberikan
motivasi yang besar kepada istri pada saat melahirkan, begitu pula sebaliknya
suami yang mempunyai pengetahuan yang kurang, biasanya tidak mendampingi pada
saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan ketidaktahuan akan manfaat
pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan
e. Umur
Suami yang mempunyai usia yang muda, biasanya tidak mendampingi pada saat
istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan suami merasa takut dan tidak tega
melihat istrinya melahirkan. Kategori umur suami dalam pendampingan persalinan
< 20 tahun dikategorikan dalam usia muda, diatas 20 tahun atau kurang dari
35 tahun dapat dikategorikan dalam usia dewasa dan suami yang memiliki usia
> 35 tahun dikategorikan dalam usia matang/ tua yang akan mempengaruhi
pelaksanaan pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang
mempunyai usia matang (dewasa) akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan
pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan kematangan usia
untuk berusaha mengerti tentang psikologis istri pada saat persalinan.
f. Pendidikan
Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai proses pendewasaan pribadi.
Pendidikan kesehatan merupakan proses yang mencakup dimensi dan kegiatan
intelektual, psikologi dan social yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
individu dalam pengambilan keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi
kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat. Individu yang berpendidikan akan
mempunyai pengetahuan tentang pentinganya pendampingan pada saat persalinan dan
mereka cenderung melakukan pendampingan pada saat persalinan, sebaliknya
individu yang tidak berpendidikan pengetahuannya akan kurang dan mereka cenderung
tidak melakukan pendampingan saat persalinan.
4. Bentuk
Dukungan Persalinan
a. Dukungan Bidan
1) Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan
memperlakukannya dengan baik.
3) Mengajurkan ibu untuk
bertanya dan membicarakan rasa takut atau khawatir.
4) Mendengarkan dan
menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
5) Mengatur posisi yang
nyaman bagi ibu
6) Memenuhi asupan cairan dan
nutrisi ibu
7) Keleluasaan untuk
mobilisasi, termasuk ke kamar kecil
8) Penerapan prinsip
pencegahan infeksi yang sesuai
9) Pendampingan anggota keluarga selama proses
persalinan sampai kelahiran bayinya.
10) Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping
selama persalinan.
11) Penjelasan mengenai proses/ kemajuan/ prosedur yang
akan dilakukan
12) Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan
mendukung ibu selama persalinan
dan kelahiran bayinya seperti :
a) Mengucapkan kata – kata yang membesarkan hati dan
memuji ibu.
b) Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.
c) Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.
d) Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.
e) Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
b. Dukungan
Keluarga
Salah satu yang dapat mempengaruhi psikis ibu adalah dukungan dari suami
atau keluarga. Dukungan minimal berupa sentuhan dan kata –kata pujian
yang membuat nyaman serta memberi penguatan pada saat proses menuju persalinan
berlangsung hasilnya akan mengurangi durasi kelahiran.
1) Pendampingan
Pendamping merupakan keberadaan seseorang yang mendampingi atau terlibat
langsung sebagai pemandu persalinan, dimana yang terpenting adalah dukungan
yang diberikan pendamping persalinan selama kehamilan, persalinan, dan nifas,
agar proses persalinan yang dilaluinya berjalan dengan lancar dan memberi
kenyamanan bagi ibu bersalin (Sherly, 2009).
Menurut Lutfiatus Sholihah (2004) selama masa kehamilan, suami juga sudah
harus diajak menyiapkan diri menyambut kedatangan sikecil, karena tidak semua
suami siap mental untuk menunggui istrinya yang sedang kesakitan.
Pendampingan persalinan yang tepat harus memahami peran apa yang dilakukan
dalam proses persalinan nanti. Peran suami yang ideal diharapkan dapat menjadi
pendamping secara aktif dalam proses persalinan. Harapan terhadap peran suami
ini tidak terjadi pada semua suami, tergantung dari tingkat kesiapan suami
menghadapi proses kelahiran secara langsung. Ada tiga jenis peran yang dapat
dilakukan oleh suami selama proses persalinan yaitu peran sebagai pelatih,
teman satu tim, dan peran sebagai saksi (Bobak, Lowdermilk dan Perry, 2004).
Peran sebagai pelatih diperlihatkan suami secara aktif dalam membantu
proses persalinan istri, pada saat kontraksi hingga selesai persalinan. Ibu
menunjukkan keinginan yang kuat agar ayah terlibat secara fisik dalam proses
persalinan (Smith, 1999; Kainz dan Eliasson, 2010). Peran sebagai pelatih
ditunjukkan dengan keinginan yang kuat dari suami untuk mengendalikan diri dan
ikut mengontrol proses persalinan. Beberapa dukungan yang diberikan suami dalam
perannya sebagai pelatih antara lain memberikan bantuan teknik pernafasan yang
efektif dan memberikan pijatan di daerah punggung. Suami juga memiliki
inisiatif untuk lebih peka dalam merespon nyeri yang dialami oleh ibu, dalam
hal ini ikut membantu memantau atau mengontrol
peningkatan nyeri. Selain itu suami juga dapat memberikan dorongan
spiritual dengan ikut berdoa.
Hasil penelitian Kainz & Eliasson 2010 terhadap 67 ibu primipara di
Swedia menunjukkan bahwa peran aktif suami yaitu membantu bidan untuk memantau
peningkatan rasa nyeri, mengontrol adanya pengurangan nyeri, dan mengontrol
kontraksi. Selain peran tersebut, para suami juga memberikan bantuan untuk
menjadi advokat ketika ibu ingin berkomunikasi dengan bidan selama proses
persalinan. Pada persalinan tahap satu dan tahap dua, sering kali fokus bidan
ditujukan kepada bayi, sehingga ibu merasa kesulitan untuk berbicara dengan
bidan. Dalam kondisi ini, kehadiran suami akan sangat membantu jika suami peka
dengan apa yang ingin dikatakan istrinya dan berusaha menyampaikannya kepada
bidan.
Tingkatan peran yang kedua adalah peran sebagai teman satu tim, ditunjukkan
dengan tindakan suami yang membantu memenuhi permintaan ibu selama proses
persalinan dan melahirkan. Dalam peran ini suami akan berespon terhadap
permintaan ibu untuk mendapat dukungan fisik, dukungan emosi, atau keduanya
(Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Peran suami sebagai teman satu tim
biasanya sebagai pembantu dan pendamping ibu, dan biasanya suami dingatkan atau
diberitahukan tentang perannya oleh bidan. Smith (1999) dan Kainz Eliasson
(2010) menjelaskan bentuk dukungan fisik yang dapat diberikan yaitu dukungan
secara umum seperti memberi posisi yang nyaman, memberikan minum, menemani ibu
ketika pergi ke kamar kecil, memegang tangan dan kaki, atau menyeka keringat
yang ada di dahi ibu, dan membantu ibu dalam pemilihan posisi yang nyaman saat
persalinan. Bentuk dukungan fisik yang menggunakan sentuhan, menunjukkan
ekspresi psikologis dan emosional suami yaitu rasa peduli, empati, dan simpati
terhadap kondisi ibu yang sedang merasakan nyeri hebat dalam proses persalinan
(Smith, 1999).
Sementara itu, dukungan emosional yang dapat diberikan oleh suami antara
lain membantu menenangkan ibu dengan kata – kata yang memberikan penguatan (reinforcement) positif seperti memberi
dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian atas
kemampuan ibu saat mengedan. Ibu dapat merasakan ketenangan dan mendapat
kekuatan yang hebat ketika suaminya menggenggam tangannya (Kainz &
Eliasson, 2010). Pengaruh psikologis inilah yang menjadi salah satu nilai lebih
yang mampu diberikan oleh suami kepada istrinya. Oleh karena itu, kehadiran
suami dalam proses persalinan perlu diberikan penghargaan yang tinggi dan perlu
mendapat dukungan dari bidan yang menolong persalinan.
Suami yang hanya berperan sebagai saksi menunjukkan keterlibatan yang
kurang dibandingkan peran sebagai pelatih atau teman satu tim. Dalam berperan
sebagai saksi, suami hanya memberi dukungan emosi dan moral saja (Bobak,
Lowdermilk, & Perry, 2004). Biasanya suami tetap memperhatikan kondisi ibu
bersalin, tetapi sering kali suami hanya menunggu istri di luar ruang
persalinan, dan melakukan aktivitas lain seperti tertidur, menonton tv, atau meninggalkan
ruangan dalam waktu yang agak lama. Perilaku ini ditunjukkan suami karena
mereka yakin tidak banyak yang dapat mereka lakukan, sehinga menyerahkan
sepenuhnya pada penolong persalinan. Alasan suami memilih peran hanya sebagai
saksi karena kurangnya kepercayaan diri atau memang kehadirannya kurang
diinginkan oleh istri.
Ketiga peran suami dalam proses persalinan dapat diidentifikasi dari
keinginan dan pengetahuan suami tentang peran utamanya sebagai pendamping
persalinan. Sikap suami untuk menjadi pendamping persalinan dapat ditunjukkan
dengan tindakannya dalam antisipasi persalinan. Suami dapat mempersiapkan
sendiri sebelum hari persalinan, seperti mempersiapkan segala kebutuhan selama
mendampingi istri di rumah sakit atau tempat bersalin. Suami dapat meminta
informasi atau mengajukan pertanyaan kepada dokter, bidan, atau perawat untuk
mengatahui apa yang dapat diterima, dipertimbangkan atau ditolak.
2) Manfaat Pendampingan
Bagi suami yang siap mental mendampingi istrinya selama proses persalinan
dapat memberikan manfaat seperti :
a) Ikut bertanggung jawab mempersiapkan kekuatan
mental istri dalam menghadapi persalinan
b)
Memberi
rasa tenang dan penguat psikis pada istri
suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan
rasa aman dan tenang yang diharapkan istri selama proses persalinan. Ditengah
kondisi yang tidak nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan dan semangat
untuk mengurangi kecemasan dan ketakutannya.
c)
Selalu
ada bila dibutuhkan
Dengan berada di samping istri, suami siap membantu
apa saja yang dibutuhkan istri.
d)
Kedekatan
emosi suami – istri bertambah
Suami akan melihat sendiri perjuangan hidup dan
mati sang istri saat melahirkan anak sehingga membuatnya semakin sayang kepada
istrinya.
e) Menumbuhkan naluri
kebapakan
f)
Suami
akan lebih menghargai istri
Melihat pengorbanan istri saat persalinan suami
akan dapat lebih menghargai istrinya dan menjaga perilakunya. Karena dia akan
mengingat bagaimana besarnya pengorbanan istrinya.
g) Membantu keberhasilan IMD
IMD merupakan Inisiasi
Menyusui Dini yang akan digalakkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan
ibu dan bayi. IMD akan tercapai dengan adanya dukungan dari suami terhadap
istrinya.
h) Pemenuhan nutisi
Nutrisi ibu saat melahirkan
akan terpenuhi karena tugas pendamping adalah memenuhi kebutuhan nutrisi dan
cairan tubuh ibu yaitu dengan cara pemberian makan dan minum saat kontraksi
rahim ibu mulai melemah.
i) Membantu mengurangi rasa
nyeri saat persalinan
Dengan adanya pendamping
maka akan memberikan rasa nyaman dan aman bagi ibu yang sedang mengalami
persalinan karena adanya dukungan dari orang yang paling di sayang sehingga
mampu mengurangi rasa sakit dan nyeri yang dialami.
j) Ibu yang memperoleh
dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih
singkat, intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih
baik.
5. Faktor Penghambat Peran
Pendamping
Bila suami tidak bersedia
mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan berkecil hati, mungkin
suami tidak tega melihat istrinya kesakitan, jadi jangan paksa suami karena hal
ini berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar, pada proses
persalinan akan sangat penting dalam membantu istri terutama jika suami tahu
banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluh betapa tertekannya
mereka karena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong
istrinya. (Lutfiatus Sholilah, 2004).Situasi atau kondisi dimana suami tidak
bisa mendampingi selama proses persalinan seperti:
a. Suami tidak siap mental
Umumnya suami tidak tega,
lekas panik, saat melihat istrinya kesakitan atau tidak tahan bila harus
melihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini bukanlah orang
yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin. Faktor penyebab ketakutan dan
kecemasan suami terhadap proses persalinan menurut Martin, 2008; Sapkota,
Kobayashi & Takase, 2010) diantaranya :
1) Takut dengan ancaman kematian istri dan bayinya
2) Cemas dengan proses persalinan yang penuh tekanan
3) Kurang keyakinan dan percaya diri menjadi
pendamping persalinan
4) Kurangnya dukungan sosial
b. Tidak diizinkan pihak RS
Beberapa RS tidak
mengizinkan kehadiran pendamping selain petugas medis bagi ibu yang menjalani
proses persalinan, baik normal maupun caesar.
Beberapa alasan yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu
konsentrasi etugas medis yang telah membantu proses persalinan, tempat yang
tidak luas dan kesterilan ruang operasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang
luar.
c. Suami sedang dinas
Apabila suami sedang dinas
ketempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan untuk pulang untuk menemani
istri bersalin tentu istri harus memahami kondisi ini. Walaupun tidak ada suami
masih ada anggota keluarga lain seperti ibu yang dapat menemani. Momen
persalinan pun dapat di filmkan dalam kamera video, sehingga saat kembali dari
dinas suami dapat melihat kelahiran buah hatinya.
3.2. Pemeriksaan dalam secara aseptik, sesuai
indikasi dengan memperhatikan hak dan privasi klien
Pemeriksaan dalam adalah tindakan memasukkan tangan ke dalam
jalan lahir ibu bersalin untuk memantau perkembangan proses persalinan atau
lazim disebut VT (vaginal toucher atau vaginal tousse atau periksa dalam dan
sejenisnya) bukanlah sesuatu yang mudah. Selain perlu pengetahuan,
keterampilan, pengalaman, tetapi juga butuh perasaan. Karena jari pemeriksa
masuk, maka jari itu tidak boleh dikeluarkan sebelum pemeriksaan dalam selesai.
Tujuan :
- Untuk menentukan apakah pasien sudah sungguh-sungguh in partu atau belum.
- Untuk menentukan keadaan yang menjadi tolak ukur dari rencana pimpinan persalinan.
Misalnya:
Seorang primigravida masuk dengan
pembukaan 4cm, maka pembukaan lengkap diharapkan sesudah 6 jam.
- Untuk menentukan ramalan persalinan dengan lebih tepat.
- Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses persalinan sesuai dengan yang diharapkan.
5. Sebagai bagian dalam menegakkan
diagnosa kehamilan muda.
Indikasi
- Indikasi vaginal toucher pada kasus kehamilan atau persalinan:
1. Ketuban
pecah sedangkan bagian depan masih tinggi.
Kejadian ini mungkin menyebabkan tali
pusat menumbung yang harus secepat-cepatnya didiagnosa, maka karena itu
diperiksa dengan vaginal toucher (pemeriksaan dalam).
2. Kita
mengharapkan pembukaan lengkap.
Pada keadaan ini kita melakukan
pemeriksaan dalam untuk mengetahui apakah persalinan maju menurut rencana waktu
dan kalau memang sudah terdapat pembukaan yang lengkap, pimpinan persalinan berubah
misalnya pasien diizinkan dan dipimpin untuk mengejan.
3. Bila
ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan misalnya: Karena ibu kurang baik
atau keadaan anak yang kurang baik. Untuk menentukan caranya menyelesaikan
persalinan perlu melakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu.
4. Pada
saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk menentukan fase persalinan dan
diagnosa letak janin.
5. Pada
saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada tidaknya prolapsus bagian
kecil janin atau talipusat.
6. Pada
primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu digunakan untuk
melakukan evaluasi kapasitas panggul (pelvimetri klinik) dan menentukan apakah
ada kelainan pada jalan lahir yang diperkirakan akan dapat mengganggu jalannya
proses persalinan pervaginam.
Kontraindikasi
Perdarahan,
Hymen intake, Infeksi vagina, Perdarahan, Plasenta previa, Ketuban pecah
dini, Persalinan preterm.
Teknik Melakukan Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam
dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks, status ketuban, dan
bagian presentasi janin serta station. Sebelum melakukan pemeriksaan dalam
sebaiknya seorang bidan mempersiapkan ibu. Informasi yang akan anda kaji
sebelum melakukan pemeriksaan dalam:
a. Status gravida
b. Status paritas
c. Usia kehamilan
d. Riwayat perdarahan/perdarahan bercak
e. Riwayat kemungkinan pecah ketuban
Peringatan: jika ketuban pecah dan ibu
tidak berada dalam persalinan aktif, jangan lakukan pemeriksaan dalam. Lakukan
pemeriksaan spekulum untuk memperoleh cairan ferning dan untuk mengkaji status
serviks secara visual.
Persiapan ibu sebelum dilakukan pemeriksaan dalam:
- Minta ibu mengosongkan kandung kemih sebelum pemeriksaan
- Beritahukan kepada ibu, dengan kata-kata atau istilah yang dapat ia pahami, tentang semua prosedur yang akan anda lakukan dan beritahu semua temuan pemeriksaan kepada ibu. Panggil ibu menggunakan namanya.
- Ingatkan ibu terlebih dahulu jika anad aingin memberikan penekanan tambahan atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
- Bantu ibu berbaring diranjang pemeriksaan dengan tungkai ditekuk sedemikian rupa sehingga kaki menapak di ranjang atau naik di pijakan kaki. Letakkan tangan diatas abdomen atau disisi tubuhnya sehingga memberikan rasa nyaman dan relaksasi ibu.
- Selimui tungkai ibu
- Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan periksa dalam :
1. Cuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian keringkan dengan handuk
kering dan bersih.
2. Minta
ibu untuk berkemih dan mencuci area genitalia (jika ibu belum melakukannya)
dengan bersih.
3. Jelaskan pada ibu setiap langkah
yang akan dilakukan selama pemeriksaan.
4. Anjurkan ibu untuk rileks.
5. Pastikan privasi ibu terjaga selama
pemeriksaan dilakukan.
- Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam :
1. Tutupi
badan ibu dengan selimut.
2. Minta
ibu berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan (mungkin
akan membantu jika ibu menempelkan kedua telapak kakinya satu sama lain).
3. Gunakan
sarung tangan DTT atau steril saat melakukan pemeriksaan.
4. Gunakan
kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT/larutan antiseptic.
Basuh labia secara hati-hati, seka dari bagian depan ke belakang untuk
menghindarkan kontaminasi feses (tinja).
5. Periksa
genitalia eksterna, perhatikan apakah ada luka atau massa (benjolan) termasuk
kondilomata, varikositas vulva atau rectum, atau luka parut diperineum.
- Melakukan penilaian terhadap :
1. Cairan
vagina dan tentukan apakah ada bercak darah, perdarahan pervaginam atau
mekonium.
2. Jika
ada perdarahan pervaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam.
3. Bila
ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika terlihat pewarnaan
mekonium, nilai apakah kental atau encer dan periksa DJJ
4. Jika
mekonium encer dan DJJ normal, teruskan memantau DJJ dengan seksama menurut
petunjuk pada partograf.
5. Jika
ada tanda-tanda akan terjadi gawat janin, lakukan rujukan segera.
6. Jika
mekonium kental, nilak DJJ dan rujuk segera.
7. Jika
tercium bau busuk, mungkin telah terjadi infeksi.
8. Dengan
hati-hati pilahkan labium majus dengan jari manis dan ibu jari(gunakan tangan
periksa).
9. Masukkan
(hati-hati jari telunjuk yang diikuti oleh jari tengah.
10. Jangan mengeluarkan
kedua jari tersebut sampai pemeriksaan selesai dilakukan.
11. Jika selaput ketuban
belum pecah, jangan melakukan tindakan amniotomi(merobeknya). Alasannya
amniotomi sebelum waktunya dapat meningkatkanresiko infeksi terhadap ibu dan
bayi serta gawat janin.
12. Nila vagina. Luka parut
di vagina mengindikasikan adanya riwayat robekan perineum atau tindakan
episiotomy sebelumnya.
13. Nilai portio uteri :
konsistensi (lunak, kaku) dan posisi.
14. Nilai pembukaan dan
penipisan serviks.
15. Pastikan tali pusat dan
atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba pada saat melakukan
periksa dalam. Jika teraba maka ikuti langkah-langkah gawat darurat dan segera
rujuk.
16. Nilai penurunan bagian
terbawah janin dan tentukan apakah bagian tersebut telah masuk ke dalam rongga
panggul.
17. Jika bagian terbawah
adalah kepala, pastikan penunjuknya (Ubun-ubun kecil,ubun-ubun besar atau
frontanela magna) dan celah (sutura) digitalis untuk menilai derajat penyusupan
atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah ukuran kepala janin sesuai dengan
ukuran jalan lahir.
18. Lakukan penilaian
penurunan kepala terhadap bidang Hodge. Jika bagian terbawah janin adalah
bokong, maka lakukan penilaian penurunan bokong sampai dengan SIAS.
19. Jika pemeriksaan
terbawah sudah lengkap, keluarkan kedua jari pemeriksaan (hati-hati), celupkan
sarung tangan kedalam larutan untuk dekontaminasi,lapaskan kedua sarung tangan
tadi secara terbalik dan rendam dalam larutan dekontaminan selama 10 menit.
20. Cuci kedua tangan dan
segera keringkan dengan handuk yang bersih dan kering.
21. Bantu ibu untuk
mengambil posisi yang lebih nyaman.
22. Jelaskan hasil-hasil
pemeriksaan kepada ibu dan keluarganya.
Komplikasi:
Bahaya pemeriksaan dalam (Vaginal Toucher) :
- Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat.
- Peningkatan resiko terjadinya infeksi.
- Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.
3. 3. Menilai Kemajuan Persalinan Dan Penggunaan Partograf.
Partograf
merupakan alat untuk mencatat
informasi berdasarkan observasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik ibu dalam
persalinan dan sangat penting khususnya untuk membuat keputusan klinis selama
kala I persalinan.
Kegunaan utama dari partograf
adalah :
- Mengamati dan mencatat informasi
kemajuan persalinan dengan memeriksa dilatasi serviks saat pemeriksaan dalam.
- Menentukan apakah persalinan berjalan
normal dan mendeteksi dini persalinan lama sehingga bidan dapat membuat deteksi
dini mengenai kemungkinan persalinan lama.
Jika digunakan secara
tepat dan konsisten, maka partograf akan membantu penolong persalinan untuk
:
1. Mencatat kemajuan persalinan.
2. Mencatat kondisi ibu dan janinnya.
3. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
4. Menggunakan
informasi yang tercatat untuk ecara dini mengidentifikasi adanya penyulit.
5. Menggunakan
informasi yang ada untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu.
Partograf harus digunakan :
·
Untuk
semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan
persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa ataupun adanya penyulit.
Partograf akan membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan
membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang disertai dengan
penyulit.
·
Selama
persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta,
rumah sakit, dll).
·
Secara
rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama
persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, Bidan, dokter umum, residen dan
mahasiswa kedokteran).
Penggunaan partograf
secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman
dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat
mengancam keselamatan jiwa mereka.
Halaman depan partograf mencantumkan
:
a. Informasi
tentang ibu
b. Kondisi
janin
c. Kemajuan
persalinan
d. Jam
dan waktu
e. Kontraksi
uterus
f. Obat-obat
dan cairan yang diberikan
g. Kondisi
ibu
h. Asuhan
pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Pencatatan selama fase laten persalinan
Kala satu dalam persalinan dibagi menjadi
fase laten dan fase aktif yang dibatasi oleh pembukaan serviks :
·
Fase
laten : pembukaan serviks kurang
dari 4 cm.
·
Fase
aktif : pembukaan serviks dari 4
sampai 10 cm
Selama fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan
harus di catat. Hal ini dapat direkm secara terpisah dalam catatan kemajuan
persalinan atau pada Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu
harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan.
Semua asuhan dan intervensi harus dicatat.
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan
dicatat secara seksama, yaitu :
·
Denyut
Jantung Janin : setiap ½ jam.
·
Frekuensi
dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam.
·
Nadi
: setiap ½ jam.
·
Pembukaan
serviks : setiap 4 jam.
·
Penurunan
: setiap 4 jam.
·
Tekanan
darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam.
·
Produksi
urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.
Jika ditemui tanda – tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi, harus lebih
sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila dalam diagnosis
ditetapkan adanya penyulit dalam persalinan. Jika frekuensi kontraksi berkurang
dalam satu atau dua jam pertama, nilai ulang kesehatan dan kondisi aktual ibu
dan bayinya. Bila tidak ada tanda – tanda kegawatan atau penyulit, ibu
dipulangkan dan dipesankan untuk kembali jika kontraksinya menjadi teratur dan
lebih sering. Jika asuhan dilakukan di rumah, penolong persalinan boleh
meninggalkan ibu hanya setelah dipastikan bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi
baik. Pesankan pada ibu dan keluarganya untuk memberitahu penolong persalinan
jika terjadi peningkatan frekuensi kontraksi
Pencatatan selama fase aktif persalinan
(partograf)
1.
Informasi
tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf
secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis
sebagai : ‘jam’ pada partograf) dan
perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu
terjadinya pecah ketuban.
2.
Keselamatan
dan kenyamanan janin
-
Denyut jantung
janin
Dengan menggunakan
metode seperti yang diuraikan pada bagian Pemeriksaan fisik dalam bab ini,
nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika
ada tanda – tanda gawat janin). Setiap kotak pada bagian ini, menunjukkan waktu
30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ
dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan
DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak
terputus.
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf
di antaraa garis tebal angka 180 dan 100. Tetapi, penolong sudah harus waspada
bila DJJ di bawah 120 atau diatas 160.
-
Warna dan adanya
air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam, dan nilai
warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan – temuan dalam kotak
yang sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan lambang – lambang berikut ini :
·
U : Ketuban utuh (belum pecah)
·
J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban
jernih
·
M : Ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur mekonium
·
D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur darah
·
K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air
ketuban (“kering”)
Mekonium dalam cairan ketuban
tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau
DJJ secara seksama untuk mengenali tanda – tanda gawat janin selama proses
persalinan. Jika ada tanda – tanda gawat janin (denyut jantung janin < 100
atau > 180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke fasilias kesehatan yang
sesuai. Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang
memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
-
Molase (penyusupan
kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi
dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang
saling menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi
tulang panggul (CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar – benar terjadi jika
tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan. Apabila ada dugaan
disproporsi tulang panggul, penting sekali untuk tetap memantau kondisi janin
dan kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai dan
rujuk ibu dengan tanda – tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin.
Catat temuan di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang –
lambang berikut ini :
0
: tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat dipalpasi.
1
: tulang – tulang kepala janin hanya saling
bersentuhan.
2
: tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih,
tapi masih dapat dipisahkan
3
: tulang – tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan.
3.
Kemajuan
persalinan
- Pembukaan
serviks
Dengan
menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan fisik dalam bab ini,
nilai dan catat pembukaan serviks setiap
4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda – tanda penyulit). Saat ibu
berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda ‘X’ harus
ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan – temuan dari
pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali selama fase aktif persalinan di
garis waspada. Hubungkan tanda ‘X’ dari setiap pemeriksaan dengan garis
utuh (tidak terputus).
- Penurunan
bagian terbawah atau presentasi janin
Dengan
menggunakan metode yang dijelaskan di bagian pemeriksaan fisik di bab ini.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap
4 jam), atau lebih sering jika ada tanda – tanda penyulit, nilai dan catat
turunnya bagian terbawah atau presentasi janin.
Pada
persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks umumnya diikuti dengan turunnya
bagian terbawah atau presentasi janin. Tapi kadangkala, turunnya bagian
terbawah / presentasi janin baru terjadi setelah pembukaan serviks sebesar 7
cm.
Kata
– kata “Turunnya kepala” dan garis tidak terputus dari 0 – 5, tertera di sisi
yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda ‘O’ pada garis waktu
yang sesuai. Sebagai contoh, jika kepala bisa dipalpasi 4/5, tuliskan tanda ‘O’
di nomor 4. hubungkan tanda ‘O’ dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak
terputus.
- Garis
waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai
pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap
diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase
aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks
mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam),
maka harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang,
macet, dll). Pertimbangkan pula adanya tindakan intervensi yang diperlukan,
misalnya persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau
puskesmas) yang mampu menangani penyulit dan kegawatdaruratan obstetri. Garis bertindak tertera sejajar dengan
garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di sebelah
kanan garis bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus
dilakukan. Ibu harus tiba di tempat rujukan sebelum garis bertindak
terlampaui.
4.
Jam dan
waktu
-
Waktu mulainya
fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak
– kotak yang diberi angka 1 – 16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak
dimulainya fase aktif persalinan.
-
Waktu aktual
saat pemeriksaan dilakukan
Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak –
kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak
menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit
pada lajur kotak di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk
dalam fase aktif persalinan, catatkan pembukaan serviks di garis waspada.
Kemudian catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
Sebagai contoh, jika pemeriksaan dalam menunjukkan ibu mengalami pembukaan 6 cm
pada pukul 15.00, tuliskan tanda ‘X’ di garis waspada yang sesuai dengan angka
6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu yang sesuai pada
kotak waktu di bawahnya (kotak ketiga dari kiri).
5.
Kontraksi
uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima jalur kotak dengan tulisan
“kontraksi per 10 menit” disebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak
menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi
dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah
kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan mengisi angka pada kotak
satu kali 10 menit, isi 3 kotak.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan :
Beri titik – titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik.
Beri
garis – garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20 –
40 detik.
Isi
penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya lebih dari 40
detik.
0 1 2 3
Dalam waktu 30 menit pertama :
·
Dua kontraksi dalam 10 menit
·
Lamanya kurang dari 20 detik
Dalam
waktu 30 menit yang ke-lima :
·
Tiga kontraksi dalam waktu 10 menit
·
Lamanya 20 – 40 detik
Dalam
waktu 30 menit ke-tujuh :
·
Lima kontraksi dalam 10 menit
·
Lamanya lebih dari 40 detik
INGAT
:
1.
Periksa frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap
jam selama fase laten dan setiap 30 menit selama fase aktif.
2.
Nilai frekuensi dan lamanya kontraksi selama 10 menit.
3.
Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang
sesuai/yang telah ditentukan.
4.
Catat temuan – temuan di kotak yang bersesuaian dengan
waktu penilaian.
6.
Obat –
obatan dan cairan yang diberikan
- Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah
dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan
per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.
- Obat – obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan
tambahan dan/ atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.
7.
Kesehatan
dan kenyamanan ibu
- Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
Angka disebelah kiri bagian
partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
·
Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan. (lebih
sering jika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda titik pada kolom waktu yang
sesuai (·).
·
Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih
sering jika dianggap akan adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf
pada kolom waktu yang sesuai :

·
Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika meningkat, atau dianggap
adanya infeksi) setiap 2 jam dan
catat temperatur tubuh dalam kotak yang sesuai.
- Volume urin, protein atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin
ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan setiap
ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urin.
8.
Asuhan,
pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil
pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom partograf, atau buat catatan
terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat
membuat catatan paersalinan.
Asuhan, pengamatan dan / atau
keputusan klinik mencakup :
§ Jumlah
cairan per oral yang diberikan.
§ Keluhan
sakit kepala atau penglihatan kabur.
§ Konsultasi
dengan penolong persalinan lainnya (obgin, bidan, dokter umum).
§ Persiapan
sebelum melakukan rujukan.
§ Upaya
rujukan.
Tabel 1 Parameter
monitoring persalinan (partograf)
Parameter
|
Temuan
abnormal
|
Tekanan
darah
|
> 140/90 dengan sedikitnya satu
tanda/gejala pre-eklampsia
|
Temperatur
|
>
38oC
|
Nadi
|
>
100 x/menit
|
DJJ
|
<
100 atau > 180 x/menit
|
Kontraksi
|
< 3 dalam 10 menit, berlangsung <
40 detik, ketukan di palpasi lemah
|
Serviks
|
Partograf melewati garis waspada
pada fase aktif
|
Cairan amnion
|
Mekonium, darah, bau
|
Urin
|
Volume sedikit dan pekat
|

Pencatatan
pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan
bagian untuk mencatat hal – hal yang terjadi selama proses persalinan dan
kelahiran, serta tindakan – tindakan yang dilakukan sejak persalinan kala I
hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut
sebagai Catatan Persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu
dalam masa nifas terutama selama persalinan kala IV untuk memungkinkan penolong
persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang
sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik, terutama
pada pemantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan).
Selain itu, catatan persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat)
dapat pula digunakan untuk menilai / memantau sejauh mana telah dilakukan
pelaksanaan asuhan persalinan yang bersih dan aman.
Catatan
persalinan adalah terdiri dari unsur – unsur berikut :
a.
Data dasar
b.
Kala I
c.
Kala II
d.
Kala III
e.
Bayi baru
lahir
f.
Kala IV
Cara pengisian :
Berbeda dengan halaman depan yang harus
diisi pada akhir setiap pemeriksaan, lembar partograf ini diisi setelah seluruh
prose persalinan selesai. Adapun cara pengisian catatan persalinan pada lembar
belakang partograf secara lebih terinci disampaikan menurut unsur – unsurnya
sebagai berikut :
A.
Data Dasar
Data dasar terdiri dari tanggal, nama
bidan, tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat rujukan dan
pendamping pada saat merujuk. Isi data pada masing – masing tempat yang telah
disediakan, atau dengan cara memberi tanda pada kotak di samping jawaban yang
sesuai. Untuk pertanyaan nomor 5, lingkari jawaban yang sesuai dan untuk
pertanyaan nomor 8 jawaban bisa lebih dari satu.
|
B.
Kala I
Kala I terdiei dari pertanyaan –
pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada, masalah – masalah
yang dihadapi, penatalaksanaannya, dan hasil penatalaksanaan tersebut. Untuk
pertanyaan nomor 9, lingkari jawaban yang sesuai. Pertanyaan lainnya hanya
diisi jika terdapat masalah lainnya dalam persalinan.
|
C.
Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi,
pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalh penyerta,
penatalaksanaan dan hasilnya. Beri tanda “Ö” pada kotak di samping
jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 13, jika jawabannya “Ya”, tulis
indikasinya sedangkan untuk nomor 15 dan 16 jika jawabannya “Ya”, isi jenis
tindakan yang telah dilakukan. Untuk pertanyaan nomor 14, jawaban bisa lebih
dari 1. sedangkan untuk ‘masalah lain’ hanya diisi apabila terdapat masalah
lain pada Kala II.
|
D.
Kala III
Kala II terdiri dari lama kala III,
pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus, plasenta
lahir lengkap, plasenta tidak lahir > 30 menit, laserasi, atonia uteri,
jumlah perdarahan, masalah penyerta, pentalaksanaan dan hasilnya. Isi jawaban
pada tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai.
Untuk nomor 25,26 dan 28 lingkari jawaban yang benar.
|
E.
Bayi baru
lahir
Informasi tentang bayi baru lahir
terdiri dari berat dan panjang badan, jenis kelamin, penilaian kondisi bayi
baru lahir, pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan terpilih dan
hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta beri tanda pada kotak
di samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 36 dan 37, lingkari
jawaban yang sesuai sedangkan untuk nomor 38, jawaban bisa lebih dari satu.
|
F.
Kala IV
Kala IV berisi data tentang tekanan
darah, nadi, suhu, tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan
perdarahan. Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai
apakah terdapat risiko atau terjadi perdarahan pascapersalinan. Pengisian
pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah
melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi setiap kolom
sesuai dengan hasil pemeriksaan dan jawab pertanyaan mengenai masalah kala IV pada
tempat yang telah disediakan. Bagian yang digelapkan tidak usah diisi
|
Cara
pengisian :
Berbeda dengan
halaman depan yang harus di isi pada akhir setiap pemeriksaan, lembar belakang
partograf ini diisi setelah seluruh proses persalinan selesai.
Pencatatan rutin adalah penting karena :
·
Dapat
digunakan sebagai alat bantu untuk membuat keputusan klinik dan mengevaluasi
apakah asuhan atau perawatan sudah sesuai dan efektif, mengidentifikasi
kesenjangan pada asuhan yang diberikan dan untuk membuat perubahan dan
peningkatan pada rencana asuhan perawatan.
·
Dapat
digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan proses membuat keputusan klinik. Dari
aspek metode keperawatan, informasi tentang interfensi atau asuhan yang
bermanfaat dapat dibagikan atau diteruskan kepada tenaga kesehatan lainnya.
·
Merupakan
catatan permanen tentang asuhan, perawatan dan obat yang diberikan.
·
Dapat
dibagikandiantara penolong persalinan. Hal ini menjadi penting jika ternyata
rujukan memang diperlukan karena hal ini berarti lebih dari satu penolong
persalinan akan memberikan perhatian dan asuhan pada ibu atau bayi baru lahir
·
Dapat
mempermudah kelangsungan asuhan dari satu kunjungan ke kunjungan berikutnya,
dari satu penolong persalinan dan penolong persalinan lainnya, atau dari
seorang penolong persalinan ke fasilitas kesehatan lainnya. Melalui pencatatan
rutin, penolong persalinan akan mendapat informasi yang relevan dari setiap ibu
atau bayi baru lahir yang diasuhnya
·
Dapat
digunakan untuk penelitian atau studi kasus
·
Diperlukan
untuk memberi masukkan data statistik nasional dan daerah, termasuk catatan
kematian dan kesakitan ibu/bayi baru lahir.
3.4. Posisi dan gerakan yang aman dan nyaman selama persalinan
1. Posisi Berbaring
Miring
Posisi ini
mengharuskan ibu berbaring kekiri atau kekanan. Salah satu kaki diangkat,
sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi yang akrab disebut posisi
lateral ini, umumnya dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat.
Normalnya, posisi ubun – ubun bayi berada
didepan jalan lahir. Posisi kepala bayi dikatakan tidak normal jika posisi ubun
– ubunnya berada dibelakang atau disamping. Dalam kondisi tersebut biasanya
dokter akan mengarahkan ibu untuk mengambil posisi miring. Kearah mana posisi
ibu tergantung pada dimana letak ubun – ubun bayi. Jika berada dikiri, maka ibu
dianjurkan mengambil posisi miring kekiri sehingga bayi diharapkan bisa
memutar. Demikian pula sebaliknya.

Keuntungan dari
posisi ini adalah
a.
Peredaran darah balik ibu bisa berjalan lancar. Pengiriman oksigen dalam darah
dari ibu kejanin melalui plasenta juga tidak terganggu.
b. Kontraksi uterus akan lebih efektif
c. Memudahkan bidan dalam memberikan pertolongan
persalinan
d. Karena tidak terlalu menekan, proses
pembukaan akan berlangsung secara perlahan – lahan sehingga persalinan
berlangsung lebih nyaman.
Kerugiannya :
a. Memerlukan bantuan untuk memegangi paha kanan
ibu.
2. Jongkok
Posisi ini
sudah dikenal sebagai posisi bersalin yang alami.

Keuntungannya :
a. Memperluas rongga panggul, diameter
transversa bertambah 1 cm dan diameter antero posterior bertambah 2cm.
b. Proses persalinan lebih mudah
c. Posisi ini menggunakan gaya gravitasi untuk
membantu turunnya bayi
d. Mengurangi trauma pada perineum
Kekurangannya :
Berpeluang kepala
bayi cedera. Soalnya tubuh bayi yang berada dijalan lahir bisa meluncur
sedemikian cepat. Untuk menghindari cedera, biasanya ibu berjongkok diatas
bantalan empuk yang berguna menahan kepala bayi.
3. Merangkak
Pada
posisi ini Ibu merebahkan badan dengan posisi merangkak, kedua tangan menyanggah
tubuh, kedua kaki ditekuk dan dibuka.

Keuntungannya :
a. Posisi merangkak seringkali
merupakan posisi yang paling baik bagi ibu yang mengalami nyeri punggung saat
persalinan.
b. Dapat mengurangi rasa sakit
c. Mengurangi keluhan haemorid
4. Semi duduk
Posisi
ini merupakan posisi yang paling umum diterapkan di RS / RSB disegenap penjuru
tanah air. Pada posisi ini. Pasien duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki
ditekuk dan paha dibuka kearah samping. Posisi ini cukup membuat ibu nyaman.

Keuntungannya :
Memudahkan
melahirkan kepala bayi.
Kekurangannya :
Titik berat pada tulang sakrum sehingga tulang
koksigis akan terdorong kedepan yang akan menyebabkan rongga menjadi lebih
sempit
5. Duduk
Pada posisi ini duduklah diatas tempat
tidur disangga beberapa bantal atau bersandarlah pada tubuh suami. Kedua kaki
ibu ditekuk dan dibuka, tangan ibu memegang lutut, tangan suami membantu
memegang perut ibu.

Keuntungannya :
a. Posisi ini
memanfaatkan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi.
b. Memberi kesempatan
untuk istirahat diantara dua kontraksi.
c. Memudahkan
melahirkan kepala bayi
Beberapa factor yang perlu
diperhatikan dalam memilih posisi
persalinan :
- Keamanan
Posisi
persalinan yang baik idealnya tidak menimbulkan cedera. Kalaupun ada factor penyulit
yang memungkinkan cedera pada ibu maupun bayinya, paling tidak peluang tersebut
diminimalkan. Cedera yang umumnya terjadi pada ibu antara lain robeknya rahim,
perdarahan hebat dan robekan jalan lahir. Sedangkan trauma pada bayi
diantaranya trauma kepala, patah kaki atau patah tangan.
- Kenyamanan
Tak bisa
dipungkiri, persalinan adalah kerja keras dan perjuangan bagi ibu maupun tim
medis yang menanganinya. Itulah sebabnya si ibu berhak mendapat pelayanan
terbaik, termasuk tempat bersalin yang nyaman. Tempat tidur dan segala
keperluannya haruslah memenuhi standar higienis guna meminimalkan risiko bayi
maupun ibu terkena infeksi.
- Bantuan
Medis
Apapun
posisi persalinan yang dipilih, prosesnya haruslah dibantu oleh tim medis yang
ahli dan terlatih. Dokter, bidan, maupun dokter anak serta para suster yang
membantu harus benar – benar memehami tugasnya memimpin dan mendampingi ibu
menjalani proses persalinan. Dengan demikian risiko terjadinya cedera bisa
diminimalkan.
Pengaturan posisi melibatkan juga penempatan
bantal,wanita bersalin memerlukan bantal di bawah kepalanya,hal ini dapat
meningkatkan relaksasi,mengurangi tekanan otot dan mengeliminasi titik-titik
takanan.bebera[pa hal di bawah ini juga dapat mengurangi rasa nyeri pada
ibu,diantaranya adalah ;
- Anjurkan
ibu untuk mencoba posisi posisi yang nyaman bagi dirinya
- Ibu boleh
berjalan,berdiri,duduk atau jongkok,berbaring miring atau merangkak.
- Jangan
menempatkan ibu pada posisi terlentang→supine hypotensi sindrome
- Relaksasi dan latihan pernapasan
Bernapas dalam dengan cara releks sewaktu ada
his dengan cara meminta ibu untuk menarik napas panjang,tahan napas sebentar
kemudian dilepaskan dengan cara meniup sewaktru ada his, tetapi hal tersebut
sudah tidak dianjurkan lagi sekarng ibu diajurkan untuk bernafas seperti biasa
dan meneran pad saat ibu merasakan dorongan.
- Usapan di punggung / abdominal
Jika ibu suka,lakukan pijatan / masase
dipunggung atau mengusap perut dengan lembut
Hal ini dapat memberikan dukungan dan
kenyamanan pada ibu bersalin sehingga akan mengurangi rasa sakit
- Pengosongan kandung kemih
Sarankan ibu untuk sesering mungkin untuk
berkemih.Kandung kemih yang kosong akan menyebabkan nyeri pada bagian abdominal
juga menyebabkan sulit turunnya bagian terendah dari janin
Metode pengendalian nyeri persalinan dengan farmakologis
§
Penggunaan sedativa misalnya golongan barbiturate.
§
Opioids misalnya morphin.
2. Penerimaan Terhadap Kelakuan dan Tingkah
Lakunya
Penerimaan akan
tingkah lakunya dan sikap juga kepercayaannya,apapun yang dia lakukan merupakan
hal terbaik yang mampu dia lakukan pada saat itu.
Biarkan sikap dan tingkah lakunya,pada beberapa
ibu mungkin berteriak pada puncak kontraksi dan ada pula yang berusaha untuk
diam ada juga yang menangis.Itu semua merupakan tingkah laku yang pada saat itu
hanya dapat dilakukannya.Sebagai seorang bidan yang dapat dilakukan adalah
hanya menyemangatinya dan bukan memarahinya.
Persalinan dan kalahiran merupakan hal yang fisiologis namun banyak
wanita yang tidak siap untuk menghadapi persalinannya. Wanita biasanya
membutuhkan perhatian lebih dari suaminya dan keluarganya bahkan bidan sebagai
penolong persalinan.
Asuhan
yang harus diberikan adalah selain pemberian dukungan mental juga penjelasan
kepada ibu bahwa rasa sakit yang ia alami selama persalinan merupakan suatu
proses yang harus dilalui dan diharapkan ibu tenang menghadapi persalinan.
3. Informasi dan Kepastian tentang Hasil Persalinan yang Aman
Setiap ibu
membutuhkan informasi tentang kemajuan persalinanya sehingga mampu mengambil
keputusan dan ia perlu diyakinkan bahwa kemajuan persalinannya normal. Kami
menyadari bahwa kata-kata mempunyai pengaruh yang sangat kuat, baik positif
maupun negatif.
Setiap ibu bersalin selalu ingin mengetahui
apa yang terjadi pada tubuhnya
-
Penjelasan tentang proses dan perkembangan
persalinan.wanita yang telah siap mempunyai anak biasanya mengetahui
proses-proses persalinan dan merasa ingin diinformasikan mengenai
perkembangannya.saedangkan pada ibu yang belum siap biasanya mereka ingin
mengetahiu apa saja yang sedang terjadi dalam tubuhnya
-
Jelaskan semua hasil pemeriksaan.Semua hasil
pemeriksaan harus dijelaskan pada ibu tersebut,hal ini akan mengurangi
kebingungan pada ibu.dan ingat setiap tindakan yang akan kita lakukan harus
memperoleh persetujuan sebelum melakukan prosedur
-
Pengurangan rasa takut akan menurunkan nyeri
akibat ketegangan dari rasa takut.
-
Penjelasan tentang prosedur dan adanya
pembatasan.hal ini memungkinkan ibu bersalin merasa aman dan dapat mengatasinya
secara epektif.Ibu tersebut haruslah menyadari prosedur tersebut sebagai salah
satu yang dia perlukan dan yang akan membentunya dan juga tentang keterbatasan
prosedur tersebut.
3.5 Pemenuhan nutrisi dan hidrasi dalam persalinan
Cairan dan Makanan
Sayangnya,
kebijakan nothing by month/NPO (Tidak
memberikan apa pun per oral) saat persalinan,dilaksanakan secara rutin banyak
dirumah sakit. Praktik ini dicanangkan pada tahun 1946 saat dijelaskan bahwa
aspirasi isi asam lambung merupakan penyebab moriditas dan mortalitas ibu.
Walaupun resiko aspirasi telah menurun drastis sejak tahun 1940-an,keharusan
berpuasa bagi ibu bersalin merupakan praktik yang terus berlangsung dibanyak
rumah sakit saat ini. Pertimbangkan hal-hal berikut ini.
·
Aspirasi
saat anastesi umum pada pelahiran operatif secara langsung terkait dengan
intubasi yang sulit, terlepas dari asupan oral pasien.
·
Para
ahli anastesi sepakat bahwa manajemen anastesi dibawah standar merupakan
penyebab utama aspirasi paru
·
Status
NPO menyebabkan peningkatan keasaman lambung.
·
Anastesia
regional memiliki pengaruh yang kecil terhadap waktu pengosongan lambung dan
sangat menurunkan resiko pneumonia aspirasi.
·
Anastesia
regional tepat digunakan pada sebagian besar pelahiran sesaria darurat.
·
Pemberian
cairan intravena (IV) rutin dapat menyebabkan kelebihan cairan,hiperglikemia
pada janin, dan hipoglikemia pada bayi baru lahir, serta dapat mengubah kadar
natrium plasma
·
Hidrasi
dan kebutuhan energi pada ibu bersalin sama seperti kebutuhan seorang atlet
yang sedang berkompetensi. Kekurangan makanan dan cairan dapat secara langsung
mempengaruhi kemajuan persalinan dan hasilnya.
·
Pada
tahun 1999, American Society of anesthesiologists merevisi rekomendasi mereka
mengenai asupan oral pada persalinan. Cairan bening yang direkomendasikan
meliputi air putih, jus tanpa daging buah, minuman berkarbonasi, teh dan kopi
encer, gelatin bercita rasa, es buah, es loli dan kaldu. Mereka
merekomendasikan pembatasan berdasarkan kasus demi kasus pada ibu yang mungkin
mengalami peningkatan resiko aspirasi.
Ibu
harus diberi tahu mengenai resiko aspirasi yang kecil tetapi serius terkait
dengan asupan oral saat persalinan. Harus dijelaskan bahwa resiko aspirasi
disebabkan anastesia dan bahwa jika persalinan menyimpang dari normal, ibu
mungkin diminta menahan diri untuk tidak menerima asupan oral lebih lanjut.
Akan
sangat baik jika menu harian Ibu di trimester akhir
kehamilan, diselingi makanan ringan setiap 1 jam sekali untuk menambah energi.
Ibu
tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperoleh kesimpulan
bahwa :
a. Pada
saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak
makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi
dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi
dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin.
b. Ibu
bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk
melarang makan dan minum.
c. Efek
mengurangi/mencegah makan dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa intravena
yang telah dibuktikan dapat berakibat negative terhadap janin dan bayi baru
lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum. Ha ini
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larence 1982, Tamow-mordi Starw dkk
1981, Ruter Spence dkk 1980, Lucas 1980
Makanan
Penambah Eneregi
Menurut
jurnal bertajuk "Restricting oral
fluid and food intake during labor" yang dirilis oleh Cochrane
Database of Systematic Reviews. Berikut adalah daftar makanan yang mampu
menambah energi Ibu dengan optimal, antara lain:
- Roti
- Kentang
- Pasta
- Buah kering
- Pisang
- Sereal
- Sup
- Yoghurt dengan kadar lemak rendah.
- Kentang
- Pasta
- Buah kering
- Pisang
- Sereal
- Sup
- Yoghurt dengan kadar lemak rendah.
Berikut adalah makanan yang perlu Ibu
hindari saat menjelang persalinan, antara lain:
- Buah yang asam seperti jeruk atau anggur
- Makanan yang terlalu manis
Minuman Penambah Energi
- Buah yang asam seperti jeruk atau anggur
- Makanan yang terlalu manis
Minuman Penambah Energi
Selain
makanan yang mengandung kadar energi tinggi, saat menjelang melahirkan Ibu juga
membutuhkan minuman yang mampu menambah energi. Pada masa ini Ibu juga akan
cepat merasa haus, karena fase-fase melahirkan akan membuat Ibu
mengeluarkan banyak cairan.
Pastikan
Ibu cukup mengonsumsi cairan, agar Ibu tidak. Ibu bisa
mengonsumsi jus buah seperti apel atau mangga yang segar atau meminum secangkir
teh herbal dengan madu juga bisa membuat Ibu tenang dan mengembalikan energi
yang hilang.
Hindari
minuman bersoda, jus jeruk, atau anggur karena mengandung asam yang akan dapat
menggangu kesehatan Ibu. Konsultasikan pada dokter makanan atau minuman apa
yang aman untuk Ibu konsumsi. Apa yang Ibu konsumsi juga akan menjadi asupan
bagi janin di dalam kandungan Ibu. Berikan nutrisi optimal untuk kesehatan dan perkembangan
janin.
3.6. Pengaturan nafas dalam kala II persalinan
Memulai teknik pernapasan
Teknik ini dilakukan hanya saat kontraksi.
Istirahat dan tidur diantara kontraksi merupakan hal yang penting. Instruksikan
ibu bersalin untuk melakukan tindakan berikut.
·
Perkirakan
posisi yang nyaman.
·
Upayakan
untuk mempertahankan kondisi relaks selama kontraksi.
·
Konsentrasi
pada satu titik fokus saat melakukan teknik pernapasan (misalnya, gambar yang
indah, kancing pada kemeja seseorang)
·
Mulai
dan akhiri tiap teknik pernapasan dengan cleansing breath. Cleansing breath
ini, secara sederhana, adalah bernapas cepat yang dalam, seperti mendesah
keras. Inhlasi melalui hidung,ekhalasi melalui bibir yang sedikit mencucu.
Setiap ibu yang memulai persalinan harus diajarkan
teknik sederhana untuk mengahadapi persalinan. Penggunaan pola pernapasan
khusus saat kontraksi persalinan memiliki dua tujuan :
1. Membantu ibu untuk relaks dengan mengalihkan
pikiran ibu dengan kontraksi hebat, dan
2. Memasukkan
asupan oksigen yang stabil dan adekuat.
Pernapasan dada lambat (Teknik Lamaze :
pernapasan pacu lambat)
Teknik ini dapat digunakan pada persalinan awal dan
selama ibu merasa nyaman dengan tekhnik ini. Bagi sebagian ibu,teknik ini dapat
digunakan disepanjang kala I persalinan.
1. Lakukan cleansing bearth segera setelah
kontraksi dimulai.
2. Bernapas dengan perlahan dan dalam melalui
hidung dan keluarkan melalui mulut dengan bibir mencucu atau melalui hidung
selama durasi kontraksi.
3. Pertahankan kecepatan yang stabil sekitar
6 sampai 9 kali napas selama kontraksi 60 detik (cleansing bearth tidak
dihitung)
4. Gunakan titik fokus secara menyeluruh
5. Akhiri kontraksi dengan cleansing bearth
Teknik ini dianjurkan untuk digunakan pada fase
awal dan fase aktif persalinan hingga fase transisi. Akan tetapi, sebagian ibu
menggunakan titik fokus ini disepanjang persalinan.
Selain itu, ibu dapat meningkatkan frekuensi
pernapasan secara bertahap serta kemajuan persalinan menguat. Hal ini mungkin
bekerja dengan baik untuk ibu selama kemajuan persalinan tidak berlangsung
cepat.
Eflurasi
Teknik ini adalah masase ringan pada abdomen dengan menggunakan ujung-ujung
jari. Teknik ini dapat dilakukan bersama dengan teknik pernapasan saat
kontraksi.
1. Dimulai pada tulang pubis, gerakkan tangan
dengan perlahan ke atas ke bagian samping abdomen dalam usapan sirkular yang
melebar.
2. Saat ekshalasi,gerakan ujung-ujung jari
turun ke bagian tengah abdomen.
3. Eflurasi dapat dilakukan dengan satu
tangan jika ibu berbaring miring.
Pant-Blow Breathing /pernapasan variabel
(Teknik Lamaze:pernapasan pacu dan berpola)
1. Mulai dengan cleansing breath.
2. Tarik napas dangkal sebanyak empat kali
melalui mulut,buat suara ”hee” atau ”heh”ekshalasi ditekankan untuk memberikan
irama pada pernapasan ini.
3. Keluarkan napas melalui mulut sebanyak
satu kali saat bagian akhir empat kali napas dangkal. Napas yang dikeluarkan
(blow) harus merupakan embusan pendek,bukan ekshalasi yang panjang.
4. Pertahankan irama napas tetap sama dan
stabil. Frekuensi napas tidak boleh lebih dari 1 kali napas per detik.
5. Irama napas ini dapat bervariasi mulai
dari dua kali napas dangkal dan satu kali embusan,atau bahkan enam kali napas
dangkal dan satu kali embusan. Gunakan irama mana saja yang paling nyaman
menurut ibu.
6. Lakukan cleansing breath di akhir
kontraksi.
7. Eflurasi bisanya tidak digunakan bersama
dengan teknik ini.
Teknik ini merupakan teknik
yang efektif untuk digunakan saat kontraksi yang kuat berlangsung dan terutama
dianjurkan saat fase transisi persalinan ketika dilatasi serviks sebesar 7
sampai 10 cm. Akan tetapi,sebagian ibu mungkin ingin untuk mulai menggunakan
teknik ini lebih awal,khususnya ibu yang mengalami dorongan untuk mengejan
lebih awal atau ibu yang mengalami persalinan cepat.
Teknik
mengejan Fisiologis (Glotis Terbuka)
Motivasi ibu untuk melakukan
tindakan berikut.
1. Tetapkan posisi yang dipilih
2. Lakukan cleansing breath sebanyak dua kali
3. Ambil napas dalam secara perlahan dan
mulai embuskan napas perlahan melalui bibir yang sedikit mencucu
4. Embuskan napas secara perlahan selama 4
sampai 6 detik. Bunyi dengkur dapat terjadi pada akhir ekshalasi. Hal ini baik
dan memberikan upaya yang efektif dalam mengejan. Ingat untuk menjaga otot
perineum relaks.
5. Lakukan cleansing breath sebanyak satu
kali diakhir kontraksi dan relaks.
Teknik menahan napas harus dihindari!!
Melawan dorongan untuk mengejan
Metode ini dapat digunakan sebelum kala dua agar
tercipta tekanan panggul/rektum yang intensif atau saat kala dua ketika kepala
janin crowning. Mengejan yang tidak terlalu kuat dapat membantu pelahiran
kepala secara perlahan dan mencegah robekan dan/atau kebutuhan akan episiotomi.
Embuskan napas dengan ekshalasi pendek dan kuat.
Udara dihirup dengan jumlah yang sama setelah setiap ekshalasi. Hati-hati agar
tindakan ini tidak dilakukan terlalu cepat karena dapat menyebabkan pusing dan
mati rasa pada jari dan bibir akibat hiperventilasi. Tindakan ini kadang kala
disebut ”meniup bulu unggas” (feather
blowing).
Kadang kala dorongan untuk mengejan terjadi sangat
dini. Jika dilatasi serviks belum mendekati 9 atau 10 cm,mengejan hanya akan
melelahkan ibu, untuk mengejan,diafragma diatur
dan napas ditahan. Upaya menghembuskan napas yang berulang kali membantu
melawan kecenderungan untuk mengejan terlalu dini. Teknik ini hanya digunakan
saat kontraksi ketika dorongan untuk mengejan terasa.
3.7. Episiotomi sesuai
indikasi
Episiotomi, dalam arti sempit adalah insisi
pudenda. Perineotomi adalah insisi perineum. Tetapi dalam bahasa biasa
episiotomi sering sama digunakan dengan perineotomi. Dengan kata lain
episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina. Pada
persalinan episiotomi bukan merupakan tindakan rutin.
Alasan mengapa episiotomi bukan merupakan tindakan rutin:
1.
Perineum dapat dipersiapkan
untuk persalinan melalui latihan kegel dan pijatan pada periode prenatal.
Latihan kegel pada periode pasca partum dapat memprbaiki tonus otot-otot
perineum.
2.
Robekan dapat terjadi
meskipun telah dilakukan episiotomi
3.
Nyeri dan rasa tidak nyaman
akibat episiotomi dapat menghambat interaksi ibu-anak dan dimulai kembalinya
hubungan seksual orang tua.
Oleh karena alasan diatas maka episiotomi hanya dilakukan pada
kondisi-kondisi tertentu yaitu:
1. Gawat janin
2.
Persalinan pervaginam dengan
penyulit (sungsang, distosia bahu, ekstraksi forceps, ekstraksi vakum, bayi
besar, presentasi muka, dll)
3. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang menghalangi
kemajuan persalinan.
Manfaat episiotomi:
1. Mencegah robekan perineum derajat tiga, terutama sekali
dimana sebelumnya ada laserasi yang luas di dasar panggul. Insisi yang bersih
dan dilakukan pada posisi yang benar akan lebih cepat sembuh dari pada robekan
yang tidak teratur.
- Menjaga uretra dan klitoris dari trauma yang luas. Kemungkinan mengurangi regangan otot penyangga kandung kemih atau rektum yang terlalu kuat dan berkepanjangan, yang dikemudian hari menyebabkan inkontinensia urine dan prolaps vagina.
3. Mengurangi lama kala II yang mungkin penting terhadap
kondisi ibu atau keadaan janin (fetal distress)
4. Memeperbesar vagina jika diperlukan manipulasi untuk
melahirkan bayi, contohnya pada presentasi bokong atau pada persalinan dengan
forcep.
- Mengurangi risiko luka intrakanial pada bayi premature.4
Pada saat tindakan episiotomi mungkin diperlukan pada keadaan yang pasti,
beberapa kerugian yang harus kita ingat :
§
Dapat
menyebabkan nyeri masa nifas yang tidak perlu, sering membutuhkan penggunaan
analgesik
§ Menyebabkan
ketidaknyamanan dan nyeri karena insisi episiotomi dan penjahitan, pada saat
berbaring dan duduk di tempat tidur, bisa menyebabkan insomnia dan menggangu
kemampuan ibu untuk berinteraksi dengan bayinya pada minggu pertama dan
menganggu ibu untuk menyusui bayinya. Banyak wanita juga mengalami nyeri pada
saat duduk di kursi dan pada saat berjalan. Nyeri bisa menyebabkan kesulitan
pada saat BAK.
§ Nyeri
dan ketidaknyamanan dapat berlangsung lama sampai beberapa minggu atau satu
bulan postpartum.
§ Terjadi
perdarahan dan jarang dalam hal ini merupakan
perdarahan hebat
§ Insisi
dapat bertambah panjang jika persalinan tidak terkontrol atau jika insisi tidak
adekuat/tidak dilakukan dengan baik.
§
Selalu
ada risiko terjadi infeksi, terutama bila berdekatan dengan anus.
§
Dyspareunia
dan ketakutan untuk memulai hubungan seksual, dan mungkin berlanjut sampai
beberapa bulan setelah melahirkan.
Waktu dilaksanakannya episiotomi:
Jika episiotomi dilakukan terlalu cepat dan tidak
berdasar pada keperluan, perdarahan dari luka insisi mungkin banyak antara jeda
waktu episiotomi dan pelahiran. Jika episiotomi terlambat dilakukan, laserasi
tidak akan terhindar lagi. Lazimnya episiotomi dilakukan saat kepala terlihat
3-4cm di intoitus vagina selama kontraksi.
Jenis episiotomi yang ditentuka berdsarkan letak dan arah insisi
1. Episiotomi mediolateralis
Episiotomi mediolateralis
merupakan insisi pada perineum kearah bawah tetapi menjauhi rektum, dapat
kearah kanan atu kiri tergantung tangan yang dominan yang digunakan oleh
penolong. Episiotomi mediolateralis memotong sampai titik tendineus pusat
perineum , melewati bulbokavernosus dan otot-otot transversus perinei
supervisialis dan profunda, dan ke dalam otot pubokoksigeus (levator ani).
Berapa banyak otot pubokoksigeus yang dipotong tergantung pada panjang dan
kedalaman insisi. Pada episiotomi mediolateralis penolong diharapkan agar
berhati-hati untuk memulai potongan pada aspek latera fourchete
tau mengarahkan potongan terlalu jauh ke sisi lateral sebagai upaya menghindari
kelenjar bartholin di sisi tersebut.
Episiotomi mediolateral
paling sering digunakan karena relatif lebih aman untuk mencegah perluasan
ruptur perineum kearah derajat 3 dan 4. Pada episiotomi ini kehilangan darah
akan lebih banyak dan perbaikan lebih sulit dan lebih nyeri dibandingkan denga
episiotomi median.
2. Episiotomi median
Merupakan insisi pada garis
tengah perineum ke arah rektum, yaitu ke arah titik tendensius perineum,
memisahkan dua sisi otot perineum bulbokavernosus dan otot tranversus perinei
prounda juga dapat dipisahkan, bergantung pada kedalaman insisi.
Episiotomi ini efektif,
mudah diperbaiki dan biasanya nyri timbul lebih ringan. Kadang-kadang juga
dapat terjadi perluasanruptur perineum ke derajat 3 dan 4 namun penyembuhan
primer dan perbaikan (jahitan) yang baik akan memulihkan tonus sfingter.
![]() |
|||
![]() |
![]() |
Tabel
karakteristik episiotomi median dan mediolateral
Karakteristik
|
Tipe episiotomi
|
|
Mediana
|
Mediolateral
|
|
Perbaikan secara bedah
|
Mudah
|
Lebih sulit
|
Penyembuhan yang tidak sempurna
|
Jarang
|
Lebih sering
|
Nyeri pascaoperasi
|
Minimal
|
Lazim
|
Hasil anatomi
|
Sangat baik
|
Kadang tidak sempurna
|
Kehilangan darah
|
Kurang
|
Banyak
|
Dispareuni
|
Jarang
|
Kadang-kadang
|
Pelebaran
|
Sering
|
Tidak lazim
|
Persiapan dalam melakukan episiotomi
1.
Mempertimbangkan
indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan bahwa episiotomi itu
penting dilakukan untuk keselamatan dan kenyamanan ibu dan bayi
2.
Pastikan semua bahan dan
perlengkapan yang diperlukan sudah tersedia dan dalam keadaan desinfeksi tingkat
tinggi dan steril
3.
Gunakan teknik aseptik
setiap saat. Gunakan sarung tangan DTT atau steril
4.
Jelaskan pada ibu tindakan
yang akan dilakukan serta jelaskan secara rasional alasan diperlukan tindakan
episiotomi.
Dalam melaksanakan
episiotomi, berikan anastesi lokal secara dini agar obat tersebut memiliki
cukup waktu untuk memberikan efek sebelum dilakukan episiotomi. Pada episiotomi
diberikan anastesi karena episiotomi adalah tindakan yang menimbulkan rasa
sakit dan memberikan anastesi lokal merupakan bagian dari asuhan sayang ibu.
Memberikan anastesi lokal:
1.
Jelaskan pada ibu apa yang
akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa rileks
2.
Hisap 10ml larutan lidokain
1% tanpa epineprin ke dala tabung suntik steril ukuran 10ml (tabung suntik yang
lebih besar juga dapat digunakan,jika diperlukan). Jika lidokain 1% tidak
tersedia, larutkan 1 bagian lidokain 2% dengan 1 bagian cairan garam fisiologis
atau air distilasi steril, sebagai contoh larutkan 5ml lidokain dalam 5 ml
cairan garam fisiologis atau air steril.
3.
Pastikan bahwa tabung suntik
memiliki jarum ukuran 22 dan panjang 4cm (jarum yang lebih panjang boleh
digunakan, jika diperlukan)
4.
Letakkan dua jari ke dalam
vagina di antara kepala bayi dari perineum.
5.
Masukkan jarum di tengah
fourchette dan arahkan jarum sepanjang tempat yang akan di episiotomi.
6.
Aspirasi (tarik batang
penghisap) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di dalam pembuluh darah.
Jika darah masuk ke dalam tabung suntik, jangan suntikkan lidokain, tarik jarum
tersebut keluar. Ubah posisi jarum adan tusukkan kembali. Alasan: ibu bisa,
mengalami kejang dan bisa terjad kematian jika lidokain disuntikkan ke dalam
pembuluh darah.
7.
Tarik jarum
perlahan-perlahan sambil menyuntikkan maksimum 10 ml lidokain
8.
Tarik jarum bila sudah
kembali ke titik asal jarum suntik ditusukkan. Kulit melembung karena anastesia bisa terlihat dan
dipalpasi pada perineum di sepanjang garis yang akan dilakukan episiotomi.
Prosedur pelaksanaan episiotomi:
1.
Tunda tindakan episiotomi
sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4 cm kepala bayi sudah terlihat pada
saat kontraksi. Alasan: melakukan episiotomi akan menyebabkan perdarahan;
jangan melakukannya terlalu dini.
2.
Masukkan dua jari ke dalam
vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak diregangkan dan
berikan sedikit tekanan lembut kearah luar pada perineum. Alasan: hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan
perineum sehingga membuatnya lebih mudah diepisiotomi.
3.
Gunakan gunting tajam
desinfeksi tingkat tinggi atau steril, tempatkan gunting ditengah-tengah
fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut yang diinginkan, untuk
melakukan episiotomi mediolateral (jika penolong bukan kidal, episiotomi
mediolateral yang dilakukan di sisi kiri lebih mudah dijahit). Pastikan untuk
melakukan palpasi/mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarahkan
gunting cukup jauh ke arah samping untuk menghindari sfingter.
4.
Gunting perineum sekitar 3-4
cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua arah guntingan yang
mantap. Hindari ”menggunting” jangan sedikit demi sedikit karena akan
menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu
penyembuhan yang lebih lama.
5.
Gunakan gunting untuk
memotong sekitar 2-3cm ke dalam vagina.
6.
Jika kepala belum juga
lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan dilapisi kain atau kasa
desinfeksi tingkat tinggi atau steril diantara kontraksi untuk membentu
mengurangi perdarahan.
7.
Kendalikan kelahiran kepala,
bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan episiotomi
8.
Setelah bayi dan plasenta
lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi, perineum dan vagina
mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan
epsiotomi atau laserasi tambahan.
3.8. Penggunaan Oksitosin Pada
Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala III (tiga) sangat penting dilakukan
pada setiap asuhan persalinan
normal dengan
tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu. Saat ini, manajemen aktif kala III (tiga) telah
menjadi prosedur tetap pada asuhan persalinan
normal dan
menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap tenaga kesehatan
penolong persalinan (dokter dan bidan).
1.
Pengertian
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak bayi
lahir sampai plasenta lahir. Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi
dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
2.
Tujuan Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III (tiga) adalah
untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
mencegah perdarahan
dan mengurangi kehilangan darah kala III (tiga) persalinan
jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Penatalaksanaan
manajemen aktif kala III (tiga) dapat
mencegah terjadinya kasus perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta.
3.
Keuntungan Manajemen Aktif Kala
III
Keuntungan manajemen aktif kala III (tiga) adalah:
4. Langkah
Manajemen Aktif Kala III
Langkah
utama manajemen aktif kala III (tiga) ada tiga langkah yaitu:
a.
Pemberian suntikan oksitosin
Pemberian suntikan oksitosin dilakukan dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir. Namun perlu
diperhatikan dalam pemberian suntikan oksitosin
adalah memastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) di dalam uterus. Mengapa
demikian? Oksitosin
dapat menyebabkan uterus
berkontraksi yang dapat menurunkan pasokan oksigen pada bayi. Panduan asuhan intrapartum NICE merekomendasikan
penggunaan 10 IU syntocinon melalui injeksi IM. Meskipun tidak ada lisensi
untuk cara pemberian semacam ini, suatu kajian sistematik yang memeriksa
kegunaaan oksitosin sebagai profilaktit selama persalinan kala III.
Menyimpulkan bahwa oksitosin bermanfaat dalam pencegahan PPH.
Suntikan oksitosin
dengan dosis 10 unit diberikan secara intramuskuler (IM) pada sepertiga bagian
atas paha bagian luar (aspektus lateralis). Komponen syntocinon dari
syntometrine bekerja dalam waktu 2 hingga 3 menit dan bertahan hanya selama 5
menit hingga 15 menit. Tujuan pemberian suntikan oksitosin
dapat menyebabkan uterus
berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan
mengurangi kehilangan darah.
b.
Penegangan tali pusat terkendali
Klem pada tali
pusat diletakkan sekitar 5-10 cm dari vulva dikarenakan
dengan memegang tali
pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah evulsi tali pusat.
Meletakkan satu tangan di atas simpisis
pubis dan tangan yang satu memegang klem di dekat vulva.Tujuannya agar
bisa merasakan uterus
berkontraksi saat plasenta
lepas. Segera setelah tanda-tanda pelepasan plasenta terlihat
dan uterus mulai
berkontraksi tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada
dinding abdomen)
menekan uterus ke
arah lumbal dan kepala
ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio
uteri.Lahirkan plasenta
dengan peregangan yang lembut mengikuti kurva alamiah panggul (posterior
kemudian anterior). Ketika plasenta tampak di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya.Putar plasenta secara
lembut hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
c.
Masase fundus uteri
Segera setelah plasenta
lahir, lakukan masase fundus uteri dengan tangan kiri
sedangkan tangan kanan memastikan bahwa kotiledon dan selaput plasenta dalam
keadaan lengkap. Periksa
sisi maternal
dan fetal. Periksa kembali uterus setelah satu
hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Evaluasi kontraksi uterus setiap 15
menit selama satu jam pertama pasca persalinan
dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.
3.9. Penjahitan peineum tingkat I dan II
Robekan jalan lahir merupakan penyebab
kedua dari perdarahan paskapersalinan.Robekan dapat terjadi bersamaan dengan
atonia uteri.perdarahan paskapersalinan dengan kontraksi uterus baik biasannya
disebabkan oleh robekan jalan lahir ( ruptur perineum dinding vagina dan
robekan servik ).Hal ini dapat diidentifikasi dengan cara melakukan pemeriksaan
yang cermat dan seksama pada jalan lahir.
Penyebab yang paling sering adalah
pimpinan persalinan yang salah seperti pembukaan belum lengkap sudah dilakukan
pimpinan persalinan, tindakan kristeler atau dorongan kuat pada fundus uteri.
Laserasi
jalan lahir diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu:
1.
Derajat
satu
Robekan
sampai mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
2.
Derajat
dua
Robekan
sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum dan otot perineum.
3.
Derajat
tiga
Robekan
sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan otot sfingter
ani eksternal.
4.
Derajat
empat
Robekan
sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani
eksternal dan mukosa rektum.
Tindakan
yang dilakukan :





-
setelah
prosedur aseptik antiseptik pasang busi rektum hingga ujung robekan
-
Mulai
penjahitan pada ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa,dengan benang
vicryl / dexon no 2/0 hingga ke spingter
ani.jepit kedua spingert ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0
-
Lanjutkan
penjahitan ke bagian otot perineum dan submukosa dengan benang yang sama ( atau
cromic no 2/0 )
Secara jelujur.
-
Mukosa
vagina dan kulit dijahit secara submukosal ubkutikuler
-
Berikan
antibiotik propilaksis ( ampisilin 2 gram dn metrodinazol 1 gram per oral )
Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila terdapat tanda – tanda infeksi.
Robekan
serviks
Ø
Robekan
serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur, akan
mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi.
Ø
Bila
kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak
maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kawan dari porsio.
Ø
Jepitkan
klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera
dihentikan.Jika setelah dieksplorasi lanjututan tidak dijumpai robekan
lain,lakukan penjahitan.jahit mulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah
luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
Ø
Setelah
tindakan, periksa tanda vital klien,kontraksi uterus,tinggi fundus uteri dan
perdarahan paskatindakan.
Ø
Beri
antibiotik propilaksis, kecuali bila jelas ditemukan tanda infeksi.
Ø
Bila
terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar HB di bawah 8 g %
berikan tranfusi darah.
![]() |
![]() |
3.10. Support sistem
dalam asuhan intranatal
Tujuan
asuhan selama persalinan dan kelahiran
- Melindungi keselamatan ibu dan bayi baru lahir (BBL)
- Memberi dukungan pada persalinan normal, mendeteksi dan menatalaksana komplikasi secara tepat waktu
- Memberi dukungan serta cepat bereaksi terhadap kebutuhan ibu, pasangan dan keluarganya selama persalinan dan kelahiran bayi
Dukungan
persalinan
Adalah asuhan yang
sifatnya mendukung yaitu asuhan yang bersifat aktif dan ikut serta dalam
kegiatan selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan kebidanan, dimana
ibu dibebaskan untuk memilih pendamping persalinan sesuai keinginannya,
misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang dirinya. Idealnya
pendampingan ini dilaksanakan semenjak pra persalinan yang dapat membantu
memutuskan rencana tempat persalinan, pemakaian alat kontrasepsi dan kejadian
lain yang tidak diharapkan.
Hasil
penelitian sehubungan dukungan persalinan
Field (2004)
Diketahui bahwa
ibu-ibu ynag mendapatkan massase dan pendampingan mengalami penurunan kejadian
depresi, kecemasan dan nyeri serta perasaan yang positif. Pada kondisi ini ibu
yang mendapatkan sentuhan berdampak signifikan terhadap lama persalinan lebih
pendek (yaitu 8 jam dibandingkan dengan ibu yang persalinannya tidak didampingi
waktu persalinannya 11 jam), menurunkan angka kejadian persalinan dengan
tindakan, memperpendek waktu perawatan di RS dan mengurangi kejadian depresi
post partum.
Odent dalam Simpkin (2004)
Jika wanita
dibiarkan melahirkan “dengan cara sebagaimana mamalia”, maka persalinannya itu
cenderung berlangsung tanpa kesulitan. Secara alamiah mamalia akan mencari
tempat yang privasi, nyaman dan menyenangkan, tenang dengan pencahayaan yang
kurang ketika mereka akan melahirkan.
Lingkungan seperti
ini akan mengurangi aktivitas neokorteks dan memungkinkan otak tengah dan
batang otak lebih berperan dalam mengatur kerja prostaglandin dan hormon-hormon
yang memacu proses persalinan .
Odent mengatakan
bahwa lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak familiar bagi si ibu
dimana banyak orang asing, banyaknya sejumlah pertanyaan, cahaya yang terang
berperan merangsang neokorteks menghasilkan kotekolamin yang dapat menghambat
kemajuan persalinan.
Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO (2003)
Hasil penelitian
secara random contolled trials telah memperlihatkan efektifnya dukungan fisik,
emosional, dan psikologis selama persalinan dan kelahiran.
Cochrane database
Suatu kajian ulang
sistematik dari 14 percobaan yang melibatkan 5000 wanita memperlihatkan bahwa
kehadiran pendamping secara terus menerus selama persalinan dan kelahiran akan
menghasilkan kelahiran dengan vakum dan forseps serta sectio cesarea (SC)
semakin sedikit, skor apgar < 7 lebih sedikit, lamanya persalinan semakin
memendek, dan kepuasan ibu yang semakin besar dalam pengalaman melahirkan.
Ball (1987), Hidnett dan Osborn (1989)
Riset yang
dilakukan oleh Ball (1987) dan Hidnett serta Osborn (1989), menyatakan bahwa
kehadiran support pada ibu selama persalinan akan menimbulkan kekuatan dan
perasaan aman serta nyaman bagi ibu. Hal ini diasumsikan dengan menurunnya lama
persalinan, penurunan komplikasi perinatal dan menurunkan kebutuhanpemberian
oksitosin (Klaus et al 1986).
Dukungan
persalinan
- Sederhana
- Efektif
- Murah
- Resiko rendah
- Kemajuan persalinan bertambah baik
- Hasil persalinan bertambah baik
Metode-metode
dukungan persalinan
Asuhan dan
dukungan bagi ibu
- Menghadirkan seseorang yang dapat memberikan dukungan selama persalinan (orang terdekat : suami, orang tua, sahabat)
- Pengaturan posisi : duduk atau setengah duduk, merangkak, berjongkok, berdiri, berbaring miring kekiri
- Relaksasi dan pernafasan
- Istirahat dan privasi
- Penjelasan mengenai proses/kemajuan/prosedur yang akan dilakukan
- Asuhan diri
- Sentuhan
Kategori
untuk metode dukungan persalinan
- Mengurangi nyeri pada sumber nyeri
- Memberi perangsang alternatif yang kuat untuk mengurangi sensasi nyeri atau menghambat rasa sakit
- Mengurangi reaksi negatif emosional dan atau reaksi fisik wanita terhadap rasa sakit
Mengurangi
reaksi negatif emosional dan atau reaksi fisik wanita terhadap rasa sakit
Mempertahankan
kehadiran pendamping persalinan
- Kehadiran seorang pendamping tetap dan terus menerus
- Berusaha untuk menciptakan kenyamanan fisik : eliminasi, pakaian, nutrisi dan lain-lain
- Berusaha menciptakan kenyamanan emosional seperti visualisasi suara, ruangan, berdoa dan lain-lain
Latihan
relaksasi dan pernafasan
- Teknik nafas lambat
- Teknik pola nafas dangkal
Menjaga privasi
lingkungan
Perubahan
posisi dan pergerakan
Beberapa posisi
yang dianjurkan bagi ibu bersalin (WHO, 2003), diantaranya :
- Posisi miring ke kiri : posisi ini memberi rasa santai bagi ibu yang letih, memberi oksigenasi yang baik bagi bayi dan membantu mencegah terjadinya laserasi
- Posisi duduk atau setengah duduk : posisi ini lebih memudahan bagi bidan untuk membimbing kelahiran kepala bayi dan mengamati/support perineum
- Posisi merangkak : posisi ini baik untuk ibu bersalin yang mengalami nyeri punggung, membantu bayi melakukan rotasi dan peregangan minimal pada perineum
- Posisi berjongkok atau berdiri : membantu penurunan kepala bayi, memperbesar ukuran panggul, menambah 28% ruangan outletnya, memperbesar dorongan untuk meneran (bisa memberi kontribusi pada laserasi)
Mengurangi
nyeri pada sumber nyeri
Posisi dan
pergerakan
- Posisi yang menyenangkan
- Mengubah posisi seperlunya
Tekanan yang
berlawanan
- Meredakan ketegangan pada ligamen sacroiliaca
Misal : penekanan
pada pinggul kedua sisi, penekanan pada kedua lutut
Memberi
perangsang alternatif yang kuat untuk mengurangi sensasi nyeri/menghambat rasa
sakit
- Kompres panas
- Kompres dingin
- Sentuhan dan pijatan
- Ringan/mantap dengan remasan, pijatan melingkar yang dalam
- Mengurut (sentuhan halus/ringan)
Kompres
panas
Cara menggunakan
kompres panas
Dengan menggunakan
handuk panas atau silica gel yang telah dipanaskan atau kantung nasi panas atau
botol yang telah diisi air panas. Dapat juga langsung dengan menggunakan
shower air panas lengsung pada bahu, perut atau punggungnya jika ibu merasa
nyaman.
Proses
penghilangan rasa sakit dengan kompres panas
Kompres panas
dapat meningkatkan suhu lokal pada kulit sehingga meningkatkan sirkulasi pada
jaringan untuk proses metabolisme tubuh. Hal tersebut dapat mengurangi spasme
otot dan mengurangi nyeri.
Waktu pemberian
kompres panas
- Saat ibu mengeluh sakit atau nyeri pada daerah tertentu
- Saat ibu mengeluh adanya tanda-tanda ketegangan otot
- Saat ibu mengeluh ada perasaan tidak nyaman
- Pada kala II, kompres pada perineum akan merealisasikannya juga akan mengurangi sakit
Kapan tidak
boleh digunakan kompres panas
- Saat ibu menyatakan tidak nyaman dengan panas atau dalam keadaan demam
- Jika petugas takut dengan kemungkinan terjadinya demam akibat kompres panas
Kompres
dingin
Cara
menggunakan kompres dingin
- Menggunakan kompres dingin pada punggung atau perineum
- Menggunakan butiran es, handuk basah dan dingin, sarung tangan karet yang diisi dengan butiran es, botol plastik dengan air es
- Dapat digunakan pada wajah ibu yang bengkak, tangan atau kaki
- Dapat diletakan pada anus untuk mengurangi nyeri haemoroid kala II
Proses
penghilangan rasa sakit kompres dingin
- Kompres dingin sangat berguna untuk mengurangi ketegangan otot dan nyeri dengan menekan spasme otot (lebih lama daripada kompres panas)
- Memperlambat proses pengahntaran rasa sakit dari neuron ke organ
- Kompres dingin juga mengurangi bengkak dan mendinginkan kulit
Waktu pemberian
kompres dingin
- Nyeri punggung
- Merasa kepanasan pada masa inpartu
- Haemorrhoid yang menimbulkan sakit
- Setelah persalinan, dapat digunakan pada perineum untuk menghilangkan bengkak dan nyeri
Kapan tidak
boleh digunakan kompres dingin
- Saat ibu merasa menggigil
- Jika ibu mengatakan tidak ada perubahan atau iritasi
Hidrotherapy
- Menggunakan air untuk mengurangi rasa sakit
- Suhu air tidak lebih dari 37-37,5á´¼C
- Mengurangi ketegangan otot, nyeri, cemas pada beberapa wanita
- Menggunakan air dalam persalinan perkembangan saat ini dan telah dipublikasikan secara luas
Efek air
- Hidrotherapy : hasil dari air sebagai koduktor panas, melemaskan spasme otot, meredakan nyeri
- Hidrokinesis : meniadakan pengaruh gravitasi, bersama dengan ketidaknyamanan yang berkaitan dengan tekanan pada panggul dan struktur tubuh yang lain
TEKNIK
UNTUK MENGURANGI NYERI PUNGGUNG
Counterpressure
- Penekanan pada sakrum
- Penekanan pada sakrum dapat mengurangi nyeri pada daerah pinggang dan punggung
Hip
squeeze
- Penekanan dengan kedua tangan pada otot gluteal (daerah bokong) dibawa keatas
- Mengurangi ketegangan pada sacro iliaca dan juga pada ligamen
Knee press
- Dilakukan penekanan pada lutut dengan posisi duduk
- Mengurangi nyeri punggung
Akupresur
- Masase ujung jari diatas titik akupuntur. Simkin(1989) akupresur merangsang produksi endorfin lokal atau selain itu akupresur juga menutup gerbang terhadap rasa nyeri
- Akupresur lebih tepat pada persalinan daripada akupuntur karena mudah dilakukan sendiri dan terutama bermanfaat bagi nyeri punggung (Arthus, 1994)
- Yang lebih penting adalah penguatan sosial dari akupresur. (Conduit, 1995)
Sentuhan
- Tindakan utama massase dianggap “menutup gerbang” untuk menghambat penghantaran rasa nyeri pada pusat nyeri. Selanjutnya rangsang taktil dan perasaan positif yang berkembang ketika dilakukan bentuk sentuhan yang penuh perhatian dan empatik bertindak memperkuat efek massase untuk mengendalikan nyeri.
- MASSASE HARUS DILAKUKAN SECARA INTERMITTEN SAAT KONTRAKSI TERJADI
- Teknik yang dianjurkan Maxwell-Hudson (1990) : mencakup massase wajah diantara kontraksi dengan menggunakan gerakan halsu dan ritmis, kemudian massase kaki dengan keras
- Kontraindikasi : efek massase pada sistem sirkulasi diantaranya tromboflebitis, arteriosklerosis, kondisi kardiovaskuler
Modulasi
psikologis nyeri
- Banyak penelitian yang signifikan menemukan kontribusi psikologis terhadap rasa nyeri (Melzack and Wall, 1991)
- Relaksasi terdiri dari : hipnosis, umpan balik terbimbing dan imajinasi terbimbing (Sheikh and Jordan, 1983 :394)
- Steer (1993 : 49) : relaksasi adalah metode pengendalian rasa nyeri non farmakologis yang paling sering digunakan
- Untuk persiapan : harus dipersiapkan sejak awal kehamilan bersama suaminya (Shrock, 1988)
Yang dapat
digunakan saat persalinan
- Imajinasi : dilakukan oleh ibu sendiri dengan menciptakan bayangan yang mengurangi keparahan nyeri atau yang terdiri dari pengganti yang lebih dapat diterima dan tidak nyeri (McCafery and Beebe, 1989)
- Psikoprofilaksis atau dikenal dengan “relaksasi” (yang paling mendominasi)
Fokus relaksasi
- Pemberian informasi
- Latihan relaksasi untuk mengurangi ketegangan yang timbul dan yang memperburuk kontraksi nyeri
- Strategi koping
- Latihan pernafasan
Pendekatan
agama atau keyakinan ibu
- Melakukan pendekatan sesuai dengan keyakinan ibu yang dapat menenangkan hatinya
- Mendatangkan seorang tokoh agama yang dekat dengan ibu
- Dilantunkannya suara yang sesuai keyakinan ibu : murottal, nyanyi kerohanian
- Memperdengarkan suara-suara lain yang bisa menenangkan ibu : musik klasik, instrumental dan lain-lain
Persalinan
dan kelahiran
- Sikap dan kegiatan mengasuh mengandung arti penting
- Komunikasi dengan KATA-KATA mengandung arti penting
- Kehadiran/kebersamaan yang singkat (hanya sebatas persalinan dan nifas) antara seorang bidan dan ibu bersalin ini akan diingat seumur hidup oleh ibu
- Suasana ynag slaing percaya antara bidan dengan ibu serta keluarganya memberikan pengalaman yang positif bagi ibu (Growe and Van Booger, 1989; Kitzinger, 1985)
Posisi
kala II
- Suami duduk di kursi, sedangkan ibu seperti dalam keadaan jongkok namun pantat terangkat dan kaki dilebarkan, lalu sandarkan punggung ibu diantara kedua lutut suami dengan lengan dipegang suami untuk menahan berat tubuh ibu
- Suami dalam keadaan berdiri, ibu juga dalam keadaan berdiri namun kaki agak sedikit ditekuk kedepan (posisi ibu dan suami dalam keadaan searah yaitu tidak saling membelakangi maupun tidak saling berhadapan), lalu sandarkan punggung ibu pada suami dengan lengan ibu dipegang suami sehingga suami dapat menyangga tubuh ibu
- Ibu dalam posisi rileks menungging (seperti merangkak), gunakan tangan dan kaki ibu untuk menyangga berat tubuhnya
- Ibu tidur dengan posisi miring dengan salah satu kaki diangkat oleh suami
- Ibu duduk bersandar pada bantal, kaki ditekuk kearah perut ibu, tangan memegang kaki yang ditekuk tadi dan menekannya seiring dengan kontraksi
3. 11 Impementasi hak ibu dan bayi pada masa persalinan
Beberapa
hak hak pasien secara umum adalah :
1. Hak
untuk memperoleh informasi
2. Hak
untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas
3. Hak
untuk mendapatkan perlindungan dalam pelayanan
4. Hak
untuk mendapatkan jaminan kesehatan
5. Hak
untuk mendapatkan pendampingan suami atau keluarga dalam pelayanan
6. Hak
untuk mendapatkan pelayanan sesuai pilihan.
Air Susu Ibu dan Hak Bayi
Hak
anak adalah bagian dari hak azasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hak
anak tersebut mencakup
(1) Non
diskriminasi,
(2) Kepentingan
terbaik bagi anak,
(3) Hak
kelangsungan hidup, dan
(4)Perkembangan dan
penghargaan terhadap pendapat anak (Undang Undang Perlindungan Anak Bab I pasal
1 No. 12 dan Bab II pasal 2).
Mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu hak azasi bayi yang harus dipenuhi. Beberapa alasan yang menerangkan pernyataan tersebut, yaitu :
- Setiap bayi mempunyai hak dasar atas makanan dan kesehatan terbaik untuk memenuhi tumbuh kembang optimal
- Setiap bayi mempunyai hak dasar atas perawatan atau interaksi psikologis terbaik untuk kebutuhan tumbuh kembang optimal
- ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam tahap percepatan tumbuh kembang, terutama pada 2 tahun pertama.
- ASI memberikan seperangkat zat perlindungan terhadap berbagai penyakit akut dan kronis
- Memberikan interaksi psikologis yang kuat dan adekuat antara bayi dan ibu yang merupakan kebutuhan dasar tumbuh kembang bayi
- Ibu yang menyusui juga memperoleh manfaat menjadi lebih sehat, antara lain menjarangkan kehamilan, menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan, anemi, kanker payudara dan indung telur.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, ada beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu :
- Hak azasi bayi terhadap makanan, kesehatan dan interaksi psikologis terbaik dapat diperoleh dengan memberikan ASI atau dengan lain kata ‘Hak setiap bayi untuk mendapat ASI sekaligus hak setiap ibu untuk menyusui bayinya’
- Bayi harus memperoleh nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sejak lahir. Oleh karena itu, setiap bayi mempunyai hak mendapat ASI secara eksklusif selama 6 (enam) bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan bersamaan dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) sampai usia dua tahun atau lebih
- Ibu tidak boleh dilarang bila ingin menyusui bayinya.
- Pemerintah dan semua lapisan masyarakat mempunyai tugas untuk memastikan bahwa tidak ada hambatan bagi ibu untuk menyusui bayinya.
- Ibu tidak boleh didiskriminasi karena menyusui.
- Ibu harus mendapat informasi yang cukup dan dukungan agar mampu menyusui
- Ibu berhak untuk mendapat pelayanan antenatal (pra persalinan) yang baik dan pelayanan kesehatan sayang ibu / bayi.
- Ibu seharusnya tidak terpapar oleh pemasaran susu formula baik melalui iklan maupun bentuk promosi lainnya.
Untuk
mendukung hal tersebut telah dikeluarkan berbagai pengakuan atau kesepakatan
baik yang bersifat global maupun nasional yang bertujuan melindungi,
mempromosi, dan mendukung pemberian ASI. Dengan demikian, diharapkan setiap ibu
di seluruh dunia dapat melaksanakan pemberian ASI dan setiap bayi diseluruh
dunia memperoleh haknya mendapat ASI.
Legislasi atau kesepakatan dunia tersebut diwujudkan dalam bentuk konvensi, kode (code), resolusi WHA (World Health Assembly) dan lainnya agar setiap negara mempunyai komitmen untuk melaksanakannya. Sedangkan, pada tingkat nasional, kesepakatan ini sebaiknya diimplementasikan dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah. atau Peraturan Menteri /Keputusan Menteri yang disertai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Hal ini sangat penting terutama dalam era desentralisasi
Legislasi atau kesepakatan dunia tersebut diwujudkan dalam bentuk konvensi, kode (code), resolusi WHA (World Health Assembly) dan lainnya agar setiap negara mempunyai komitmen untuk melaksanakannya. Sedangkan, pada tingkat nasional, kesepakatan ini sebaiknya diimplementasikan dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah. atau Peraturan Menteri /Keputusan Menteri yang disertai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Hal ini sangat penting terutama dalam era desentralisasi
.
Legislasi perlindungan
Legislasi perlindungan
Beberapa Legislasi Perlindungan yang bertujuan mewujudkan agar setiap bayi mendapat hak azasinya (ASI) dan setiap ibu mampu melaksanakan haknya untuk memenuhi hak azasi bayinya mendapat ASI, yaitu :
1) Convention on the Rights of the child (CRC)
Convention on the Rights of the child atau Konvensi Hak Anak yang melibatkan 19 negara menyatakan bahwa hak anak untuk mendapat standar kesehatan tertinggi dapat terpenuhi bila pemerintah memastikan penyediaan makanan bergizi dan orang tua serta anak memperoleh informasi yang cukup tentang nutrisi dan manfaat pemberian ASI. Konvensi ini diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1990 dan menjadi Undang Undang RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindugan Anak
2) International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESR)
Perjanjian Internasional untuk Hak Azasi
di bidang Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan (1966) yang melibatkan 142 negara
mengesahkan ‘Hak untuk Pangan dan Kesehatan’. Langkah yang diambil untuk
memenuhi kecukupan pangan adalah memelihara, menerima atau memperkuat
penganekaragaman diet serta memperhatikan konsumsi dan pola pemberian makanan
yang tepat termasuk ASI.
3)
Convention on the elimination of all forms of discrimination against women
(CEDAW)
Konvensi eliminasi segala bentuk
diskriminasi terhadap wanita (1979) yang melibatkan 165 negara, menyatakan
bahwa ibu seharusnya mendapat pelayanan yang sesuai berkaitan dengan kehamilan
dan menyusui.
4)
Innocenti Declaration
Deklarasi Innocenti (1990) dilaksanakan
sebagai upaya untuk pencapaian ASI eksklusif pada 80% bayi usia 4 bulan. Target
operasional yang harus dilakukan, mencakup (1) program Komunikasi, Informasi,
dan Edukasi berkelanjutan, (2) semua sarana pelayanan kesehatan menjadi ‘Sayang
Bayi’, (3) Penerapan ‘International Code’ yang efektif, (4) mendukung ibu
bekerja yang menyusui, dan (5) fokus koordinasi yang efektif
5) Covention on Matermity Protection,International Labour Organization
Konvensi Perlindungan Maternal ILO
menyatakan bahwa ibu bekerja seharusnya memperoleh cuti hamil minimal 12 minggu
sebelum kembali bekerja. Sedangkan, pada konvensi tahun 2000, lama cuti hamil
ditingkatkan menjadi 14 minggu.
6) Deklarasi lain :
Konferensi Gizi Internasional (1992),
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (1994), Konferensi Dunia tentang
Wanita, Pertemuan Pangan Dunia ke 4 (1996)
Perlindungan ibu
Perlindungan
ibu merupakan kondisi awal dari kesetaraan jender atau kesetaraan pria dan
wanita. Ibu bekerja perlu upah selama cuti agar dapat menyusui secara eksklusif
(ILO,1997). WHA dan UNICEF (2001) menganjurkan menyusui eksklusif selama 6
bulan, selanjutnya setelah kembali bekerja, ibu mendapat kesempatan menyusui
dengan fasilitas untuk menyusui atau memeras ASI di tempat kerjanya.
Pada
kenyataannya, para ibu masih menemui kendala di lingkungan pekerjaannya, antara
lain cuti bersalin hanya dimungkinkan bagi pekerja formal atau tenaga kontrak,
sedangkan petani, pekerja rumah tangga, dan pekerja di sektor informal masih
belum terlindungi oleh peraturan tersebut. Di lain pihak, sebagian ibu tidak
mengambil cuti bersalinnya karena khawatir upah yang diterima akan dikurangi
atau kehilangan pekerjaannya selama menjalankan cuti. Tempat penitipan anak di
lingkungan tempat bekerja tidak dimanfaatkan oleh ibu, karena ketidaktersediaan
alat transportasi yang aman dan nyaman.
Tempat kerja sayang bayi
Tempat
kerja/perusahaan yang mendukung tenaga kerjanya untuk menyusui bayinya disebut
sebagai ‘Tempat Kerja Sayang Bayi’ (Mother Friendly Work Place). Hal ini dapat
terwujud bila memenuhi beberapa ketentuan seperti yang tercantum pada Undang
Undang Ketenaga-kerjaan tahun 2003 dan peraturan-peraturan lain, antara lain :
- Pemimpin peduli dan mendukung tenaga kerja wanita dalam pemberian ASI
- Perusahaan mempunyai. kebijakan tentang ijin menyusui dalam waktu kerja, penyesuaian jenis dan waktu kerja, cuti cukup, jaminan tetap kerja, upah sama.
- Menyediakan ruang dan sarana menyusui (termasuk lemari es)
- Menyediakan tempat penitipan bayi
- Mempunyai petugas penanggung jawab peningkatan pemberian ASI
- Menyelenggarakan penyuluhan dengan menggunakan paket media informasi
- Bantuan lain: lingkungan kerja, perlindungan kerja, pelayanan kesehatan, pengawasan kebersihan makanan, dsb
International Code tentang pemasaran Pengganti ASI
International code (1981) membatasi cara pemasaran
pengganti ASI (PASI), botol susu, dan kempeng serta menegaskan tanggung jawab
petugas pelayanan kesehatan dalam promosi pemberian ASI. Selanjutnya,
International Code disempurnakan dengan dikeluarkannya Resolusi World Health
Assembly (WHA, Majelis Kesehatan Dunia). International code dan resolusi
WHA bertujuan untuk melindungi pemberian ASI. Beberapa larangan yang
tercantum pada International code , yaitu :
- sampel gratis untuk ibu menyusui
- iklan kepada masyarakat
- promosi di fasilitas pelayanan kesehatan
- pasokan gratis/harga diskon dan sampel di fasilitas kesehatan
- hadiah atau sampel untuk petugas kesehatan
- kata-kata atau gambar yang mengunggulkan susu formula
- nasihat kepada ibu melalui staf penjualan perusahaan
- melarang sponsor atau hadiah bagi petugas atau sarana pelayanan kesesahatn yang akan menimbulkan konflik kepentingan
Resolusi WHA (1986 – 2006)
- Resolusi WHA 39.28 (1986), makanan dan minuman tidak boleh dipromosikan/ dianjurkan kepada bayi berusia kurang dari 6 bulan karena dapat mempengaruhi produksi ASI. Susu lanjutan tidak diperlukan
- Resolusi WHA 45.34 (1992), semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui.
- Resolusi WHA.47.5 (1994), penerapan ’code’ dan Resolusi WHA harus secara keseluruhan dan efektif. Tak ada sumbangan PASI gratis/diskon disetiap sistem pelayanan kesehatan. Menerapkan Sarana Pelayanan Kesehatan ‘Sayang Bayi’ dan memperbaiki kurikulum pendidikan. Dalam situasi darurat pengadaan PASI jangan digunakan untuk peningkatan penjualan.
- Resolusi WHA 49.15 (1996), pemantauan penerapan ‘code’ dan Resolusi WHA dilaksanakan secara transparan, bebas dan tanpa pengaruh komersial perusahaan produsen PASI
- * Resolusi WHA 54 (2001), untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, kemudian diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ASI diteruskan sampai usia 2 tahun.
- * Resolusi WHA 58.32 (2005), melarang klaim nutrisi dan kesehatan, kecuali diijinkan peraturan nasional, peduli tentang kontaminasi susu bubuk yang tercantum pada label, dan sponsor program kesehatan agar tidak berakibat konflik kepentingan.
Resolusi WHA tentang Rumah Sakit Sayang
Bayi
Implementasi ‘Rumah Sakit Sayang Bayi’
yang diamanahkan oleh Resolusi WHA 45.34 (1992) adalah mendorong agar semua
sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui.
Hentikan sumbangan PASI gratis/harga diskon pada sarana pelayanan kesehatan.
Kriteria tersebut telah direvisi pada Multi Country Workshop on BFHI and IYCF
di Kathmandu pada 2006 (Baby Friendly Hospital Initiatives and Infant and Young
Child Feeding).
Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui
- Sarana pelayana kesehatan mempunyai kebijakan tentang penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi PASI
- Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau lainnya
- Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah keberhasilan menyusui. Memberikan konseling apabila ibu penderita infeksi HIV positif
- Melakukan kontak dan menyusui dini bayi baru lahir (1/2 - 1 jam setelah lahir)
- Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi peletakan tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara)
- Hanya memberikan ASI saja tanpa minuman pralaktal sejak bayi lahir
- Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi
- Melaksanakan pemberian ASI sesering dan semau bayi
- Tidak memberikan dot/ kempeng
- Menindak
lanjuti ibu-bayi setelah pulang dari sarana pelayanan kesehatan
Strategi nasional pemberian makanan bayi dan anak
Indonesia telah mengadopsi Global strategy for infant and young child feeding 2003 dengan menyanangkan ‘Strategi Nasional Pemberian Makanan Bayi dan Anak’ (PMBA). PMBA juga direkomendasikan pada beberapa keadaan khusus seperti HIV, situasi sulit, dan darurat.
Indonesia telah mengadopsi Global strategy for infant and young child feeding 2003 dengan menyanangkan ‘Strategi Nasional Pemberian Makanan Bayi dan Anak’ (PMBA). PMBA juga direkomendasikan pada beberapa keadaan khusus seperti HIV, situasi sulit, dan darurat.
Bayi dari ibu penderita HIV positif
WHO mengajukan kriteria AFASS untuk pemberian PASI pada bayi yang lahir dari ibu penderita HIV positif, yaitu :
• Acceptable (diterima)
Ibu tidak mempunyai hambatan sosial budaya untuk memilih makanan alternatif atau tidak ada rasa takut akan stigma dan diskriminasi
• Feasible (terlaksanakan)
Ibu atau keluarga punya cukup waktu, pengetahuan, ketrampilan dan lainnya untuk menyiapkan dan memberikan makan pada bayinya. Ibu mendapat dukungan bila ada tekanan keluarga, masyarakat dan sosial.
• Affordable (terjangkau)
Ibu dan keluarga mampu melakukan pembelian, pembuatan, dan penyiapan makanan pilihan, termasuk bahan makanan, bahan bakar dan air bersih. Tidak menggunakan dana untuk kesehatan dan gizi keluarga.
• Sustainable (bersinambungan)
Makanan pengganti yang diberikan kepada bayi harus setiap hari dan atau malam (tiap 3 jam) dan dalam bentuk segar. Distribusi makanan tersebut harus berkelanjutan sepanjang bayi membutuhkan.
• Safe (aman, bersih berkualitas)
Makanan pengganti harus disimpan secara benar, hygienis dengan kuantitas nutrisi yang adekuat.
Secara umum, pemberian makanan pada bayi yang berasal dari ibu penderita HIV positif dapat diuraikan sebagai berikut:
- Bila ibu memilih tetap memberikan ASI, maka ASI diberikan hanya selama 6 bulan dan kemudian dihentikan. ASI diperah dan dihangatkan 56C selama 30 menit.
- Bila ibu memilih untuk memberikan susu formula, maka susu formula harus diberikan dengan memenuhi 5 kriteria AFASS
- Tidak
boleh memberikan ASI secara bersamaan dengan susu formula
Bayi dan ibu berada dalam situasi darurat (bencana alam, perang)
Dalam situasi darurat, bayi tetap diusahakan mendapat ASI dengan beberapa pengendalian, yaitu :
- Pengawasan dan pengendalian pemberian makanan bayi oleh Koordinator Nasional Bencana.
- ASI tetap merupakan pilihan pertama dan terbaik pada situasi darurat. Kondisi higiene yang buruk, kurangnya air bersih dan bahan bakar merupakan faktor risiko terjadinya infeksi pada pemberian susu formula.
- Konseling perlu diberikan kepada ibu menyusui oleh tim PP-ASI terlatih. Perlu disediakan shelter/tenda khusus dan bahan KIE ASI. Gangguan produksi ASI pada saat bencana umumnya disebabkan trauma psikis sehingga perlu ditekankan bahwa keadaan tersebut berlangsung sementara.
- Susu formula, termasuk susu skim jangan menjadi bagian pembagian rangsum makan
- Tidak menerima bantuan susu formula dari produsen/distributor susu formula, penggunaan susu formula hanya untuk yang benar jelas membutuhkan dengan indikasi medik dan bayi yatim piatu. Pengadaan susu formula ini dengan pembelian.
- Susu formula dapat dibagikan bila diberikan tidak sebagai makanan tunggal, tetapi dicampur dengan makanan pokok yang digiling
- Label produk memenuhi persyaratan ‘International code’ untuk pemasaran PASI, antara lain memuat instruksi penggunaan, bahaya kesehatan, dalam bahasa Indonesia
- Apabila susu formula didistribusi oleh donatur, maka pendistribusian, penggunaan, dan dampak kesehatan pada bayi harus dipantau oleh petugas terlatih
- Tersedia MP-ASI untuk bayi usia diatas 6 bulan
Meskipun
beberapa pengendalian tersebut kadangkala sulit dilaksanakan di lapangan,
tetapi dengan kerjasama dari segala pihak, hal tersebut secara bertahap dapat
dilaksanakan.
Mewujudkan setiap bayi mendapat ASI dan memampukan setiap ibu menysusui bayinya.
Hak bayi mendapat ASI diartikan mendapat ASI sesuai dengan Resolusi WHA (2001), yaitu bayi mendapat ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya diberikan MP-ASI dan pemberian ASI diteruskan sampai bayi usia 2 tahun atau lebih’.
Mewujudkan setiap bayi mendapat ASI dan memampukan setiap ibu menysusui bayinya.
Hak bayi mendapat ASI diartikan mendapat ASI sesuai dengan Resolusi WHA (2001), yaitu bayi mendapat ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya diberikan MP-ASI dan pemberian ASI diteruskan sampai bayi usia 2 tahun atau lebih’.
Seorang
ibu menyusui agar mampu dan berhasil melaksanakan pemberian ASI seutuhnya.
Seorang ibu memerlukan perlindungan, informasi, dan bantuan yang komprehensif
sekaligus menghilangkan hambatan di lingkungannya, antara lain :
- Lingkungan/keluarga dan masyarakat yang mendukung
- Komunikasi, informasi dan edukasi kepada semua lapisan masyarakat untuk menumbuhkan ‘budaya ASI’, misalnya penyediaan sarana ruang menyusui di pelayanan umum.
- Keseluruhan sistem pelayanan kesehatan menerapkan ‘10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui’ atau menerapkan ‘Sayang Bayi’
- Ibu mendapat informasi atau konseling tentang manfaat pemberian ASI dan cara menyusui yang benar
- Ibu mendapat konseling menyusui terutama bila menghadapi masalah
- Ibu tidak terpapar/terpengaruh oleh pemasaran PASI atau ibu harus dapat menolak pemberian PASI
- Ibu yang bekerja mendapat perlindungan, kebijakan, sarana dan bantuan untuk melaksanakan pemberian ASI yang optimal
- Ibu yang menderita HIV positif membutuhkan pengetahuan tentang pemberian makanan bayi
- Bila ibu-bayi berada dalam situasi darurat dibantu untuk tetap menyusui